Produksi Minyak Global Turun, ICP Januari Naik ke USD56,55/Barel
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) mengalami kenaikan pada bulan Januari 2019 menjadi USD56,55/barel, dibandingkan ICP Desember 2018 sebesar USD54,81/barel, atau naik USD1,74/barel.
Kenaikan juga terjadi pada harga minyak nasional Sumatera Light Crude (SLC) menjadi USD57,46/barel. SLC naik sebesar USD1,83/barel dari bulan Desember yang mencapai USD 55,63/barel
"Peningkatan harga ICP dan SLC tersebut sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah utama di pasar internasional pada bulan Januari 2019 bila dibandingkan bulan sebelumnya," ungkap Tim Harga Minyak seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Selasa (5/2/2019).
Untuk periode tersebut, tercatat Dated Brent naik sebesarUSD2,07/barel dari USD57,39/barel menjadi USD59,46/barel. Brent (ICE) naik USD2,57/barel dari USD57,67/barel menjadi USD60,24/barel. Sementara WTI (Nymex) naik USD2,57/barel dari USD48,98/barel menjadi USD51,55/barel. Kemudian, Basket OPEC naik sebesar USD1,68/barel dari USD56,94/barel menjadi USD58,62/barel.
Kenaikan harga minyak mentah dunia ini dipengaruhi laporan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang mencatat adanya penurunan produksi minyak dari negara-negara OPEC maupun non-OPEC sebesar 1,27 juta barel/hari (bph) yang berlaku sejak Januari 2019, serta turunnya pasokan minyak mentah global pada bulan Desember 2018 sebesar 350.000 bph.
Bahkan, ekspor minyak mentah Arab Saudi sebagai salah satu anggota OPEC di bulan Desember 2018 turun sebesar 639.000 bph menjadi 7,5 juta bph dibanding bulan sebelumnya.
OPEC juga mencatat penurunan jumlah rig minyak global pada bulan Desember 2018 dari 1.944 rig menjadi 1.911 rig (turun 33 rig). Berdasarkan laporan Baker Hughes di bulan Januari 2019, Jumlah rig minyak di Amerika Serikat pada bulan Januari 2019 mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Desember 2018 sebesar 23 rig, dari 885 rig menjadi 862 rig.
Di samping itu, prospek berakhirnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China setelah kedua negara melakukan pertemuan di Beijing menjadi salah satu faktor pemicu peningkatan harga minyak mentah di kawasan Asia. Hal ini juga sejalan dengan pengenaan sanksi AS kepada perusahaan minyak Venezuela yang dapat menyebabkan tertundanya pemulihan produksi negara tersebut.
Kenaikan juga terjadi pada harga minyak nasional Sumatera Light Crude (SLC) menjadi USD57,46/barel. SLC naik sebesar USD1,83/barel dari bulan Desember yang mencapai USD 55,63/barel
"Peningkatan harga ICP dan SLC tersebut sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah utama di pasar internasional pada bulan Januari 2019 bila dibandingkan bulan sebelumnya," ungkap Tim Harga Minyak seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Selasa (5/2/2019).
Untuk periode tersebut, tercatat Dated Brent naik sebesarUSD2,07/barel dari USD57,39/barel menjadi USD59,46/barel. Brent (ICE) naik USD2,57/barel dari USD57,67/barel menjadi USD60,24/barel. Sementara WTI (Nymex) naik USD2,57/barel dari USD48,98/barel menjadi USD51,55/barel. Kemudian, Basket OPEC naik sebesar USD1,68/barel dari USD56,94/barel menjadi USD58,62/barel.
Kenaikan harga minyak mentah dunia ini dipengaruhi laporan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang mencatat adanya penurunan produksi minyak dari negara-negara OPEC maupun non-OPEC sebesar 1,27 juta barel/hari (bph) yang berlaku sejak Januari 2019, serta turunnya pasokan minyak mentah global pada bulan Desember 2018 sebesar 350.000 bph.
Bahkan, ekspor minyak mentah Arab Saudi sebagai salah satu anggota OPEC di bulan Desember 2018 turun sebesar 639.000 bph menjadi 7,5 juta bph dibanding bulan sebelumnya.
OPEC juga mencatat penurunan jumlah rig minyak global pada bulan Desember 2018 dari 1.944 rig menjadi 1.911 rig (turun 33 rig). Berdasarkan laporan Baker Hughes di bulan Januari 2019, Jumlah rig minyak di Amerika Serikat pada bulan Januari 2019 mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Desember 2018 sebesar 23 rig, dari 885 rig menjadi 862 rig.
Di samping itu, prospek berakhirnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China setelah kedua negara melakukan pertemuan di Beijing menjadi salah satu faktor pemicu peningkatan harga minyak mentah di kawasan Asia. Hal ini juga sejalan dengan pengenaan sanksi AS kepada perusahaan minyak Venezuela yang dapat menyebabkan tertundanya pemulihan produksi negara tersebut.
(fjo)