Bagasi Berbayar yang Membuat Resah
A
A
A
YOGYAKARTA - Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata di Indonesia, tidak mengherankan jika banyak dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Berbicara pariwisata, tentunya tidak bisa terlepas dari moda transportasi. Satu di antaranya pesawat terbang. Apalagi, beberapa maskapai sekarang mulai menawarkan penerbangan langsung dengan tujuan Yogyakarta ke beberapa kota, bukan hanya di Indonesia, namun juga luar negeri.
Hanya, dengan adanya kebijakan beberapa maskapai yang menghilangkan bagasi cuma-cuma dan menaikkan harga tiket pesawat hingga 100% membuat para pelaku wisata dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi khawatir.
Umumnya, UMKM khawatir volume pembelian oleh-oleh serta cenderamata yang menjadi ciri khas Yogyakarta menurun. Kekhawatiran mereka itu bukan tanpa alasan. Sebab, dengan harga tiket yang mahal tentunya akan menambah biaya perjalanan.
Begitu juga dengan sudah tidak adanya bagasi gratis. Bagi yang ingin membeli oleh-oleh, terutama yang menjadi ciri khas daerah itu, akan berpikir dua kali. Karena, akan ada biaya tambahan.
Atas kondisi ini, baik pelaku wisata dan UMKM khawatir adanya penurunan kunjungan dan pembelian oleh-oleh hasil UMKM lokal serta tidak menutup kemungkinan wisatawan itu akan mengalihkan tujuan destinasi wisatanya.
Tidak lagi di Indonesia, namun ke negara lain, yang tiket pesawatnya lebih murah dibandingkan dengan yang ada di Indonesia.
Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) DIY Udhi Sudiyanto Mengatakan, kebijakan kenaikan harga tiket dan penghilangan bagasi cuma-cuma sebenar nya sangat mengkhawatirkan bagi pariwisata, di mana wisatawan akan berpikir ulang untuk bepergian karena akan menjadi lebih mahal, khususnya bagi mereka yang dari luar Jawa.
“Ketika mereka datang ke DIY selama 3 hari 2 malam, mereka pasti akan membawa bagasi untuk keperluan mereka sendiri. Akan tetapi, dengan mereka harus membayar bagasi tersebut tentu akan memberatkan mereka.
Sudah tiket mahal, masih harus bayar extra baggage sehingga semakin tidak terjangkau bagi masyarakat,” tandasnya. Para wisatawan, lanjut dia, akan berpikir ulang apabila mau belanja barang barang kerajinan atau suvenir dari DIY.
Karena, akan membuat bagasi lebih berat. Jadi, secara global, penghilangan free bagasi tidak hanya memengaruhi pariwisata secara langsung, tetapi juga berpengaruh terhadap perdagangan, terutama kerajinan dan perbelanjaan.
“Saya sangat menyayangkan kebijakan ini. Kami berharap pemerintah turun tangan akan hal tersebut. Bagaimana kita mau mencapai 20 juta wisatawan apabila kebijakan berbanding terbalik?” katanya. Menurut Udhi seharusnya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan Promosi, bukan malah menaikkan harga tiket.
“Kok bukannya bikin promo, tapi malah menaikkan harga,” ucapnya. Udhi menjelaskan, jika akan mengubah kebijakan, tentu harus dikaji lebih dalam dan melibatkan Asita sebagai agen penjualan.
“Apalagi, harga tiket di dalam negeri lebih mahal daripada tiket ke luar negeri. Ini sangat memprihatinkan. Masyarakat akan lebih suka jalan-jalan ke luar negeri daripada ke dalam negeri,” ungkapnya.
Pelaku UNKM dari Desa Trimulyo, Sleman, Heru Prasetyo mengatakan, adanya kenaikan tiket dan biaya bagasi pesawat, meski tidak ada pengaruhnya terhadap ongkos produksi, untuk penjualan barang jelas berpengaruh, terutama yang di showroom atau tempat usaha.
Termasuk bagi UMKM yang akan melakukan perdagangan di luar daerah, juga akan ada cost tersendiri, jika mereka naik pesawat. Selain harga tiket naik, barang yang dibawa harus membayar biaya bagasi.
