Kemenpar Usul Homestay Masuk KPR Subsidi
A
A
A
LABUAN BAJO - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengusulkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar pembangunan homestay bisa dimasukkan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi.
Dengan masuknya homestay sebagai KPR Subsidi diharapkan bisa mendongkrak pembangunan homestay yang ditargetkan hingga tahun ini sekitar 100.000 unit. ”Homestay ini sangat berat. Makanya, kami mendorong agar bisa dijadikan KPR Subsidi,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya, seusai acara penyerahan KUR Pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), kemarin.
Arief menjelaskan, selama ini kendala yang terjadi adalah harga yang masih tinggi. Jika harga bisa ditekan di bawah Rp200 juta, tentu akan sangat feasible. ”Selain itu, kita ingin financingnya seperti rumah subsidi. Tapi, ini belum disetujui. Kalau disetujui, akan cepat sekali perkembangannya program sejuta rumah. Kita sedang bicarakan dengan Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” katanya.
Arief menuturkan, jika dimasukkan program KPR Subsidi, tidak akan memberatkan karena uang mukanya hanya 1% dan bunganya ringan, 5%. Pemikiran dari Kemenpar lebih baik rumah yang disubsidi ini bisa menjadi produktif sehingga bisa menyejahterakan masyarakat di daerah wisata.
”Syaratnya kan KPR Subsidi harus rumah pertama dan diisi oleh pemiliknya. Tetapi, teman-teman Kemenpar berpikir alangkah bagusnya jika rumah tersebut menjadi produktif dengan menyewakan ke wisatawan,” tuturnya.
Menurut Menpar, jika usulan ini disetujui, akan mendorong pembangunan homestay di berbagai daerah. Selain itu, homestay juga bisa mendukung program sejuta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi pada 2015 lalu. Target jumlah homestay baru pada 2019 adalah 100.000.
Tersebar di seluruh Indonesia, minimal di 10 Bali Baru atau 10 Destinasi Prioritas yang sudah diputuskan Presiden Joko Widodo. Adapun sebarannya antara lain di Danau Toba (Sumatera Utara), Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (Jakarta), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jawa Timur), Mandalika (Lombok-Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Pada 2017, Kemenpar menargetkan homestay 20.000 unit, pada 2018 ada penambahan 30.000 unit dan tahun ini harapannya bisa dibangun homestay 50.000 unit sehingga pada akhir tahun ini akan ada homestay 100.000 unit. Homestay itu dikelola secara korporasi, bukan cara koperasi. ”Homestay ini dijalankan dengan mesin baru, model bisnis baru, berbasis pada digital yang saya sebut digital sharing economy, ” kata Menpar.
KUR Pariwisata
Di sisi lain, Menpar menuturkan, dari total target penyaluran KUR yang mencapai Rp140 triliun, diharapkan yang bisa dimanfaatkan sektor pariwisata sekitar 10% atau mencapai Rp14 triliun. Namun, target tersebut diharapkan bisa terpenuhi tahun depan.
”Cita-cita saya mungkin kalau susah bilang Rp14 triliun, ya Rp10 triliun. Jangan tahun ini, tapi tahun depan. Karena, pariwisata services umumnya networking margin nya lebih tinggi dari pada trading, apalagi manufacturing dan risikonya lebih rendah. Sekarang, sektor pariwisata sudah eligable untuk mendapatkan KUR,” katanya.
Menpar berharap sosialisasi KUR digaungkan terus sehingga akan banyak pelaku usaha pariwisata mengembangkan usahanya. Saat ini ada total 13 bidang usaha yang bisa memperoleh KUR. Kemudian dirinci kembali ada 66 usaha di sektor pariwisata dan sekitar 44 bidang usaha yang masuk kriteria KUR.
”Bunga 7% ini relatif rendah, CSR sendiri 6%,” sebut Arief. Di tempat terpisah, Anggota Komisi XI DPR Willgo Zainar menyebutkan pagu KUR pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp140 triliun, termasuk di dalamnya untuk KUR pariwisata.
Komisi XI bersama pemerintah menargetkan sebesar 17% dari pagu KUR tersebut dapat diserap oleh sektor pariwisata. ”Saya rasa daerah-daerah yang berkembang dengan sektor pariwisata nantinya harus memanfaatkan KUR tersebut, salah satunya NTB,” ucap Willgo, yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR.
