Potensi Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak 5,12 Juta Hektar
A
A
A
JAKARTA - Lahan rawa pasang surut dan lebak yang berpotensi untuk perluasan lahan pertanian, mencapai 5,12 juta hektar. Dari luasan tersebut, 1,19 juta hektar berada di kawasan APL (Areal Penggunaan Lain), sekitar 1,18 juta hektar berada di kawasan HPK (Hutan Produksi Konversi), dan 2,75 juta hektar berada di kawasan HP (Hutan Produksi).
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Pending Dadih Permana, menyebutkan lahan potensial tersebut tersebar di tiga pulau besar, yaitu di Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Selain itu, beberapa ada di Sulawesi.
"Pengembangan dan pemanfataan lahan rawa sebagai sumber lahan produksi pertanian atau pangan didasarkan pada pertimbangan agrofisik dari lahan rawa yang mempunyai berbagai keunggulan komperatif sebagai wilayah pengembangan padi," ujar Dadih Permana dalam keterangan resmi, Minggu (20/1/2019).
Keunggulan komperatif antara lain ketersediaan air yang cukup berlimpah, topografi rawa relatif yang datar sehingga memudahkan dalam penggarapan lahan, dan akses ke lokasi rawa cenderung melalui transportasi air/sungai sehingga diperkirakan lahan pangan rawa tidak mungkin beralih fungsi untuk non pangan.
"Kemudian masyarakat tani lokal telah memiliki kepiawaian dalam melaksanakan praktik budidaya padi. Ada lahan rawa lebak juga mempunyai keunggulan sebagai kawasan reservoar air yang akan dilepas saat kemarau panjang," tambahnya.
Dadih mengakui, terdapat beberapa permasalahan dalam pengembangan lahan rawa untuk pertanian pangan. Seperti tingkat kesuburan lahan alami yang rendah, dan kemasaman tanah yang tinggi.
"Tingkat genangan yang tinggi pada musim hujan dan proses pengolahan tanah yang membutuhkan SDM yang tidak sedikit. Karena bentangan lahan rawa biasanya cukup luas," jelasnya.
Direktur Perluasan Dan Perlindungan Lahan Ditjen PSP Kementan, Indah Megahwati, menambahkan seiring dengan semakin berkembangnya teknis dan cara penanganan lahan rawa, permasalahan-permasalahan yang mengiringi pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian telah ditemukan solusinya.
Permasalahan kesuburan lahan rawa misalnya, saat ini telah ditemukan cara yang efektif untuk meningkatkan kesuburan lahan rawa sekaligus mengatasi kemasaman lahan.
"Rendahnya tingkat kesuburan lahan rawa biasanya diakibatkan tinggi kemasaman tersebut. Penambahan berbagai amelioran yang relevan terbukti mampu mengendalikan kemasaman lahan rawa, sekaligus meningkatkan level kesuburan lahan," papar Indah.
Terkait dengan permasalahan tingkat genangan yang meningkat ekstrim pada musim hujan, saat ini dengan penggunaan metode tata air berbasis penggunaan polder keliling lahan dan dikombinasikan dengan pompa serta pintu air.
"Cara ini telah mampu membuat air relative dapat dikelola pada saat musim hujan dan dapat dipasok pada saat musim kering," ujarnya.
Selanjutnya, terkait dengan proses pengolahan lahan yang membutuhkan SDM yang cukup banyak, dapat diatasi dengan penggunaan alat-alat pertanian modern. Baik pada tahap olah tanah, tanam hingga panen.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Pending Dadih Permana, menyebutkan lahan potensial tersebut tersebar di tiga pulau besar, yaitu di Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Selain itu, beberapa ada di Sulawesi.
"Pengembangan dan pemanfataan lahan rawa sebagai sumber lahan produksi pertanian atau pangan didasarkan pada pertimbangan agrofisik dari lahan rawa yang mempunyai berbagai keunggulan komperatif sebagai wilayah pengembangan padi," ujar Dadih Permana dalam keterangan resmi, Minggu (20/1/2019).
Keunggulan komperatif antara lain ketersediaan air yang cukup berlimpah, topografi rawa relatif yang datar sehingga memudahkan dalam penggarapan lahan, dan akses ke lokasi rawa cenderung melalui transportasi air/sungai sehingga diperkirakan lahan pangan rawa tidak mungkin beralih fungsi untuk non pangan.
"Kemudian masyarakat tani lokal telah memiliki kepiawaian dalam melaksanakan praktik budidaya padi. Ada lahan rawa lebak juga mempunyai keunggulan sebagai kawasan reservoar air yang akan dilepas saat kemarau panjang," tambahnya.
Dadih mengakui, terdapat beberapa permasalahan dalam pengembangan lahan rawa untuk pertanian pangan. Seperti tingkat kesuburan lahan alami yang rendah, dan kemasaman tanah yang tinggi.
"Tingkat genangan yang tinggi pada musim hujan dan proses pengolahan tanah yang membutuhkan SDM yang tidak sedikit. Karena bentangan lahan rawa biasanya cukup luas," jelasnya.
Direktur Perluasan Dan Perlindungan Lahan Ditjen PSP Kementan, Indah Megahwati, menambahkan seiring dengan semakin berkembangnya teknis dan cara penanganan lahan rawa, permasalahan-permasalahan yang mengiringi pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian telah ditemukan solusinya.
Permasalahan kesuburan lahan rawa misalnya, saat ini telah ditemukan cara yang efektif untuk meningkatkan kesuburan lahan rawa sekaligus mengatasi kemasaman lahan.
"Rendahnya tingkat kesuburan lahan rawa biasanya diakibatkan tinggi kemasaman tersebut. Penambahan berbagai amelioran yang relevan terbukti mampu mengendalikan kemasaman lahan rawa, sekaligus meningkatkan level kesuburan lahan," papar Indah.
Terkait dengan permasalahan tingkat genangan yang meningkat ekstrim pada musim hujan, saat ini dengan penggunaan metode tata air berbasis penggunaan polder keliling lahan dan dikombinasikan dengan pompa serta pintu air.
"Cara ini telah mampu membuat air relative dapat dikelola pada saat musim hujan dan dapat dipasok pada saat musim kering," ujarnya.
Selanjutnya, terkait dengan proses pengolahan lahan yang membutuhkan SDM yang cukup banyak, dapat diatasi dengan penggunaan alat-alat pertanian modern. Baik pada tahap olah tanah, tanam hingga panen.
(ven)