Maksimalkan Potensi Penerimaan Pajak dari Sektor Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pagebluk Covid-19 membuat efek domino, mulai dari masalah kesehatan hingga semua sektor, termasuk perekonomian. Laju pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi membuat penerimaan pajak pun ikut seret.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan penerimaan pajak hingga Agustus lalu baru Rp676,9 triliun. Jumlah itu minus 15,6 persen atau Rp126,6 triliun pendapatan tahun sebelumnya. Jumlah itu baru setengahnya dari target penerimaan pajak tahun sebesar Rp1.198,8 triliun.
Pengamat pajak Bawono Kristiaji menerangkan risiko penerimaan tahun ini akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Perekonomian Indonesia saat ini menghadapi berbagai masalah, seperti rendahnya harga komoditas, kinerja manufaktur yang tertekan, dan konsumsi yang menurun. “Seluruhnya itu berpengaruh pada pos-pos penerimaan pajak yang umumnya berkontribusi besar,” ujarnya kepada SINDOnews, Kamis malam (24/9/2020). (Baca juga: Target Berat Penerimaan Pajak )
Berdasarkan data Kemenkeu, pajak penghasilan (PPh) sektor minyak dan gas (migas) sebesar Rp21,6 triliun. Angka minus 45,2 persen dari tahun sebelumnya. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) minus 11,6 persen dari tahun sebelumnya. Sampai saat ini, penerimaan PNN baru Rp255,4 triliun.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pun hanya berkontribusi Rp9,7 triliun. Hanya PPh Orang Pribadi yang tumbuh 2,46 persen. Bawono Kristiaji menerangkan ada dua cara bisa dilakukan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak tahun ini.
“Pertama, mengejar pajak sektor digital, yaitu memperluas pihak yang ditunjuk jadi pemungut PPN impor digital, kepatuhan pajak dari ekosistem digital dalam negeri, dan mengenakan PPh perusahaan digital asing,” tuturnya. (Baca: Pajak Transaksi Digital Jadi Senjata Baru Dongkrak Penerimaan Negara )
Langkah kedua, menurutnya, meningkatkan kepatuhan dari kelompok high net worth individual. Ia menilai penerimaan dari sektor ini belum optimal. Penerimaan pajak yang terlihat seret tentu mengkhawatirkan. Sebab, pajak merupakan komponen utama dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). (Baca juga: Tekor! Sri Mulyani Sebut Defisit APBN 2020 Tembus Rp500 Triliun )
Sayangnya, Bawono tidak mau menjawab saat ditanya apakah pemerintah harus utang lebih besar untuk menambal kekurangan APBN. “No, comment,” ucapnya. Pemerintah sendiri menargetkan penerimaan pajak tahun 2021 sebesar Rp1.268 triliun. Ini akan menjadi tantangan tersendiri mengingat pagebluk Covid-19 belum berakhir dan ekonomi belum ada tanda-tanda membaik.
“Target tahun depan sebenarnya hanya tumbuh kurang dari 3 persen dari tahun 2020 seperti sebelumnya diatur dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020. Namun, semisalnya terdapat shortfall yang signifikan pada tahun ini tentu target tahun depan akan sulit dicapai. Persoalannya, pada umumnya pemulihan penerimaan pajak juga berjalan lebih lambat dari pemulihan ekonomi,” pungkasnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan penerimaan pajak hingga Agustus lalu baru Rp676,9 triliun. Jumlah itu minus 15,6 persen atau Rp126,6 triliun pendapatan tahun sebelumnya. Jumlah itu baru setengahnya dari target penerimaan pajak tahun sebesar Rp1.198,8 triliun.
Pengamat pajak Bawono Kristiaji menerangkan risiko penerimaan tahun ini akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Perekonomian Indonesia saat ini menghadapi berbagai masalah, seperti rendahnya harga komoditas, kinerja manufaktur yang tertekan, dan konsumsi yang menurun. “Seluruhnya itu berpengaruh pada pos-pos penerimaan pajak yang umumnya berkontribusi besar,” ujarnya kepada SINDOnews, Kamis malam (24/9/2020). (Baca juga: Target Berat Penerimaan Pajak )
Berdasarkan data Kemenkeu, pajak penghasilan (PPh) sektor minyak dan gas (migas) sebesar Rp21,6 triliun. Angka minus 45,2 persen dari tahun sebelumnya. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) minus 11,6 persen dari tahun sebelumnya. Sampai saat ini, penerimaan PNN baru Rp255,4 triliun.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pun hanya berkontribusi Rp9,7 triliun. Hanya PPh Orang Pribadi yang tumbuh 2,46 persen. Bawono Kristiaji menerangkan ada dua cara bisa dilakukan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak tahun ini.
“Pertama, mengejar pajak sektor digital, yaitu memperluas pihak yang ditunjuk jadi pemungut PPN impor digital, kepatuhan pajak dari ekosistem digital dalam negeri, dan mengenakan PPh perusahaan digital asing,” tuturnya. (Baca: Pajak Transaksi Digital Jadi Senjata Baru Dongkrak Penerimaan Negara )
Langkah kedua, menurutnya, meningkatkan kepatuhan dari kelompok high net worth individual. Ia menilai penerimaan dari sektor ini belum optimal. Penerimaan pajak yang terlihat seret tentu mengkhawatirkan. Sebab, pajak merupakan komponen utama dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). (Baca juga: Tekor! Sri Mulyani Sebut Defisit APBN 2020 Tembus Rp500 Triliun )
Sayangnya, Bawono tidak mau menjawab saat ditanya apakah pemerintah harus utang lebih besar untuk menambal kekurangan APBN. “No, comment,” ucapnya. Pemerintah sendiri menargetkan penerimaan pajak tahun 2021 sebesar Rp1.268 triliun. Ini akan menjadi tantangan tersendiri mengingat pagebluk Covid-19 belum berakhir dan ekonomi belum ada tanda-tanda membaik.
“Target tahun depan sebenarnya hanya tumbuh kurang dari 3 persen dari tahun 2020 seperti sebelumnya diatur dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020. Namun, semisalnya terdapat shortfall yang signifikan pada tahun ini tentu target tahun depan akan sulit dicapai. Persoalannya, pada umumnya pemulihan penerimaan pajak juga berjalan lebih lambat dari pemulihan ekonomi,” pungkasnya.
(ind)