Revitalisasi Pasar Diyakini Tambah Penerimaan Daerah
A
A
A
JAKARTA - Di tengah penurunan ekspor, geliat ekonomi rakyat secara domestik menjadi harapan baru. Program revitalisasi pasar yang tengah digencarkan pemerintah dinilai akan membawa dampak baik, tidak hanya dalam menambah omzet pasar, namun juga meningkatkan penerimaan daerah setempat.
Ekonom dari Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda mengungkapkan, revitalisasi pasar bisa membuat penerimaan daerah bertambah dikarenakan adanya peningkatan retribusi pajak. Peningkatan retribusi ini terjadi karena manajemen pasar telah lebih teratur, di samping kegiatan ekonomi meningkat karena kapasitas pasar yang bertambah.
"Pajak daerah pasti naik. Kalau pasar tradisional itu direvitalisasi, mereka pasti ada retribusi pasar. In general, pajak daerah pasti naik. Semua diuntungkan," ujar Ananda melalui keterangan tertulis, Kamis (14/3).
Tidak hanya daerah, Candra menambahkan, revitalisasi pasar diyakini juga membuat omzet tempat jual-beli tersebut bertambah. Tak ayal ini juga akan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Ia menambahkan, meskipun baik, memang masih dibutuhkan upaya lebih keras untuk bisa membuat pasar rakyat mampu bersaing dengan pasar-pasar modern besutan korporasi. Bagaimanapun, dari sisi manajemen dan suplai, pasar modern yang memiliki manajemen tunggal lebih unggul dibandingkan pasar rakyat yang terdiri atas banyak pengelola kios.
Dampak positif bagi daerah dari adanya pasar-pasar yang direvitalisasi pun turut diakui oleh para pengelola pasar. Pengelola Pasar Rakyat Purbolinggo, Lampung Timur, Budi Hariyanto menilai, revitalisasi pasar membawa dampak positif perekonomian di daerah. Hal ini tidak hanya bersumber dari kualitas pelayanan pasar yang meningkat, melainkan juga ada perbaikan dari sisi manajemen pengelolaan.
Untuk diketahui, pada revitalisasi yang dilakukan sejak 2016 itu, Pasar Rakyat Purbolinggo telah membangun 96 kios untuk para pedagang. Revitalisasi ini direncanakan akan kembali dilakukan pada tahun ini dengan target menambah 70 kios. "Dengan tampilan beda, pengunjungnya semakin bertambah kurang lebih 20-30%. Ini penambahan konsumen," ungkap Budi.
Ia mengatakan, peningkatan konsumen pasar ini berhasil diraih berkat adanya peningkatan kualitas pelayanan pasar baik dari sisi kebersihan dan kenyamanan, salah satunya dengan keberadaan drainase.
Selain itu, pengaruh revitalisasi pasar ini juga dirasakan oleh pihak manajemen di mana pengelolaan retribusi menjadi lebih jelas, mulai dari retribusi toko hingga retribusi sampah. Pengelolaan retribusi yang lebih baik ini berperan besar untuk mengejar target Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang ditetapkan pemerintah daerah.
Senada, pengelola Pasar Gunung Sari, Kota Cirebon, Edi Mahdi menuturkan revitalisasi pasar membawa perubahan positif terjadap kualitas pelayanan pasar, salah satunya dari sisi kebersihan.
Pihaknya sendiri telah menggandeng para pedagang untuk bersama-sama memperhatikan masalah kebersihan kios dan lingkungan sekitar pasar. Hal ini salah satunya dengan menertibkan aktivitas pembuangan limbah.
Edi mengatakan upaya revitalisasi kebersihan pasar tersebut memerlukan sertifikasi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah provinsi, Standar Nasional Indonesia (SNI), hingga pemerintah pusat. "Hal ini untuk menjamin bahwa pasar tersebut layak untuk disebut sebagai pasar yang sehat," tandasnya.
Ekonom dari Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda mengungkapkan, revitalisasi pasar bisa membuat penerimaan daerah bertambah dikarenakan adanya peningkatan retribusi pajak. Peningkatan retribusi ini terjadi karena manajemen pasar telah lebih teratur, di samping kegiatan ekonomi meningkat karena kapasitas pasar yang bertambah.
"Pajak daerah pasti naik. Kalau pasar tradisional itu direvitalisasi, mereka pasti ada retribusi pasar. In general, pajak daerah pasti naik. Semua diuntungkan," ujar Ananda melalui keterangan tertulis, Kamis (14/3).
Tidak hanya daerah, Candra menambahkan, revitalisasi pasar diyakini juga membuat omzet tempat jual-beli tersebut bertambah. Tak ayal ini juga akan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Ia menambahkan, meskipun baik, memang masih dibutuhkan upaya lebih keras untuk bisa membuat pasar rakyat mampu bersaing dengan pasar-pasar modern besutan korporasi. Bagaimanapun, dari sisi manajemen dan suplai, pasar modern yang memiliki manajemen tunggal lebih unggul dibandingkan pasar rakyat yang terdiri atas banyak pengelola kios.
Dampak positif bagi daerah dari adanya pasar-pasar yang direvitalisasi pun turut diakui oleh para pengelola pasar. Pengelola Pasar Rakyat Purbolinggo, Lampung Timur, Budi Hariyanto menilai, revitalisasi pasar membawa dampak positif perekonomian di daerah. Hal ini tidak hanya bersumber dari kualitas pelayanan pasar yang meningkat, melainkan juga ada perbaikan dari sisi manajemen pengelolaan.
Untuk diketahui, pada revitalisasi yang dilakukan sejak 2016 itu, Pasar Rakyat Purbolinggo telah membangun 96 kios untuk para pedagang. Revitalisasi ini direncanakan akan kembali dilakukan pada tahun ini dengan target menambah 70 kios. "Dengan tampilan beda, pengunjungnya semakin bertambah kurang lebih 20-30%. Ini penambahan konsumen," ungkap Budi.
Ia mengatakan, peningkatan konsumen pasar ini berhasil diraih berkat adanya peningkatan kualitas pelayanan pasar baik dari sisi kebersihan dan kenyamanan, salah satunya dengan keberadaan drainase.
Selain itu, pengaruh revitalisasi pasar ini juga dirasakan oleh pihak manajemen di mana pengelolaan retribusi menjadi lebih jelas, mulai dari retribusi toko hingga retribusi sampah. Pengelolaan retribusi yang lebih baik ini berperan besar untuk mengejar target Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang ditetapkan pemerintah daerah.
Senada, pengelola Pasar Gunung Sari, Kota Cirebon, Edi Mahdi menuturkan revitalisasi pasar membawa perubahan positif terjadap kualitas pelayanan pasar, salah satunya dari sisi kebersihan.
Pihaknya sendiri telah menggandeng para pedagang untuk bersama-sama memperhatikan masalah kebersihan kios dan lingkungan sekitar pasar. Hal ini salah satunya dengan menertibkan aktivitas pembuangan limbah.
Edi mengatakan upaya revitalisasi kebersihan pasar tersebut memerlukan sertifikasi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah provinsi, Standar Nasional Indonesia (SNI), hingga pemerintah pusat. "Hal ini untuk menjamin bahwa pasar tersebut layak untuk disebut sebagai pasar yang sehat," tandasnya.
(fjo)