Soal Keluhan Monopoli, Pengamat Minta Peternak Ayam Berkoordinasi
A
A
A
JAKARTA - Tudingan sekelompok peternak ayam mandiri ke Kementerian Pertanian (Kementan) yang mengaku kesulitan biaya produksi dan adanya monopoli pakan oleh perusahaan besar dinilai salah sasaran. Hal ini disampaikan oleh pengamat kebijakan publik Digipol Strategic Indonesia Nurfahmi BP yang menurutnya, hal itu dapat diartikan usahanya tanpa koordinasi dan sinergi dengan Kementerian.
"Begini, kalau peternak mandiri itu kan berarti mereka 'main sendiri' semuanya. Soal harga, produksi, pakannya, tanpa kerja sama pembinaan Kementan," ujar Nurfahmi di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Sehingga, Nurfahmi mengatakan, segala risiko usaha ternaknya menjadi tanggung jawab pribadi peternak mandiri. Berbeda dengan peternak ayam yang selama ini di bawah naungan Kementan. Kelompok peternak binaan itu akan memperoleh insentif dari Kementan seperti asuransi.
Sambung dia menjelaskan, biasanya kelompok peternak ayam binaan tersebut akan mendapat tanggungan dari pemerintah jika produksinya rendah. Selain itu, juga ada acuan ketetapan standarisasi harga ayam kepada kelompok peternak binaan. Termasuk juga cost produksi peternakan ayam, seperti pakan, bibit, lokasi pemotongannya maupun pemeriksaan kesehatan ternaknya.
Mengenai tuduhan monopoli perusahaan besar soal pakan ternak, Nurfahmi mengungkapkan tidak beralasan. Pasalnya, Kementan telah mengordinasikan agar peternak ayam membeli hasil panen jagung petani sebab telah diatur batas ambang harganya.
"Perusahaan besar itu kan cari untung. Terus peternak mandiri beli (bahan ternak) ke mereka. Tentu saja acuan harganya kan bukan ikut standar ketetapan pemerintah," kata Nurfahmi.
Sebelumnya, sekelompok peternak ayam mandiri didampingi LSM melaporkan Kementan ke Komisi Ombudsman sebab dinilai tak mengontrol biaya produksi dan cara kerja perusahaan penyedian pakan ternak. Kelompok peternak ayam mandiri dan LSM itu menganggap akibat lemahnya pengawasan Kementan membuat biaya produksi mereka melambun dan harga jual anjlok.
"Begini, kalau peternak mandiri itu kan berarti mereka 'main sendiri' semuanya. Soal harga, produksi, pakannya, tanpa kerja sama pembinaan Kementan," ujar Nurfahmi di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Sehingga, Nurfahmi mengatakan, segala risiko usaha ternaknya menjadi tanggung jawab pribadi peternak mandiri. Berbeda dengan peternak ayam yang selama ini di bawah naungan Kementan. Kelompok peternak binaan itu akan memperoleh insentif dari Kementan seperti asuransi.
Sambung dia menjelaskan, biasanya kelompok peternak ayam binaan tersebut akan mendapat tanggungan dari pemerintah jika produksinya rendah. Selain itu, juga ada acuan ketetapan standarisasi harga ayam kepada kelompok peternak binaan. Termasuk juga cost produksi peternakan ayam, seperti pakan, bibit, lokasi pemotongannya maupun pemeriksaan kesehatan ternaknya.
Mengenai tuduhan monopoli perusahaan besar soal pakan ternak, Nurfahmi mengungkapkan tidak beralasan. Pasalnya, Kementan telah mengordinasikan agar peternak ayam membeli hasil panen jagung petani sebab telah diatur batas ambang harganya.
"Perusahaan besar itu kan cari untung. Terus peternak mandiri beli (bahan ternak) ke mereka. Tentu saja acuan harganya kan bukan ikut standar ketetapan pemerintah," kata Nurfahmi.
Sebelumnya, sekelompok peternak ayam mandiri didampingi LSM melaporkan Kementan ke Komisi Ombudsman sebab dinilai tak mengontrol biaya produksi dan cara kerja perusahaan penyedian pakan ternak. Kelompok peternak ayam mandiri dan LSM itu menganggap akibat lemahnya pengawasan Kementan membuat biaya produksi mereka melambun dan harga jual anjlok.
(akr)