Memimpin dengan Tulus dan Banyak Mendengar

Kamis, 21 Februari 2019 - 12:19 WIB
Memimpin dengan Tulus...
Memimpin dengan Tulus dan Banyak Mendengar
A A A
Perkembangan pasar modal Indonesia membutuhkan infrastruktur dan keterbukaan bagi seluruh pelaku pasar.

Salah satu yang menentukan infrastruktur tersebut adalah PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai clearing house yang menyelenggarakan penyelesaian transaksi pasar modal. KSEI kini dinakhodai oleh Friderica Widyasari Dewi.

Pengalamannya panjang di pasar modal sehingga sangat paham kelebihan dan kekurangan industri ini. Belum lama gelar akademiknya kian komplet setelah berhasil menaklukkan sidang disertasi untuk meraih gelar doktor dari UGM.

Namun, semua pencapaian itu tidak menjadikannya tinggi hati. Dia tetap membumi dan menjadikan keharmonisan keluarga sebagai sumber kekuatannya. Berikut petikan wawancaranya.

Apa tantangan dalam menyelesaikan S3 di tengah kesibukan sangat padat?
Bagi saya ini pencapaian tersendiri karena saya ingin naskah akademis saya bisa dimanfaatkan luas oleh publik. Tantangan utamanya adalah saya mesti berkejaran dengan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dinamis di lapangan. Sementara saya harus selalu update data yang saya tuliskan sebelum sidang supaya sesuai dengan teori yang digunakan. Tapi, saya sangat puas karena banyak yang jadi semangat untuk lanjut kuliah lagi.

Apa yang menarik dari dunia pasar modal?
Pasar modal lingkungannya sangat dinamis. Saya sangat senang berkarier di sini dan telah banyak dilakukan saat masih diatur Bapepam hingga sekarang OJK. Ada banyak perubahan signifikan dari nilai transaksi perdagangan maksimal Rp2 triliun per hari dan sekarang bisa mencapai Rp8 triliun.

Semua itu karena ditunjang infrastruktur yang mumpuni mulai dari teknologi, legal, inovasi produk, marketing , dan sosialisasi di masyarakat. Dampak pasar modal sangat besar terhadap perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat. Pasar modal hadir sebagai wahana investasi.

Misalnya dulu ada perusahaan, tapi dimiliki keluarga kaya saja. Sekarang dengan uang Rp100.000 sudah bisa beli saham. Sementara bagi perusahaan diuntungkan sebagai alternatif modal untuk ekspansi dibandingkan pinjaman bank yang bisa jadi beban cost of fund .

Kemudian perusahaan bisa berkembang, lalu menyerap tenaga kerja, dan membayar pajak untuk perekonomian nasional. Masih banyak yang bisa dikembangkan di pasar modal dan kami tidak pernah lelah untuk itu.

Apa pengalaman berkesan selama berkarier di pasar modal?
Pengalaman tentu banyak yang manis dan juga menantang seperti momen 2008. Saat itu kondisinya sangat stres. Semua memantau perkembangan market setiap detik. Saat itu saya sudah di Bursa Efek Indonesia (BEI), tapi kini partisipasi investor domestik makin besar porsinya 54%, sisanya asing.

Kalau dulu bisa 75% untuk kepemilikan asing. Risikonya kita langsung terkena dampak gejolak di Amerika Serikat (AS) atau Eropa pada saat mereka ëbatukbatukí, sedangkan kondisi kita sehat. Jadi, kalau seketika terjadi sudden reversal , pasar kita tidak lagi langsung terpukul.

Ini semua berkat Self Regulatory Organization (SRO) atau Organisasi Regulator Mandiri yang melakukan sosialisasi tidak pernah lelah dan kreatif menyasar anak muda. Bahkan, sekarang volume transaksi investor lokal juga semakin aktif.

Bagaimana posisi KSEI sebagai SRO?
KSEI salah satu dari tiga SRO pasar modal, tapi BEI lebih dikenal karena banyak bersentuhan dengan investor dan publik. Posisi kami sebagai pendukung juga cukup krusial. KSEI mengurus penyimpanan dan penyelesaian efek surat berharga pasar modal.

Semuanya disimpan di sini. Inovasi kami kemarin dengan inovasi T+3 yang telah berjalan mulus lalu sekarang menuju T+2. Kami juga memiliki banyak pencapaian lain yang mengubah lanskap industri pasar modal seperti scriptless untuk memudahkan.

Dulu saat melakukan aksi korporasi, semua berkas dalam bentuk kertas bisa penuh satu ruangan dan pegawai kita sibuk mengecap seperti kantor kelurahan. Infrastruktur rekening dana nasabah juga inovasi penting supaya data nasabah tidak dimainkan broker. Sekarang keamanan lebih terjamin.

