Satgas Blokir 168 Fintech dan 47 Investasi Ilegal
A
A
A
JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi kembali menghentikan kegiatan 168 entitas fintech yang diduga melakukan kegiatan usaha peer to peer lending, tapi tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK.
Berdasarkan pemeriksaan pada website dan aplikasi pada Google PlayStore, Satgas Waspada Investasi kembali menghentikan kegiatan 168 entitas yang melanggar ketentuan OJK Nomor 77/POJK.01/ 2016 tentang Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (fintech peer to peer lending) yang berpotensi merugikan masyarakat.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, kegiatan 168 entitas ini diduga merupakan kejahatan finansial online yang melanggar peraturan perundangundangan. ”Sampai saat ini, jumlah entitas yang diduga melakukan kegiatan finansial online sebanyak 803 entitas, yaitu 404 entitas pada periode 2018 dan 399 entitas pada Januari hingga Maret 2019,” ujar Tongam di Jakarta kemarin.
Tongam mengungkapkan Satgas Waspada Investasi juga telah menghentikan kegiatan 47 entitas yang diduga merupakan investasi ilegal dan berpotensi merugikan masyarakat. Menurut dia, penawaran investasi ilegal semakin mengkhawatirkan dan berbahaya bagi ekonomi masyarakat. Para pelaku memanfaatkan kekurangpahaman sebagian anggota masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil atau keuntungan yang tidak wajar.
”Kegiatan dan produk yang ditawarkan tidak berizin karena niat pelaku adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, Satgas Waspada Investasi meminta kepada masyarakat selalu berhati-hati dalam menggunakan dananya. Jangan sampai tergiur dengan iming-iming keuntungan yang tinggi tanpa melihat risiko yang akan diterima.
Tongam menuturkan, Satgas Waspada Investasi juga secara berkesinambungan melakukan tindakan preventif berupa sosialisasi dan edukasi agar masyarakat terhindar dari kerugian investasi ilegal. Peran serta masyarakat sangat diperlukan, terutama untuk tidak menjadi peserta kegiatan entitas tersebut dan segera melaporkan apabila terdapat penawaran investasi yang tidak masuk akal.
Penanganan yang dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang telah menyampaikan laporan atau pengaduan. Selanjutnya, Satgas Waspada Investasi mengimbau masyarakat agar sebelum melakukan investasi untuk memahami hal-hal, di antaranya memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.
Lalu, memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar. ”Selanjutnya, memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Lebih lanjut dia menuturkan, sebenarnya manfaat fintech peer to peer lending bisa mendorong perekonomian serta membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun, adanya fintech ilegal tersebut justru bukan untuk menyejahterakan rakyat terlebih dengan bunga yang mencekik, melainkan untuk mencari keuntungan semata.
Maka dari itu, Satgas Waspada Investasi telah melakukan upaya pencegahan dan penanganan yang sangat tegas terhadap fintech peer to peer lending (P2P) ilegal, di antaranya mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia serta memutus akses keuangannya.
Di sisi lain, hingga Januari 2019 perkembangan fintech P2P lending akumulasi pinjaman sebesar Rp25,9 triliun, sementara outstanding pinjaman sebesar Rp5,7 triliun. Adapun perusahaan yang terdaftar atau berizin sebanyak 99 perusahaan dengan jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120.
Pengamat IT Heru Sutadi pun menilai, peer to peer lending merupakan layanan baru digital sebagai jawaban atas sulitnya orang mendapatkan pinjaman lewat perbankan. ”Memang banyak P2P lending yang nakal dan tak berizin, tetapi seharusnya ada evaluasi kenapa mereka tidak berizin. Bisa jadi memang ada yang benar-benar bermaksud nakal, tapi mungkin ada yang kesulitan untuk mendapatkan izin karena tidak tahu gimana proses perizinan di OJK dan sulitnya proses mendapatkan izin,” katanya saat dihubungi.
