Pertamax Diusulkan Dapat Disubsidi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana melepas harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium berdasarkan mekanisme pasar. Sebaliknya BBM jenis Pertamax yang lebih ramah lingkungan diusulkan untuk mendapat subsidi.
Upaya itu guna merespons beban PT Pertamina (Persero) dalam mendistribusikan premium sebagai bahan bakar penugasan dan meningkatkan konsumsi bahan bakar ramah lingkungan.
“Ke depan perlu dipertimbangkan, sebaiknya kita memang menyubsidi bahan bakar yang beroktan tinggi saja. Misalnya pada APBN 2020 mendatang subsidi ke Pertamax saja,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Jakarta kemarin.
Menurut dia, rencana melepas harga Premium ke pasar dan kemudian beralih ke subsidi Pertamax masih bersifat usulan kepada DPR. Jika disetujui pemberian subsidi Pertamax dan mekanisme melepaskan harga Premium ke harga pasar baru akan dilaksanakan tahun depan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
“Untuk yang lain itu tidak disubsidi. Jadi yang digunakan itu bahan bakar ramah lingkungan. Ini dibahas pada periode selanjutnya, yaitu APBN 2020,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini harga BBM penugasan jenis Premium dijual Rp6.550 per liter. Angka tersebut jauh di bawah harga keekonomian Premium pada kisaran Rp7.000 per liter. Adapun harga Pertalite Rp7.800, Pertamax Rp9.500, Pertamax Turbo Rp10.700, dan Pertamax Racing Rp42.000. Untuk bahan bakar diesel, Dexlite, dijual seharga Rp9.000 per liter, Pertamina Dex Rp10.500, dan Solar Rp5.150.
Sekadar informasi, pada rapat Panitia Kerja Badan Anggaran DPR yang berlangsung Selasa (19/3), alokasi subsidi energi pada Rancangan APBN 2019 disetujui sebesar Rp157,79 triliun. Jumlah tersebut meningkat Rp1,25 triliun dari draf awal Rp156,5 triliun.
Besaran subsidi tersebut terdiri atas subsidi BBM dan elpiji tabung 3 kg sebesar Rp100,68 triliun. Perinciannya untuk BBM Rp33,3 triliun dan elpiji tabung 3 kg Rp72,32 triliun serta mencakup carry over Rp5 triliun.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian ESDM, pada tahun lalu realisasi penjualan BBM bersubsidi dan nonsubsidi masing-masing mencapai 16,12 juta kiloliter (KL) dan 51,23 juta KL.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, pada intinya Pertamina mendukung apa yang menjadi usulan pemerintah apabila ingin memberikan subsidi terhadap Pertamax. Menurut dia, Pertamina sebagai perusahaan negara akan mengikuti kebijakan pemerintah.
“Kita pada intinya akan support keputusan pemerintah. Intinya Pertamina akan mendukung kebijakan dari pemerintah,” kata dia.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Kardaya Warnika mendukung penuh rencana pemberian subsidi terhadap bensin Pertamax. Pemberian subsidi Pertamax akan mendorong masyarakat beralih ke bahan bakar ramah lingkungan. Pasalnya Pertamax memiliki oktan 92 lebih tinggi daripada premium yang beroktan 88.
“Selain ramah lingkungan karena beroktan tinggi, bensin Pertamax juga lebih efisien daripada premium,” kata dia.
Pendapat berbeda disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian. Ramson justru menilai subsidi terhadap Pertamax tidak sesuai dengan semangat undang-undang. Meski demikian di sisi lain dia tidak memungkiri karena bensin jenis premium ditugaskan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan bagi masyarakat bawah, khususnya di kawasan timur Indonesia.
Adapun Pertamax didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke atas. Tak hanya itu, pemerintah juga belum memasukkan Pertamax ke dalam postur subsidi di APBN.
“Terus bagaimana nasib BBM satu harga kalau Premium dilepas ke pasar dan Pertamax yang disubsidi. Padahal sesuai semangat APBN, BBM jenis Premium diperuntukkan mencukupi kebutuhan di kawasan timur dengan harga yang sama,” ujarnya.
Ramson menandaskan Fraksi Gerindra menentang keras Premium dilepas ke pasar. Seharusnya, menurut dia, Premium tetap disubsidi supaya tidak membebani Pertamina.
“Saya ini kapoksi DPR dari Fraksi Gerindra. Kami menolak premium dilepas ke pasar digantikan subsidi untuk pertamax,” kata dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif ReforMiners Institute Komaidi Notonegoro mendukung pemerintah memberikan subsidi untuk Pertamax. Namun yang harus diperhatikan ialah pemerintah perlu mendapatkan persetujuan dari DPR untuk memasukkan Pertamax ke dalam APBN.
“Saya kira memungkinkan sepanjang payung hukumnya direvisi, yaitu memasukkan Pertamax ke dalam jenis BBM bersubsidi,” kata dia.
Dia menilai, dilepasnya Premium ke harga pasar merupakan upaya pemerintah menghapus bensin beroktan rendah tersebut. Selain itu upaya ini juga demi menyelamatkan kerugian Pertamina mendistribusikan Premium sebagai BBM penugasan walaupun kemungkinan besar belum mampu menutup defisit Pertamina.
