Pelaku UMKM Masih Sulit Memperoleh Kredit Usaha
A
A
A
JAKARTA - Sebagai pemilik jumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terbanyak di wilayah Asia, Indonesia telah berhasil melahirkan kurang lebih 57 juta pelaku bisnis UMKM.
Kegiatan ekonomi UMKM mampu meningkatkan hingga 60% produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan swasta untuk memotivasi produktivitas dan pertumbuhan UMKM.
Namun terdapat beberapa hambatan yang sulit diatasi oleh pelaku bisnis UMKM, salah satunya adalah data informasi latar belakang pelaku usaha yang kurang memenuhi standar reputasi yang diakui pemerintah dan institusi keuangan formal, sehingga UMKM sulit memperoleh kredit usaha.
CEO Tokoin Reiner Rahardja memandang permasalahan UMKM sebagai tanggung jawab bersama yang perlu dicarikan solusi jangka panjang. Solusi jangka panjang yang berkelanjutan dinilai dapat dicapai dengan membentuk reputasi bisnis yang kredibel.
Untuk itu, kata Reiner, melalui teknologi blockchain, Tokoin akan memberikan fasilitas untuk membangun kredibilitas bisnisnya melalui Digital Business Identity dan Digital Ledger yang merekam data transaksi sebagai valuable asset.
"Sebagai pengusaha, saya sangat mengerti kesulitan para UMKM di Indonesia untuk mengembangkan bisnisnya," ujar Reiner dalam acara diskusi publik dengan tema "Solusi Bisnis untuk Akselerasi UMKM dalam Pasar Berkembang" di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Dia mengakui bahwa inklusi ekonomi saat ini masih belum tercipta di Indonesia. Dengan Tokoin, yang berbeda dengan platform fintech lending, pihaknya membantu para UMKM dengan membuat credit scoring sehingga mereka dapat membentuk reputasi bisnis.
"Melalui Tokoin kami berusaha untuk menjadi penghubung para UMKM untuk mendapatkan akses kepada instansi yang dapat mengembangkan bisnisnya seperti bank, asuransi, dan lain-lain," ujarnya.
Reiner menambahkan, perkembangan teknologi juga sangat memberikan pengaruh ke industri logistik terutama pada bidang supply chain. Hal ini juga semakin mendorong industri transportasi, logistik dan warehousing di Indonesia untuk saling berkolaborasi secara intensif.
"Teknologi blockchain memungkinkan untuk mengintegrasikan rangkaian proses supply chain dalam jaringan distribusi data yang efektif mendukung distribusi produk," tuturnya.
Senada dengan Reiner, pakar Blockchain Gunhee Lee menilai penyebab penurunan pasar ICO yang terjadi secara signifikan adalah karena banyak proyek ICO yang tidak memiliki nilai guna dan pasar hanya dikendalikan oleh kebutuhan investasi.
"Namun Tokoin project berbeda, karena Tokoin bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan UMKM, yang akan mendorong adopsi pengguna dengan cepat dan penerapan yang tepat guna," ujar pakar Blockchain dari Block Crafters yang berbasis di Seoul, Korea Selatan tersebut.
Pada era Revolusi Industri 4.0, keberadaan teknologi seperti Big Data, Artificial Intelligence, Internet of Things and blockchain telah mengubah sebagian besar ekosistem bisnis dan aktivitasnya. Bisnis bukan lagi hanya tentang jual beli saja, melainkan juga tentang platform ekonomi yang mereka gunakan, teknologi yang mereka gunakan untuk menangkap dan memanfaatkan data, atau seberapa cepat kegiatan ekonomi terjadi dalam ekosistem bisnis mereka.
Kegiatan ekonomi UMKM mampu meningkatkan hingga 60% produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan swasta untuk memotivasi produktivitas dan pertumbuhan UMKM.
Namun terdapat beberapa hambatan yang sulit diatasi oleh pelaku bisnis UMKM, salah satunya adalah data informasi latar belakang pelaku usaha yang kurang memenuhi standar reputasi yang diakui pemerintah dan institusi keuangan formal, sehingga UMKM sulit memperoleh kredit usaha.
CEO Tokoin Reiner Rahardja memandang permasalahan UMKM sebagai tanggung jawab bersama yang perlu dicarikan solusi jangka panjang. Solusi jangka panjang yang berkelanjutan dinilai dapat dicapai dengan membentuk reputasi bisnis yang kredibel.
Untuk itu, kata Reiner, melalui teknologi blockchain, Tokoin akan memberikan fasilitas untuk membangun kredibilitas bisnisnya melalui Digital Business Identity dan Digital Ledger yang merekam data transaksi sebagai valuable asset.
"Sebagai pengusaha, saya sangat mengerti kesulitan para UMKM di Indonesia untuk mengembangkan bisnisnya," ujar Reiner dalam acara diskusi publik dengan tema "Solusi Bisnis untuk Akselerasi UMKM dalam Pasar Berkembang" di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Dia mengakui bahwa inklusi ekonomi saat ini masih belum tercipta di Indonesia. Dengan Tokoin, yang berbeda dengan platform fintech lending, pihaknya membantu para UMKM dengan membuat credit scoring sehingga mereka dapat membentuk reputasi bisnis.
"Melalui Tokoin kami berusaha untuk menjadi penghubung para UMKM untuk mendapatkan akses kepada instansi yang dapat mengembangkan bisnisnya seperti bank, asuransi, dan lain-lain," ujarnya.
Reiner menambahkan, perkembangan teknologi juga sangat memberikan pengaruh ke industri logistik terutama pada bidang supply chain. Hal ini juga semakin mendorong industri transportasi, logistik dan warehousing di Indonesia untuk saling berkolaborasi secara intensif.
"Teknologi blockchain memungkinkan untuk mengintegrasikan rangkaian proses supply chain dalam jaringan distribusi data yang efektif mendukung distribusi produk," tuturnya.
Senada dengan Reiner, pakar Blockchain Gunhee Lee menilai penyebab penurunan pasar ICO yang terjadi secara signifikan adalah karena banyak proyek ICO yang tidak memiliki nilai guna dan pasar hanya dikendalikan oleh kebutuhan investasi.
"Namun Tokoin project berbeda, karena Tokoin bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan UMKM, yang akan mendorong adopsi pengguna dengan cepat dan penerapan yang tepat guna," ujar pakar Blockchain dari Block Crafters yang berbasis di Seoul, Korea Selatan tersebut.
Pada era Revolusi Industri 4.0, keberadaan teknologi seperti Big Data, Artificial Intelligence, Internet of Things and blockchain telah mengubah sebagian besar ekosistem bisnis dan aktivitasnya. Bisnis bukan lagi hanya tentang jual beli saja, melainkan juga tentang platform ekonomi yang mereka gunakan, teknologi yang mereka gunakan untuk menangkap dan memanfaatkan data, atau seberapa cepat kegiatan ekonomi terjadi dalam ekosistem bisnis mereka.
(fjo)