Selain untuk usaha sektor pariwisata, menurut dia, KUR pariwisata juga bisa diarahkan untuk pengembangan desa wisata. Pasalnya, desa wisata sudah berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
”Saya berharap nantinya para pelaku usaha yang berkaitan dengan industri pariwisata di perdesaan bisa mengakses KUR pariwisata, baik secara berkelompok maupun perorangan,” kata Willgo. (Rakhmat Baihaqi/Ant)
Dengan masuknya homestay sebagai KPR Subsidi diharapkan bisa mendongkrak pembangunan homestay yang ditargetkan hingga tahun ini sekitar 100.000 unit. ”Homestay ini sangat berat. Makanya, kami mendorong agar bisa dijadikan KPR Subsidi,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya, seusai acara penyerahan KUR Pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), kemarin.
Arief menjelaskan, selama ini kendala yang terjadi adalah harga yang masih tinggi. Jika harga bisa ditekan di bawah Rp200 juta, tentu akan sangat feasible. ”Selain itu, kita ingin financingnya seperti rumah subsidi. Tapi, ini belum disetujui. Kalau disetujui, akan cepat sekali perkembangannya program sejuta rumah. Kita sedang bicarakan dengan Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” katanya.
Arief menuturkan, jika dimasukkan program KPR Subsidi, tidak akan memberatkan karena uang mukanya hanya 1% dan bunganya ringan, 5%. Pemikiran dari Kemenpar lebih baik rumah yang disubsidi ini bisa menjadi produktif sehingga bisa menyejahterakan masyarakat di daerah wisata.
”Syaratnya kan KPR Subsidi harus rumah pertama dan diisi oleh pemiliknya. Tetapi, teman-teman Kemenpar berpikir alangkah bagusnya jika rumah tersebut menjadi produktif dengan menyewakan ke wisatawan,” tuturnya.
Menurut Menpar, jika usulan ini disetujui, akan mendorong pembangunan homestay di berbagai daerah. Selain itu, homestay juga bisa mendukung program sejuta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi pada 2015 lalu. Target jumlah homestay baru pada 2019 adalah 100.000.
Tersebar di seluruh Indonesia, minimal di 10 Bali Baru atau 10 Destinasi Prioritas yang sudah diputuskan Presiden Joko Widodo. Adapun sebarannya antara lain di Danau Toba (Sumatera Utara), Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (Jakarta), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jawa Timur), Mandalika (Lombok-Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Pada 2017, Kemenpar menargetkan homestay 20.000 unit, pada 2018 ada penambahan 30.000 unit dan tahun ini harapannya bisa dibangun homestay 50.000 unit sehingga pada akhir tahun ini akan ada homestay 100.000 unit. Homestay itu dikelola secara korporasi, bukan cara koperasi. ”Homestay ini dijalankan dengan mesin baru, model bisnis baru, berbasis pada digital yang saya sebut digital sharing economy, ” kata Menpar.
KUR Pariwisata
Di sisi lain, Menpar menuturkan, dari total target penyaluran KUR yang mencapai Rp140 triliun, diharapkan yang bisa dimanfaatkan sektor pariwisata sekitar 10% atau mencapai Rp14 triliun. Namun, target tersebut diharapkan bisa terpenuhi tahun depan.
”Cita-cita saya mungkin kalau susah bilang Rp14 triliun, ya Rp10 triliun. Jangan tahun ini, tapi tahun depan. Karena, pariwisata services umumnya networking margin nya lebih tinggi dari pada trading, apalagi manufacturing dan risikonya lebih rendah. Sekarang, sektor pariwisata sudah eligable untuk mendapatkan KUR,” katanya.
Menpar berharap sosialisasi KUR digaungkan terus sehingga akan banyak pelaku usaha pariwisata mengembangkan usahanya. Saat ini ada total 13 bidang usaha yang bisa memperoleh KUR. Kemudian dirinci kembali ada 66 usaha di sektor pariwisata dan sekitar 44 bidang usaha yang masuk kriteria KUR.
”Bunga 7% ini relatif rendah, CSR sendiri 6%,” sebut Arief. Di tempat terpisah, Anggota Komisi XI DPR Willgo Zainar menyebutkan pagu KUR pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp140 triliun, termasuk di dalamnya untuk KUR pariwisata.
Komisi XI bersama pemerintah menargetkan sebesar 17% dari pagu KUR tersebut dapat diserap oleh sektor pariwisata. ”Saya rasa daerah-daerah yang berkembang dengan sektor pariwisata nantinya harus memanfaatkan KUR tersebut, salah satunya NTB,” ucap Willgo, yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR.
Selain untuk usaha sektor pariwisata, menurut dia, KUR pariwisata juga bisa diarahkan untuk pengembangan desa wisata. Pasalnya, desa wisata sudah berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
”Saya berharap nantinya para pelaku usaha yang berkaitan dengan industri pariwisata di perdesaan bisa mengakses KUR pariwisata, baik secara berkelompok maupun perorangan,” kata Willgo. (Rakhmat Baihaqi/Ant)
(nfl)