Gelar Rakorsin 2019, Ini 5 Kebijakan Prioritas Ditjen PSP Kementan
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) pada tahun ini menetapkan 5 program prioritas yang akan dijalankan. Program ini dibahas dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi (Rakorsin) Tahun Anggaran 2019 yang digelar di Botani Square, Bogor, Rabu (23/1/2019).
Pertama, optimasi lahan rawa untuk mendukung produksi padi nasional serta dukungan PSP terhadap Program "SERASI" (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani). Kedua, kegiatan cetak sawah terkait dengan pencapaian target Nawacita dan evaluasi pelaksanaannya.
Ketiga, pemberdayaan dan pendayagunaan bantuan alat dan mesin pertanian, khususnya excavator berat, dan alsintan lainnya. Keempat, konsepsi Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Pembiayaan Pertanian.
"Dan kelima, alokasi pupuk bersubsidi melalui penyusunan e-RDKK dan pendekatan kartu tani," sebut Direktur Jenderal PSP Kementan, Dadih Permana dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews di Jakarta.
Di hadapan 156 peserta dan 25 Kepala Dinas Pertanian Provinsi, Dadih menjelaskan, alokasi anggaran pembangunan prasarana dan sarana pertanian tahun 2019 sebesar Rp4,9 triliun. Program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian masih menjadi prioritas utama pembangunan pertanian nasional.
"Oleh karena itu, secara khusus saya ingin memastikan dan meminta agar saudara-saudara bekerja serius dan bersungguh-sungguh. Agar anggaran yang sudah dialokasikan dapat segera diserap dan kegiatan lapangan dapat segera dieksekusi. Kita harus bekerja keras dan secara menerus meningkatkan kinerja, sehingga harapan dan target yang sudah ditetapkan dapat dicapai tepat waktu," tutur Dadih.
Dadih memaparkan, Indonesia memiliki potensi lahan rawa yang sangat besar tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Daerah rawa di Indonesia memiliki potensi lahan seluas 33,4 juta hektar yang terdiri dari lahan rawa pasang surut seluas 23,05 juta hektar dan rawa lebak seluas 10,35 juta hektar.
"Dari jumlah tersebut, yang potensial untuk pertanian seluas 10,90 juta hektar. Sesuai arahan Menteri Pertanian, potensi lahan rawa yang sangat besar ini akan digarap dalam kerangka kegiatan optimasi lahan untuk peningkatan produksi pangan nasional dengan tag line program SERASI," jelasnya.
Tahun 2019, lanjutnya, pengembangan lahan rawa akan ditargetkan seluas 500 ribu hektar yang tersebar di 5 provinsi. Yaitu Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung dan Sulawesi Selatan.
"Ditjen PSP sesuai tugas dan fungsinya bertanggung jawab terhadap aspek pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang diperlukan. Serta bantuan alat mesin pertanian pra panen yang diperlukan," katanya.
Untuk lahan rawa, Ditjen PSP telah menyiapkan bantuan 200 unit ekscavator besar dan 14 unit ekscavator mini dari pengadaan tahun 2018. Direncanakan akan dilakukan penambahan sebanyak 30 unit ekscavator mini pada tahun 2019.
Ditjen PSP telah mengevaluasi pelaksanaan cetak sawah. Selama 2014-2018, realisasi cetak sawah mencapai 219.275,1 hektar. Menurut Dadih, masih banyak kendala dan permasalahan yang di hadapi di lapangan.
"Jika memungkinkan, kekurangan perluasan areal pertanian melalui kegiatan cetak sawah ini dapat dipenuhi melalui kegiatan optimasi lahan rawa dengan unit cost yang lebih kecil," ungkapnya.
Ditjen PSP masih melanjutkan persiapan Konsepsi pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Pembiayaan Pertanian. Saat ini, badan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) Lembaga Pengelola Modal Usaha Pertanian (LPMUP) Kementan sedang dalam proses pengajuan pembentukan Satuan Kerja (Satker) ke Kementerian PAN RB.
Ke depan, lembaga ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas atau akses permodalan usaha kepada petani, poktan, gapoktan melalui PK-BLU LPMUP. Selain itu, menyediakan fasilitas permodalan sesuai karakteristik kebutuhan modal petani (tepat jenis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga).
"PK-BLU LPMUP juga untuk mendukung keberlanjutan usaha tani bagi petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani," tambah Dadih.
Khusus pupuk bersubsidi, Kementan mendapat anggaran sebesar 9,55 juta ton. Namun diblokir 676 ribu ton, sehingga alokasi pupuk subsidi tahun 2019 sesuai Permentan adalah sebesar 8,874 juta ton pada 2019.
Jenis pupuk yang diberikan masih sama. Yaitu UREA, SP-36, ZA, NPK dan pupuk organik. Mulai tahun 2017, telah dilakukan upaya pendataan petani berbasis elektronik (e-RDKK) dengan dasar Nomor Induk Kependudukan (NIK). Penerapan e-RDKK dilaksanakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi kepada pihak yang tidak berhak.
