Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Harus Pro-Investasi

Jum'at, 15 Februari 2019 - 12:25 WIB
Revisi Undang-Undang...
Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Harus Pro-Investasi
A A A
JAKARTA - Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) harus simpel dan proinvestasi sehingga investor tertarik mencari migas di Indonesia. Ini penting untuk mendongkrak lifting migas. "Jangan sampai menyulitkan investor sehingga dia tertarik mencari migas di Indonesia,” kata anggota Komisi VII DPR Kurtubi kepada KORAN SINDO kemarin.

Menurut dia, draf revisi UU Migas yang merupakan tupoksi Komisi VII DPR sudah selesai dibahas menjadi RUU Migas yang baru.
Menurut dia, inti revisi UU Migas ialah tata kelola migas ke depan tidak boleh melanggar konstitusi.

”Untuk itu, supaya tidak melanggar konstitusi, maka yang mengelola harus perusahaan negara atau diserahkan kepada Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Di sini SKK Migas harus bergabung bersama Pertamina,” ujar dia.

Kurtubi menandaskan, sejak Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012, kemudian berganti nama menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak memiliki kekuatan hukum karena hanya bersifat sementara.

Sebab itu, untuk menjalankan UU Migas baru, SKK Migas bersama Pertamina harus dilebur dalam satu wadah, yaitu BUK Migas. Tak berhenti di situ, Badan Pengatur Hilir Minyak (BPH Migas) juga harus dilebur menjadi satu bersama Direktorat Jenderal Migas Kementerian Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) supaya sistem menjadi sederhana.

”Ini keputusan Komisi VII DPR sebagai komisi teknis. Jadi RUU Migas nanti seperti itu. BPH Migas tidak boleh muncul lagi di sistem perminyakan nasional sehingga harus dikembalikan ke Ditjen Migas,” tandas Kurtubi.

Namun, draf revisi yang telah diputuskan di Komisi VII DPR tersebut bertentangan dengan Badan Legislasi DPR. Sejumlah fraksi di Baleg justru memasukkan kembali BPH Migas ke dalam pasal-pasal draf revisi UU Migas. ”Bahkan kewenangan BPH Migas diperluas boleh melakukan impor migas. Saya 100% tidak setuju. BPH Migas harus dibubarkan dan disatukan dengan Ditjen Migas,” kata Kurtubi.

Rencananya, revisi UU Migas baru akan dibahas kembali bersama pemerintah setelah masa pemilu. Pihaknya optimistis RUU Migas dapat disahkan tahun ini. ”Karena ini tahun politik kemungkinan setelah bulan April baru dibahas lagi. Mudah-mudahan akhir tahun ini bisa disahkan,” ujar Kurtubi. Hal itu berbeda dengan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto.

Djoko mengatakan, pemerintah tetap berkeinginan SKK Migas dan BPH Migas berjalan secara terpisah seperti sekarang. Pakar Energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menilai, konsep kelembagaan dari pemerintah pada dasarnya sudah benar. Pasalnya SKK Migas masih diperlukan.

Hanya saja, SKK Migas harus bersifat BUMN khusus yang mendapatkan kuasa pertambangan di hulu berdasarkan aturan UU Migas dan lex specialis baik dalam fungsi maupun kewenangan. ”Termasuk penyederhanaan perizinan di hulu migas dan pengurusan perpajakan,” ujar dia.

Presiden Joko Widodo berkeinginan revisi UU Migas dapat disahkan tahun ini. Meski begitu, pihaknya menyadari jika menyatukan draf revisi DPR dengan pemerintah memang tidak mudah sehingga memerlukan proses panjang.

”Kita inginkan tahun ini, tapi memang itu membutuhkan proses yang panjang,” ungkap Jokowi di Bogor, Jawa Barat, belum lama ini. Pemerintah saat ini tengah menggodok daftar inventaris masalah (DIM) revisi Undang- UndangNo22/ 2001tentangMinyak dan Gas Bumi (Migas).

Inventaris masalah telah diserahkan kembali kepada Kementerian ESDM pada 18 Januari 2019 untuk dibahas lebih lanjut setelah melalui Sekretariat Negara. Kementerian ESDM mempunyai waktu 60 hari untuk membahas kembali daftar inventaris masalah bersama kementerian/ lembaga terkait sebelum dibahas bersama DPR.

”Kami baru berkumpul bersama kementerian/lembaga terkait untuk meminta masukan. Se-karang masih da-lam pembahasan,” ujar Kepala Biro Hu kum Kementerian ESDM Hufron Asrofi di Jakarta kemarin.

Menurut dia, masukan dari seluruh pihak terkait diperlukan sebelum nantinya disetujui Presiden dan dibahas bersama DPR. Meski begitu, Hufron tidak menjelaskan secara rinci permasalahan DIM. Namun yang jelas, draf tersebut nantinya akan disandingkan dengan yang sudah digodok oleh Komisi VII DPR.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0868 seconds (0.1#10.140)