Kementan Berkomitmen Bayar Utang Pupuk Bersubsidi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen akan membayar utang kepada sejumlah perusahaan yang tergabung dalam induk BUMN pupuk. Utang Kementan tercatat sebesar Rp9 triliun yang merupakan sisa kurang bayar pemerintah terhadap pupuk bersubsidi sejak 2015 lalu.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengungkapkan pemerintah membutuhkan dana setidaknya Rp28 triliun-Rp30 triliun untuk membayar subsidi pupuk per tahun. Dikatakannya, dana yang dianggarkan dalam APBN selalu saja kurang dan tak bisa melunasi seluruh utang subsidi tahun sebelumnya.
"Jadi setelah diaudit terlihat selalu ada kurang bayar. Ini karena untuk tahun berjalan saja biasanya kurang," ungkap Sarwo di Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Namun, Sarwo menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk membayar sisa utang pupuk bersubsidi tahun ini, setelah membayar utang subsidi pupuk sebesar Rp7,8 triliun pada 2018.
"Kalau dana subsidi biasanya ada pada bendahara umum negara yakni Kementerian Keuangan. Untuk membayar utang menggunakan kantong subsidi juga, tapi beda posnya," ungkapnya.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan, Muhrizal Sarwani, menambahkan berdasarkan APBN 2019, alokasi anggaran untuk subsidi pupuk sebesar Rp29,5 triliun. Angka itu rencananya akan digunakan untuk menyediakan pupuk subsidi sebanyak 9,55 juta ton.
Dana itu, lanjut Muhrizal, belum termasuk untuk membayar sisa utang pemerintah kepada perusahaan yang masuk dalam holding BUMN pupuk. Namun, ia tak menyebut secara pasti jumlah yang dialokasikan untuk membayar sisa utang subsidi pupuk.
"Tapi nampaknya di bawah Rp9 triliun. Nampaknya masih belum bisa semua diselesaikan," tutur Muhrizal.
Corporate Communication Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, mengungkapkan pemerintah selalu kooperatif untuk melunasi pembayaran setiap tahunnya. Ia juga memastikan piutang pemerintah ini tak mengganggu arus kas perusahaan.
"Sepanjang 2018, pemerintah melakukan pembayaran dengan mencairkan anggaran subsidi pupuk sebanyak 10 kali. Jadi sudah membayar utang subsidi dari 2014 dan 2015 sebesar Rp7,9 triliun. Secara keseluruhan hal tersebut (piutang ke pemerintah) tidak mengganggu kinerja perusahaan," kata Wijaya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengungkapkan pemerintah membutuhkan dana setidaknya Rp28 triliun-Rp30 triliun untuk membayar subsidi pupuk per tahun. Dikatakannya, dana yang dianggarkan dalam APBN selalu saja kurang dan tak bisa melunasi seluruh utang subsidi tahun sebelumnya.
"Jadi setelah diaudit terlihat selalu ada kurang bayar. Ini karena untuk tahun berjalan saja biasanya kurang," ungkap Sarwo di Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Namun, Sarwo menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk membayar sisa utang pupuk bersubsidi tahun ini, setelah membayar utang subsidi pupuk sebesar Rp7,8 triliun pada 2018.
"Kalau dana subsidi biasanya ada pada bendahara umum negara yakni Kementerian Keuangan. Untuk membayar utang menggunakan kantong subsidi juga, tapi beda posnya," ungkapnya.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan, Muhrizal Sarwani, menambahkan berdasarkan APBN 2019, alokasi anggaran untuk subsidi pupuk sebesar Rp29,5 triliun. Angka itu rencananya akan digunakan untuk menyediakan pupuk subsidi sebanyak 9,55 juta ton.
Dana itu, lanjut Muhrizal, belum termasuk untuk membayar sisa utang pemerintah kepada perusahaan yang masuk dalam holding BUMN pupuk. Namun, ia tak menyebut secara pasti jumlah yang dialokasikan untuk membayar sisa utang subsidi pupuk.
"Tapi nampaknya di bawah Rp9 triliun. Nampaknya masih belum bisa semua diselesaikan," tutur Muhrizal.
Corporate Communication Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, mengungkapkan pemerintah selalu kooperatif untuk melunasi pembayaran setiap tahunnya. Ia juga memastikan piutang pemerintah ini tak mengganggu arus kas perusahaan.
"Sepanjang 2018, pemerintah melakukan pembayaran dengan mencairkan anggaran subsidi pupuk sebanyak 10 kali. Jadi sudah membayar utang subsidi dari 2014 dan 2015 sebesar Rp7,9 triliun. Secara keseluruhan hal tersebut (piutang ke pemerintah) tidak mengganggu kinerja perusahaan," kata Wijaya.
(ven)