Bagaimana anda melihat teknologi dan peran manusia?
Teknologi informasi (TI) hanya sebatas alat dan terpenting adalah wisdom dari manusia yang memutuskan. Ini tidak bisa diganti mesin. Manusia yang bisa membaca situasi.

Misalnya kami mengembangkan KYC Administrator Agent melayani pembukaan rekening. Walaupun sederhana, namun sebelumnya ada data di beberapa rekening yang tidak sinkron saat dilakukan update sehingga nanti satu pintu saja di sini.

Bagaimana dengan target meningkatkan investor lokal?
Jumlah investor yang ada itu berkat kerja keras semuanya. Hingga Januari 2019 sudah ada 1.676 SID (single investor identification). Ini jauh di atas ëkutukaní 250.000 investor masa lalu. Salah satunya berkat S-Invest sehingga investor reksa dana jadi bisa terlacak.

Tapi, ruang pertumbuhan juga masih sangat besar. Investor milenial domestik juga semakin besar berkat teknologi. Sekarang transaksi bisa secara online lewat Bukalapak misalnya yang bisa lebih mudah bertransaksi. Jadi, kalau ada uang sisa bisa langsung berinvestasi.

Soal dukungan untuk pasar modal syariah seperti apa?
Kita sekarang punya fatwa MUI 124/2018. Ini sangat penting karena biasanya masyarakat akan bertanya soal halal atau haram produk. Akhirnya, kami butuh pihak independen, yaitu MUI dan kami bicara di depan para ulama menjelaskan. Sebelumnya, pasar modal syariah sudah semakin berkembang.

Sedangkan KSEI baru kemarin meng ajukan ke MUI untuk penyelesai an efek syariah pada C-BEST dan S-INVEST. Investasi syariah tidak harus untuk muslim karena pertimbangan investor biasanya mencari emiten yang prudent dan sustainable . Tipe seperti itu biasanya masuk dalam daftar efek syariah.

Bagaimana proyeksi pasar modal di tahun politik ini?
Tahun politik biasanya masyarakat sudah dewasa memisahkan politik dan ekonomi. Terbukti indeks naik saat pemilu sebelumnya karena biasanya pemerintah akan menjaga stabilitas. Saham-saham juga biasanya lebih aktif diperjualbelikan. Namun, risiko ada pada faktor eksternal yang tidak ada kaitannya dengan fundamental ekonomi nasional.

Prinsip kepemimpinan seperti apa yang anda terapkan?
Dalam memimpin, saya biasanya sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, yaitu Tut Wuri Handayani. Hal itu saya pegang terus karena kita jangan terus mendominasi, tapi juga harus membangun level yang di bawah. Kita harus mampu mendelegasikan tugas agar mereka bisa menjadi suksesor di masa depan. Jadi, kita harus beri contoh, suntikkan semangat, dan berdayakan.

Bagaimana anda melihat pegawai milenial dan apa tantangannya?
Anak muda sekarang pintar dan berani. Saya coba memahami mereka karena sudah berubah nilai nilai-nilai yang dianut. Jangan pernah nasihati mereka sambil bilang ”zaman saya dulu”. Itu tidak bisa lagi. Kita harus tahu apa menggerakkan mereka seperti yang dilakukan perusahaan fintech dalam menggerakkan anak muda.

Apa kiat anda untuk bisa berkomunikasi dengan semua kalangan?
Kita harus bisa banyak mendengar. Masalahnya, ada orang yang maunya bicara terus akhirnya dia tidak akan menyenangkan. Kita harus bisa mendengarkan apa yang menjadi keresahan orang sehingga bisa menemukan topik menarik untuk mereka. Kita harus banyak belajar. Jangan lupa, jangan ada agenda tersembunyi supaya tidak ada beban.

Apakah itu juga untuk sukses bernegosiasi?
Kunci negosiasi ialah tetap fokus di hal prinsip yang harus kita pegang, tapi untuk cara penyampai annya harus fleksibel. Kemudian juga ingat, tidak dalam semua hal kita harus menang. Untuk hal prinsip harus diperjuangkan, tapi kalau bisa mengalah ya tidak apa juga. Ini juga konsep saya dengan suami dan anak-anak sama saja prinsipnya.

Apa kunci sukses buat anda?
Kunci sukses untuk saya adalah kerja tulus dan hati harus baik. Tidak boleh jahat kepada orang lain biar pintu rezeki dibukakan Allah SWT. Ibu saya selalu menasihati dengan istilah Jawa jangan pernah ”gak kuat derajat” atau berubah sikap saat posisinya naik. Filosofi hidup saya jangan berubah kalau diberi kedudukan, jangan lantas jadi kurang ajar karena nanti Allah SWT akan kasih hukuman. (Hafid Fuad)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0825 seconds (0.1#10.140)