“Namun poin pemerintah ialah memberikan subsidi, bukan berapa besar subsidinya. Bisa jadi Rp300 per liter,” tuturnya. (Nanang Wijayanto)
Upaya itu guna merespons beban PT Pertamina (Persero) dalam mendistribusikan premium sebagai bahan bakar penugasan dan meningkatkan konsumsi bahan bakar ramah lingkungan.
“Ke depan perlu dipertimbangkan, sebaiknya kita memang menyubsidi bahan bakar yang beroktan tinggi saja. Misalnya pada APBN 2020 mendatang subsidi ke Pertamax saja,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Jakarta kemarin.
Menurut dia, rencana melepas harga Premium ke pasar dan kemudian beralih ke subsidi Pertamax masih bersifat usulan kepada DPR. Jika disetujui pemberian subsidi Pertamax dan mekanisme melepaskan harga Premium ke harga pasar baru akan dilaksanakan tahun depan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
“Untuk yang lain itu tidak disubsidi. Jadi yang digunakan itu bahan bakar ramah lingkungan. Ini dibahas pada periode selanjutnya, yaitu APBN 2020,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini harga BBM penugasan jenis Premium dijual Rp6.550 per liter. Angka tersebut jauh di bawah harga keekonomian Premium pada kisaran Rp7.000 per liter. Adapun harga Pertalite Rp7.800, Pertamax Rp9.500, Pertamax Turbo Rp10.700, dan Pertamax Racing Rp42.000. Untuk bahan bakar diesel, Dexlite, dijual seharga Rp9.000 per liter, Pertamina Dex Rp10.500, dan Solar Rp5.150.
Sekadar informasi, pada rapat Panitia Kerja Badan Anggaran DPR yang berlangsung Selasa (19/3), alokasi subsidi energi pada Rancangan APBN 2019 disetujui sebesar Rp157,79 triliun. Jumlah tersebut meningkat Rp1,25 triliun dari draf awal Rp156,5 triliun.
Besaran subsidi tersebut terdiri atas subsidi BBM dan elpiji tabung 3 kg sebesar Rp100,68 triliun. Perinciannya untuk BBM Rp33,3 triliun dan elpiji tabung 3 kg Rp72,32 triliun serta mencakup carry over Rp5 triliun.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian ESDM, pada tahun lalu realisasi penjualan BBM bersubsidi dan nonsubsidi masing-masing mencapai 16,12 juta kiloliter (KL) dan 51,23 juta KL.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, pada intinya Pertamina mendukung apa yang menjadi usulan pemerintah apabila ingin memberikan subsidi terhadap Pertamax. Menurut dia, Pertamina sebagai perusahaan negara akan mengikuti kebijakan pemerintah.
“Kita pada intinya akan support keputusan pemerintah. Intinya Pertamina akan mendukung kebijakan dari pemerintah,” kata dia.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Kardaya Warnika mendukung penuh rencana pemberian subsidi terhadap bensin Pertamax. Pemberian subsidi Pertamax akan mendorong masyarakat beralih ke bahan bakar ramah lingkungan. Pasalnya Pertamax memiliki oktan 92 lebih tinggi daripada premium yang beroktan 88.
“Selain ramah lingkungan karena beroktan tinggi, bensin Pertamax juga lebih efisien daripada premium,” kata dia.
Pendapat berbeda disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian. Ramson justru menilai subsidi terhadap Pertamax tidak sesuai dengan semangat undang-undang. Meski demikian di sisi lain dia tidak memungkiri karena bensin jenis premium ditugaskan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan bagi masyarakat bawah, khususnya di kawasan timur Indonesia.
Adapun Pertamax didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke atas. Tak hanya itu, pemerintah juga belum memasukkan Pertamax ke dalam postur subsidi di APBN.
“Terus bagaimana nasib BBM satu harga kalau Premium dilepas ke pasar dan Pertamax yang disubsidi. Padahal sesuai semangat APBN, BBM jenis Premium diperuntukkan mencukupi kebutuhan di kawasan timur dengan harga yang sama,” ujarnya.
Ramson menandaskan Fraksi Gerindra menentang keras Premium dilepas ke pasar. Seharusnya, menurut dia, Premium tetap disubsidi supaya tidak membebani Pertamina.
“Saya ini kapoksi DPR dari Fraksi Gerindra. Kami menolak premium dilepas ke pasar digantikan subsidi untuk pertamax,” kata dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif ReforMiners Institute Komaidi Notonegoro mendukung pemerintah memberikan subsidi untuk Pertamax. Namun yang harus diperhatikan ialah pemerintah perlu mendapatkan persetujuan dari DPR untuk memasukkan Pertamax ke dalam APBN.
“Saya kira memungkinkan sepanjang payung hukumnya direvisi, yaitu memasukkan Pertamax ke dalam jenis BBM bersubsidi,” kata dia.
Dia menilai, dilepasnya Premium ke harga pasar merupakan upaya pemerintah menghapus bensin beroktan rendah tersebut. Selain itu upaya ini juga demi menyelamatkan kerugian Pertamina mendistribusikan Premium sebagai BBM penugasan walaupun kemungkinan besar belum mampu menutup defisit Pertamina.
“Namun poin pemerintah ialah memberikan subsidi, bukan berapa besar subsidinya. Bisa jadi Rp300 per liter,” tuturnya. (Nanang Wijayanto)
(nfl)