"Diharapkan di waktu mendatang penyaluran pupuk bersubsidi dapat tepat waktu, tepat jumlah dan tepat mutu," pungkasnya.
Pertama, optimasi lahan rawa untuk mendukung produksi padi nasional serta dukungan PSP terhadap Program "SERASI" (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani). Kedua, kegiatan cetak sawah terkait dengan pencapaian target Nawacita dan evaluasi pelaksanaannya.
Ketiga, pemberdayaan dan pendayagunaan bantuan alat dan mesin pertanian, khususnya excavator berat, dan alsintan lainnya. Keempat, konsepsi Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Pembiayaan Pertanian.
"Dan kelima, alokasi pupuk bersubsidi melalui penyusunan e-RDKK dan pendekatan kartu tani," sebut Direktur Jenderal PSP Kementan, Dadih Permana dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews di Jakarta.
Di hadapan 156 peserta dan 25 Kepala Dinas Pertanian Provinsi, Dadih menjelaskan, alokasi anggaran pembangunan prasarana dan sarana pertanian tahun 2019 sebesar Rp4,9 triliun. Program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian masih menjadi prioritas utama pembangunan pertanian nasional.
"Oleh karena itu, secara khusus saya ingin memastikan dan meminta agar saudara-saudara bekerja serius dan bersungguh-sungguh. Agar anggaran yang sudah dialokasikan dapat segera diserap dan kegiatan lapangan dapat segera dieksekusi. Kita harus bekerja keras dan secara menerus meningkatkan kinerja, sehingga harapan dan target yang sudah ditetapkan dapat dicapai tepat waktu," tutur Dadih.
Dadih memaparkan, Indonesia memiliki potensi lahan rawa yang sangat besar tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Daerah rawa di Indonesia memiliki potensi lahan seluas 33,4 juta hektar yang terdiri dari lahan rawa pasang surut seluas 23,05 juta hektar dan rawa lebak seluas 10,35 juta hektar.
"Dari jumlah tersebut, yang potensial untuk pertanian seluas 10,90 juta hektar. Sesuai arahan Menteri Pertanian, potensi lahan rawa yang sangat besar ini akan digarap dalam kerangka kegiatan optimasi lahan untuk peningkatan produksi pangan nasional dengan tag line program SERASI," jelasnya.
Tahun 2019, lanjutnya, pengembangan lahan rawa akan ditargetkan seluas 500 ribu hektar yang tersebar di 5 provinsi. Yaitu Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung dan Sulawesi Selatan.
"Ditjen PSP sesuai tugas dan fungsinya bertanggung jawab terhadap aspek pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang diperlukan. Serta bantuan alat mesin pertanian pra panen yang diperlukan," katanya.
Untuk lahan rawa, Ditjen PSP telah menyiapkan bantuan 200 unit ekscavator besar dan 14 unit ekscavator mini dari pengadaan tahun 2018. Direncanakan akan dilakukan penambahan sebanyak 30 unit ekscavator mini pada tahun 2019.
Ditjen PSP telah mengevaluasi pelaksanaan cetak sawah. Selama 2014-2018, realisasi cetak sawah mencapai 219.275,1 hektar. Menurut Dadih, masih banyak kendala dan permasalahan yang di hadapi di lapangan.
"Jika memungkinkan, kekurangan perluasan areal pertanian melalui kegiatan cetak sawah ini dapat dipenuhi melalui kegiatan optimasi lahan rawa dengan unit cost yang lebih kecil," ungkapnya.
Ditjen PSP masih melanjutkan persiapan Konsepsi pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Pembiayaan Pertanian. Saat ini, badan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) Lembaga Pengelola Modal Usaha Pertanian (LPMUP) Kementan sedang dalam proses pengajuan pembentukan Satuan Kerja (Satker) ke Kementerian PAN RB.
Ke depan, lembaga ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas atau akses permodalan usaha kepada petani, poktan, gapoktan melalui PK-BLU LPMUP. Selain itu, menyediakan fasilitas permodalan sesuai karakteristik kebutuhan modal petani (tepat jenis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga).
"PK-BLU LPMUP juga untuk mendukung keberlanjutan usaha tani bagi petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani," tambah Dadih.
Khusus pupuk bersubsidi, Kementan mendapat anggaran sebesar 9,55 juta ton. Namun diblokir 676 ribu ton, sehingga alokasi pupuk subsidi tahun 2019 sesuai Permentan adalah sebesar 8,874 juta ton pada 2019.
Jenis pupuk yang diberikan masih sama. Yaitu UREA, SP-36, ZA, NPK dan pupuk organik. Mulai tahun 2017, telah dilakukan upaya pendataan petani berbasis elektronik (e-RDKK) dengan dasar Nomor Induk Kependudukan (NIK). Penerapan e-RDKK dilaksanakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi kepada pihak yang tidak berhak.
"Diharapkan di waktu mendatang penyaluran pupuk bersubsidi dapat tepat waktu, tepat jumlah dan tepat mutu," pungkasnya.
(ven)