Budayakan Pelaporan Sukarela untuk Meningkatkan Keselamatan Penerbangan

Jum'at, 15 Maret 2019 - 05:15 WIB
Budayakan Pelaporan Sukarela untuk Meningkatkan Keselamatan Penerbangan
Budayakan Pelaporan Sukarela untuk Meningkatkan Keselamatan Penerbangan
A A A
JAKARTA - Kasus kecelakaan Lion Air JT 610 dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang, pada 29 Oktober 2018 lalu, menambah panjang daftar kecelakaan dan insiden pesawat di Indonesia. Dalam dua tahun belakangan, ada sekitar 9 kecelakaan dan insiden pesawat di republik ini.

Meski demikian, hasil audit ICVM USOAP Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang diadakan tahun 2017, capaian keselamatan penerbangan Indonesia mencapai 80,34%. Melonjak dari nilai capaian sebelumnya, 51,61%. Hasil tersebut lebih tinggi dari nilai rata-rata dunia sebesar 65,19%.

Capaian hasil audit tersebut tidak hanya berasal dari audit yang dilakukan terhadap Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, namun juga dari validasi yang dilakukan kepada para industri dan operator penerbangan di Indonesia.

Sebagai salah satu konsekuensi dari hasil capaian audit ICAO tersebut, Indonesia berkewajiban mengimplementasikan program keselamatan penerbangan nasional atau yang dikenal sebagai state safety programme (SSP). Salah satu pilar SSP adalah berupa penerapan voluntary reporting system (sistem pelaporan sukarela) dari para personel penerbangan.

Dalam upayanya menerapkan budaya pelaporan sukarela kepada para personel penerbangan di Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara pada 11-13 Maret 2019, melakukan Sosialisasi Voluntary Reporting System (VRS) kepada para regulator dan operator penerbangan sipil di wilayah Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah V Makassar. Sosialisasi ini merupakan kegiatan yang terselenggara berkat kerjasama erat antara Pemerintah Indonesia dengan Jepang.

"Sosialisasi ini merupakan salah satu upaya membentuk budaya pelaporan sukarela yang aktif dan efektif dari para stakeholder dan operator penerbangan dalam rangka mencapai acceptable level of safety yang telah ditetapkan oleh ICAO," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Nur Isnin Istiartono Nur Isnin di Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Menurut Nur Isnin, regulasi penerbangan yang saat ini berlaku di Indonesia mengacu kepada kebijakan dan standar keselamatan yang telah ditetapkan oleh ICAO. Regulasi tersebut wajib dipenuhi dan di implementasikan secara konsisten dalam kegiatan operasional sehari-hari.

"Oleh karena itu, saya berharap agar regulator dan operator penerbangan di Indonesia dapat terus bersinergi dalam menjaga level keselamatan penerbangan sebagai wujud tanggung jawab dan pelayanan yang profesional bagi seluruh pengguna jasa penerbangan," katanya.

Berdasarkan ICAO Annex 19 tentang Safety Management System negara-negara anggota ICAO diminta menjalankan Program Keselamatan Penerbangan Nasional (State Safety Program/SSP). Sedangkan untuk Service Provider/operator harus melaksanakan program Safety Management System (SMS).

Selain itu, berdasarkan Dokumen ICAO nomor 10004 tentang Global Aviation Safety Plan (GASP) edisi 2017-2019, dinyatakan semua negara dengan Effective Implementation (EI) ICVM USOAP Audit minimal 60% wajib mengimplementasikan SSP.

Program keselamatan penerbangan atau State safety program (SSP) juga merupakan amanah Pasa 308 dari UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang menyatakan Menteri Perhubungan bertanggung jawab terhadap keselamatan penerbangan nasional. Untuk menjamin keselamatan penerbangan nasional sebagaimana dimaksud, Menteri Perhubungan berkonsekuensi menetapkan Program Keselamatan Penerbangan Nasional.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6015 seconds (0.1#10.140)