Dengan demikian, lanjut dia, jangan juga kemudian dicap semua P2P nakal. ”Yang nakal ada, tapi yang menawarkan konsep baru pinjaman online yang lebih mudah juga banyak. Ini yang harus seimbang disampaikan,” tegasnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
Berdasarkan pemeriksaan pada website dan aplikasi pada Google PlayStore, Satgas Waspada Investasi kembali menghentikan kegiatan 168 entitas yang melanggar ketentuan OJK Nomor 77/POJK.01/ 2016 tentang Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (fintech peer to peer lending) yang berpotensi merugikan masyarakat.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, kegiatan 168 entitas ini diduga merupakan kejahatan finansial online yang melanggar peraturan perundangundangan. ”Sampai saat ini, jumlah entitas yang diduga melakukan kegiatan finansial online sebanyak 803 entitas, yaitu 404 entitas pada periode 2018 dan 399 entitas pada Januari hingga Maret 2019,” ujar Tongam di Jakarta kemarin.
Tongam mengungkapkan Satgas Waspada Investasi juga telah menghentikan kegiatan 47 entitas yang diduga merupakan investasi ilegal dan berpotensi merugikan masyarakat. Menurut dia, penawaran investasi ilegal semakin mengkhawatirkan dan berbahaya bagi ekonomi masyarakat. Para pelaku memanfaatkan kekurangpahaman sebagian anggota masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil atau keuntungan yang tidak wajar.
”Kegiatan dan produk yang ditawarkan tidak berizin karena niat pelaku adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, Satgas Waspada Investasi meminta kepada masyarakat selalu berhati-hati dalam menggunakan dananya. Jangan sampai tergiur dengan iming-iming keuntungan yang tinggi tanpa melihat risiko yang akan diterima.
Tongam menuturkan, Satgas Waspada Investasi juga secara berkesinambungan melakukan tindakan preventif berupa sosialisasi dan edukasi agar masyarakat terhindar dari kerugian investasi ilegal. Peran serta masyarakat sangat diperlukan, terutama untuk tidak menjadi peserta kegiatan entitas tersebut dan segera melaporkan apabila terdapat penawaran investasi yang tidak masuk akal.
Penanganan yang dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang telah menyampaikan laporan atau pengaduan. Selanjutnya, Satgas Waspada Investasi mengimbau masyarakat agar sebelum melakukan investasi untuk memahami hal-hal, di antaranya memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.
Lalu, memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar. ”Selanjutnya, memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Lebih lanjut dia menuturkan, sebenarnya manfaat fintech peer to peer lending bisa mendorong perekonomian serta membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun, adanya fintech ilegal tersebut justru bukan untuk menyejahterakan rakyat terlebih dengan bunga yang mencekik, melainkan untuk mencari keuntungan semata.
Maka dari itu, Satgas Waspada Investasi telah melakukan upaya pencegahan dan penanganan yang sangat tegas terhadap fintech peer to peer lending (P2P) ilegal, di antaranya mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia serta memutus akses keuangannya.
Di sisi lain, hingga Januari 2019 perkembangan fintech P2P lending akumulasi pinjaman sebesar Rp25,9 triliun, sementara outstanding pinjaman sebesar Rp5,7 triliun. Adapun perusahaan yang terdaftar atau berizin sebanyak 99 perusahaan dengan jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120.
Pengamat IT Heru Sutadi pun menilai, peer to peer lending merupakan layanan baru digital sebagai jawaban atas sulitnya orang mendapatkan pinjaman lewat perbankan. ”Memang banyak P2P lending yang nakal dan tak berizin, tetapi seharusnya ada evaluasi kenapa mereka tidak berizin. Bisa jadi memang ada yang benar-benar bermaksud nakal, tapi mungkin ada yang kesulitan untuk mendapatkan izin karena tidak tahu gimana proses perizinan di OJK dan sulitnya proses mendapatkan izin,” katanya saat dihubungi.
Dengan demikian, lanjut dia, jangan juga kemudian dicap semua P2P nakal. ”Yang nakal ada, tapi yang menawarkan konsep baru pinjaman online yang lebih mudah juga banyak. Ini yang harus seimbang disampaikan,” tegasnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
(nfl)