Ini Dampak Kawasan Berikat dan KITE untuk Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Bea Cukai secara resmi merilis survei manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), hasil kerja sama antara Bea Cukai dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan University Network for Indonesia Export Development (UNIED).
Hasilnya, kedua fasilitas tersebut terbukti telah membawa dampak yang positif dalam mendorong perekonomian di berbagai sektor Industri di seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan langkah strategis yang tengah diupayakan pemerintah dalam mendorong ekspor nasional.
"Rasio ekspor terhadap impor yang menggunakan fasilitas KB dan KITE sebesar 2,40, artinya setiap nilai USD1 bahan baku yang diimpor dengan kedua fasilitas tersebut telah menghasilkan nilai USD2,40 produk yang telah diekspor," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Senin (18/2/2019).
Dia mengatakan, kontribusi nilai ekspor KB dan KITE mencapai Rp780,83 triliun atau setara dengan 34,37% nilai ekspor nasional. Nilai tambah KB dan KITE terhadap perekonomian mencapai Rp402,5 triliun.
"Jumlah tenaga kerja yang diserap dari pemanfaatan fasilitas ini mencapai 1,95 juta orang di mana 97% dari total tersebut diisi oleh tenaga kerja lokal, nilai penerimaan dari pajak pusat mencapai Rp85,49 triliun dan pajak daerah mencapai Rp5,11 triliun," paparnya.
Tidak hanya itu, nilai investasi yang dihasilkan dari kedua fasilitas ini mencapai Rp178,17 triliun, serta menciptakan aktivitas ekonomi tak langsung (indirect economy activities) di antaranya tumbuhnya jumlah 95.251 jaringan usaha langsung, dan 268.509 usaha tidak langsung yang meliputi usaha akomodasi, perdagangan, makanan, dan transportasi.
Heru menambahkan, survei kali ini merupakan survei kedua yang dilakukan oleh Bea Cukai dan hasilnya tidak jauh berbeda dari survei pertama yang dilakukan oleh Bea Cukai yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Survei kedua ini dilakukan untuk memastikan bahwa dampak ekonomi fasilitas KB dan KITE tetap positif, di samping juga untuk merumuskan penajaman formulasi kebijakan selanjutnya.
"Mengingat berbagai dampak positif yang telah timbul dari pemanfaatan kedua fasilitas tersebut, Bea Cukai terus menciptakan berbagai inovasi untuk meningkatkan ekspor. Kali ini, Bea Cukai telah memperbarui peraturan KITE Pembebasan dan KITE Pengembalian," katanya.
Peraturan baru ini merupakan deregulasi dan penyederhanaan peraturan sebelumnya. Kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 160/PMK.04/2018 dan nomor 161/PMK.04/2018 yang mulai berlaku pada 18 Februari 2019.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa industri padat karya berorientasi pada fasilitas KB sedangkan industri padat modal berorientasi pada fasilitas KITE. Sedangkan sebaran fasilitas KB dan KITE menunjukkan adanya pilihan wilayah industri di Pulau Jawa.
Pilihan orientasi-orientasi tersebut kembali kepada efisiensi dan produktivitas dari masing-masing industri, misalnya untuk mengoptimalkan ekspor dari sektor perkebunan dan peternakan melalui KB Hortikultura dan KB sapi; mengoptimalkan ekspor industri pangan dari olahan CPO melalui KB hilirisasi CPO; Mengoptimalkan serapan tenaga kerja pada industri TPT dan alas kaki melalui KB dan KITE TPT dan alas kaki, dan Mengembangkan industri kreatif dan industri tematik melalui KB fashion muslim.
Hasilnya, kedua fasilitas tersebut terbukti telah membawa dampak yang positif dalam mendorong perekonomian di berbagai sektor Industri di seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan langkah strategis yang tengah diupayakan pemerintah dalam mendorong ekspor nasional.
"Rasio ekspor terhadap impor yang menggunakan fasilitas KB dan KITE sebesar 2,40, artinya setiap nilai USD1 bahan baku yang diimpor dengan kedua fasilitas tersebut telah menghasilkan nilai USD2,40 produk yang telah diekspor," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Senin (18/2/2019).
Dia mengatakan, kontribusi nilai ekspor KB dan KITE mencapai Rp780,83 triliun atau setara dengan 34,37% nilai ekspor nasional. Nilai tambah KB dan KITE terhadap perekonomian mencapai Rp402,5 triliun.
"Jumlah tenaga kerja yang diserap dari pemanfaatan fasilitas ini mencapai 1,95 juta orang di mana 97% dari total tersebut diisi oleh tenaga kerja lokal, nilai penerimaan dari pajak pusat mencapai Rp85,49 triliun dan pajak daerah mencapai Rp5,11 triliun," paparnya.
Tidak hanya itu, nilai investasi yang dihasilkan dari kedua fasilitas ini mencapai Rp178,17 triliun, serta menciptakan aktivitas ekonomi tak langsung (indirect economy activities) di antaranya tumbuhnya jumlah 95.251 jaringan usaha langsung, dan 268.509 usaha tidak langsung yang meliputi usaha akomodasi, perdagangan, makanan, dan transportasi.
Heru menambahkan, survei kali ini merupakan survei kedua yang dilakukan oleh Bea Cukai dan hasilnya tidak jauh berbeda dari survei pertama yang dilakukan oleh Bea Cukai yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Survei kedua ini dilakukan untuk memastikan bahwa dampak ekonomi fasilitas KB dan KITE tetap positif, di samping juga untuk merumuskan penajaman formulasi kebijakan selanjutnya.
"Mengingat berbagai dampak positif yang telah timbul dari pemanfaatan kedua fasilitas tersebut, Bea Cukai terus menciptakan berbagai inovasi untuk meningkatkan ekspor. Kali ini, Bea Cukai telah memperbarui peraturan KITE Pembebasan dan KITE Pengembalian," katanya.
Peraturan baru ini merupakan deregulasi dan penyederhanaan peraturan sebelumnya. Kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 160/PMK.04/2018 dan nomor 161/PMK.04/2018 yang mulai berlaku pada 18 Februari 2019.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa industri padat karya berorientasi pada fasilitas KB sedangkan industri padat modal berorientasi pada fasilitas KITE. Sedangkan sebaran fasilitas KB dan KITE menunjukkan adanya pilihan wilayah industri di Pulau Jawa.
Pilihan orientasi-orientasi tersebut kembali kepada efisiensi dan produktivitas dari masing-masing industri, misalnya untuk mengoptimalkan ekspor dari sektor perkebunan dan peternakan melalui KB Hortikultura dan KB sapi; mengoptimalkan ekspor industri pangan dari olahan CPO melalui KB hilirisasi CPO; Mengoptimalkan serapan tenaga kerja pada industri TPT dan alas kaki melalui KB dan KITE TPT dan alas kaki, dan Mengembangkan industri kreatif dan industri tematik melalui KB fashion muslim.
(fjo)