“Misalnya, membeli pakaian di Bandung, mereka tentu akan membawa tas atau koper besar sehingga akan ada tambahan biaya bagasi,” ungkap Heru, yang juga pembina UKM Batik Mataran, Trimulyo, Sleman. (Priyo Setyawan)
Berbicara pariwisata, tentunya tidak bisa terlepas dari moda transportasi. Satu di antaranya pesawat terbang. Apalagi, beberapa maskapai sekarang mulai menawarkan penerbangan langsung dengan tujuan Yogyakarta ke beberapa kota, bukan hanya di Indonesia, namun juga luar negeri.
Hanya, dengan adanya kebijakan beberapa maskapai yang menghilangkan bagasi cuma-cuma dan menaikkan harga tiket pesawat hingga 100% membuat para pelaku wisata dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi khawatir.
Umumnya, UMKM khawatir volume pembelian oleh-oleh serta cenderamata yang menjadi ciri khas Yogyakarta menurun. Kekhawatiran mereka itu bukan tanpa alasan. Sebab, dengan harga tiket yang mahal tentunya akan menambah biaya perjalanan.
Begitu juga dengan sudah tidak adanya bagasi gratis. Bagi yang ingin membeli oleh-oleh, terutama yang menjadi ciri khas daerah itu, akan berpikir dua kali. Karena, akan ada biaya tambahan.
Atas kondisi ini, baik pelaku wisata dan UMKM khawatir adanya penurunan kunjungan dan pembelian oleh-oleh hasil UMKM lokal serta tidak menutup kemungkinan wisatawan itu akan mengalihkan tujuan destinasi wisatanya.
Tidak lagi di Indonesia, namun ke negara lain, yang tiket pesawatnya lebih murah dibandingkan dengan yang ada di Indonesia.
Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) DIY Udhi Sudiyanto Mengatakan, kebijakan kenaikan harga tiket dan penghilangan bagasi cuma-cuma sebenar nya sangat mengkhawatirkan bagi pariwisata, di mana wisatawan akan berpikir ulang untuk bepergian karena akan menjadi lebih mahal, khususnya bagi mereka yang dari luar Jawa.
“Ketika mereka datang ke DIY selama 3 hari 2 malam, mereka pasti akan membawa bagasi untuk keperluan mereka sendiri. Akan tetapi, dengan mereka harus membayar bagasi tersebut tentu akan memberatkan mereka.
Sudah tiket mahal, masih harus bayar extra baggage sehingga semakin tidak terjangkau bagi masyarakat,” tandasnya. Para wisatawan, lanjut dia, akan berpikir ulang apabila mau belanja barang barang kerajinan atau suvenir dari DIY.
Karena, akan membuat bagasi lebih berat. Jadi, secara global, penghilangan free bagasi tidak hanya memengaruhi pariwisata secara langsung, tetapi juga berpengaruh terhadap perdagangan, terutama kerajinan dan perbelanjaan.
“Saya sangat menyayangkan kebijakan ini. Kami berharap pemerintah turun tangan akan hal tersebut. Bagaimana kita mau mencapai 20 juta wisatawan apabila kebijakan berbanding terbalik?” katanya. Menurut Udhi seharusnya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan Promosi, bukan malah menaikkan harga tiket.
“Kok bukannya bikin promo, tapi malah menaikkan harga,” ucapnya. Udhi menjelaskan, jika akan mengubah kebijakan, tentu harus dikaji lebih dalam dan melibatkan Asita sebagai agen penjualan.
“Apalagi, harga tiket di dalam negeri lebih mahal daripada tiket ke luar negeri. Ini sangat memprihatinkan. Masyarakat akan lebih suka jalan-jalan ke luar negeri daripada ke dalam negeri,” ungkapnya.
Pelaku UNKM dari Desa Trimulyo, Sleman, Heru Prasetyo mengatakan, adanya kenaikan tiket dan biaya bagasi pesawat, meski tidak ada pengaruhnya terhadap ongkos produksi, untuk penjualan barang jelas berpengaruh, terutama yang di showroom atau tempat usaha.
Termasuk bagi UMKM yang akan melakukan perdagangan di luar daerah, juga akan ada cost tersendiri, jika mereka naik pesawat. Selain harga tiket naik, barang yang dibawa harus membayar biaya bagasi.
“Misalnya, membeli pakaian di Bandung, mereka tentu akan membawa tas atau koper besar sehingga akan ada tambahan biaya bagasi,” ungkap Heru, yang juga pembina UKM Batik Mataran, Trimulyo, Sleman. (Priyo Setyawan)
(nfl)