Pertanian Butuh Inovasi Teknologi demi Kedaulatan Tani
A
A
A
JAKARTA - Guna mewujudkan kedaulatan pangan serta pemberantasan mafia pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) siap ikut andil mendukung Kementerian Pertanian (Kementan) melalui berbagai program strategis. Menurut Rektor IPB Arif Satria, era saat ini bukan lagi waktunya saling berkompetisi. Namun diperlukan sinergi untuk mencapai tujuan positif, misalnya antara sivitas akademika dan lembaga pemerintah.
Sambung dia mengemukakan, sinergi untuk kebaikan pertanian Indonesia tentu saja juga harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang semakin pesat saat ini. Oleh sebab itu, ucap Arif, maka sektor pertanian nasional yang ingin menuju kedaulatan, kemandirian dan tanpa mafia perlu memanfaatkan juga sistem revolusi teknologi 4.0.
"Revolusi industri 4.0 mau tidak mau, suka tidak suka, harus dilakukan. Sekarang eranya dari premium ke freemium. Semuanya dengan kemajuan teknologi menjadi cepat dan murah," ujar Arif, Senin (28/1/2019).
Begitu juga dengan IPB yang ingin memajukan pangan nasional sekarang maupun mendatang untuk membantu kinerja Kementerian Pertanian, Arif mengatakan, telah mulai membangun sistem berbasis revolusi teknologi 4.0. Terang dia, kini IPB telah meluncurkan konsep AgroMaritim 4.0 sebagai bagian solusi masalah pertanian nasional dan merealisasikan kedaulatan pangan berbasis teknologi.
"Kongkritnya, di hulu mengarah ke precision farming, best management, appropriate fertilizer, bibit unggul dan sampai dengan digital logistic. Jadi pertanian memanfaatkan revolusi 4.0," ucapnya.
Melalui sistem teknologi tersebut, Arif menyampaikan, dapat menjadi landasan komitmen untuk mengantarkan pemanfaatan teknologi khususnya di sektor pertanian sesuai zamannya. "Teknologi blockchain juga sudah mulai digunakan. Dengan teknologi itu, semua bisa saling mengontrol informasi dengan perkembangan teknologi," paparnya.
Kemudian menurutnya, pemanfaatan revolusi industri 4.0 di pertanian harus dilaksanakam serba tepat, seperti pemupukan, penggunaan alat pertanian, penggunaan bibit unggul dan agro logistik. Sehingga, segala proses dari hulu, hilir, produsen, prosesing, perdagangan, tak lagi tersentralisasi dan mampu memperluas cakupan informasi melalui website untuk melawan mafia pangan.
Dengan begitu, tuturnya, diharapkan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman tidak lagi tunggal melawan mafia pangan. Namun juga petani dapat ikut mengawasinya sebab dibantu teknologi. "Petani bisa mengawasi pertaniannya. Tercipta transparansi. Sistem ini sedang dikembangkan tentang supaya mafia pangan tidak ada lagi," ujar Arif.
Sebelumnya, belum lama ini di Bogor, Jawa Barat, Mentan Amran mengungkapkan, selama 4 tahun masa pemerintahan Joko Widodo, sebanyak 782 orang diduga mafia pangan telah diproses hukum dan 409 dipenjarakan serta ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, kata Amran, ada 15 perusahaan sektor pertanian telah dikategorikan masuk daftar hitam dan 21 usaha menjelang akan ditutup kementeriannya
Sambung dia mengemukakan, sinergi untuk kebaikan pertanian Indonesia tentu saja juga harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang semakin pesat saat ini. Oleh sebab itu, ucap Arif, maka sektor pertanian nasional yang ingin menuju kedaulatan, kemandirian dan tanpa mafia perlu memanfaatkan juga sistem revolusi teknologi 4.0.
"Revolusi industri 4.0 mau tidak mau, suka tidak suka, harus dilakukan. Sekarang eranya dari premium ke freemium. Semuanya dengan kemajuan teknologi menjadi cepat dan murah," ujar Arif, Senin (28/1/2019).
Begitu juga dengan IPB yang ingin memajukan pangan nasional sekarang maupun mendatang untuk membantu kinerja Kementerian Pertanian, Arif mengatakan, telah mulai membangun sistem berbasis revolusi teknologi 4.0. Terang dia, kini IPB telah meluncurkan konsep AgroMaritim 4.0 sebagai bagian solusi masalah pertanian nasional dan merealisasikan kedaulatan pangan berbasis teknologi.
"Kongkritnya, di hulu mengarah ke precision farming, best management, appropriate fertilizer, bibit unggul dan sampai dengan digital logistic. Jadi pertanian memanfaatkan revolusi 4.0," ucapnya.
Melalui sistem teknologi tersebut, Arif menyampaikan, dapat menjadi landasan komitmen untuk mengantarkan pemanfaatan teknologi khususnya di sektor pertanian sesuai zamannya. "Teknologi blockchain juga sudah mulai digunakan. Dengan teknologi itu, semua bisa saling mengontrol informasi dengan perkembangan teknologi," paparnya.
Kemudian menurutnya, pemanfaatan revolusi industri 4.0 di pertanian harus dilaksanakam serba tepat, seperti pemupukan, penggunaan alat pertanian, penggunaan bibit unggul dan agro logistik. Sehingga, segala proses dari hulu, hilir, produsen, prosesing, perdagangan, tak lagi tersentralisasi dan mampu memperluas cakupan informasi melalui website untuk melawan mafia pangan.
Dengan begitu, tuturnya, diharapkan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman tidak lagi tunggal melawan mafia pangan. Namun juga petani dapat ikut mengawasinya sebab dibantu teknologi. "Petani bisa mengawasi pertaniannya. Tercipta transparansi. Sistem ini sedang dikembangkan tentang supaya mafia pangan tidak ada lagi," ujar Arif.
Sebelumnya, belum lama ini di Bogor, Jawa Barat, Mentan Amran mengungkapkan, selama 4 tahun masa pemerintahan Joko Widodo, sebanyak 782 orang diduga mafia pangan telah diproses hukum dan 409 dipenjarakan serta ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, kata Amran, ada 15 perusahaan sektor pertanian telah dikategorikan masuk daftar hitam dan 21 usaha menjelang akan ditutup kementeriannya
(akr)