Masih Butuh Sinkronisasi, Aturan Pajak E-Commerce Dibatalkan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) menarik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-Commerce). Penarikan PMK ini dilakukan mengingat adanya kebutuhan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang lebih komprehensif antarkementerian/lembaga.
Koordinasi dilakukan untuk memastikan agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.
"Jadi banyak yang memberitakan soal PMK 210, seolah-olah pemerintah buat pajak baru. Begitu banyak simpang siur, jadi saya bakal batalkan aturan pajak e-commerce," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Penarikan ini sekaligus memberikan waktu bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan, serta mempersiapkan infrastruktur pelaporan data e-commerce.
"Dengan ditariknya PMK tersebut, saya mengingatkan, perlakuan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pelaku usaha, baik e-commerce maupun konvensional, yang menerima penghasilan hingga Rp4,8 miliar dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5% dari jumlah omzet usaha," katanya.
Menkeu mengingatkan, penerimaan perpajakan merupakan sumber utama pembiayaan pembangunan nasional, termasuk pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang akan meningkatkan daya tahan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara ekonomi yang kuat, stabil, dan berkeadilan pada gilirannya akan menarik investasi, menciptakan kesempatan kerja, dan mendorong peningkatan kesejahteraan.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak menyatakan akan terus mengedepankan kerja sama dan pembinaan terhadap wajib pajak, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil, termasuk untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan para pelaku bisnis terkait aspek pemasaran, akses kredit, pengembangan usaha, dan perpajakan.
Koordinasi dilakukan untuk memastikan agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.
"Jadi banyak yang memberitakan soal PMK 210, seolah-olah pemerintah buat pajak baru. Begitu banyak simpang siur, jadi saya bakal batalkan aturan pajak e-commerce," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Penarikan ini sekaligus memberikan waktu bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan, serta mempersiapkan infrastruktur pelaporan data e-commerce.
"Dengan ditariknya PMK tersebut, saya mengingatkan, perlakuan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pelaku usaha, baik e-commerce maupun konvensional, yang menerima penghasilan hingga Rp4,8 miliar dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5% dari jumlah omzet usaha," katanya.
Menkeu mengingatkan, penerimaan perpajakan merupakan sumber utama pembiayaan pembangunan nasional, termasuk pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang akan meningkatkan daya tahan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara ekonomi yang kuat, stabil, dan berkeadilan pada gilirannya akan menarik investasi, menciptakan kesempatan kerja, dan mendorong peningkatan kesejahteraan.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak menyatakan akan terus mengedepankan kerja sama dan pembinaan terhadap wajib pajak, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil, termasuk untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan para pelaku bisnis terkait aspek pemasaran, akses kredit, pengembangan usaha, dan perpajakan.
(fjo)