Holding Penerbangan Bisa Tingkatkan Efisiensi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini tengah gencar membentuk holding perusahaan-perusahaan pelat merah. Harapannya, holding BUMN bisa menjadikan kinerja perusahaan semakin baik dan efisien.
Yang terbaru, pemerintah berencana membentuk holding sektor penerbangan. Jika tidak ada aral melintang, tiga perusahaan BUMN yang bergerak di jasa penerbangan akan disatukan di bawah sebuah holding company. Ketiga perusahaan itu adalah Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, dan Garuda Indonesia.
Saat ini, rencana pembentukan holding tersebut masih dalam tahap pengkajian. Kementerian BUMN berharap, holding tersebut bisa mengikuti kesuksesan holding lain yang sudah lebih dahulu dibentuk seperti pertambangan yang dipimpin Inalum.
Khusus di sektor penerbangan, pembentukan holding harus dilakukan secara hati-hati karena setiap entitas bisnis BUMN memiliki karakter berbeda-beda satu sama lain. Angkasa Pura, misalnya, adalah pengelola bandara, sedangkan Garuda Indonesia adalah operator maskapai penerbangan.
“Jadi kajiannya harus hati-hati dan detail. Kalau untuk efisiensi katakanlah tujuannya untuk memperbaiki kinerja keuangan, seharusnya bisa dilakukan dengan alternatif yang lain melalui diversifikasi usaha korporat. Jangan sampai justru kinerjanya makin terpuruk,” kata Ekonom Center Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Menurut dia, jika mengacu pada holding BUMN Pertambangan lewat Inalum, hal itu tidak menjadi banyak masalah, sebab core business masing-masing usaha di dalamnya berada dalam satu koridor.
“Lain kasus dengan yang terjadi di PT Perkebunan, yang digabung tapi kinerjanya justru merosot. Ini karena ada PT Perkebunan lain, yang terpuruk kinerja keuangannya sehingga harus disubsidi,” ujar dia.
Dia menambahkan, fokus utama penggabungan sejumlah BUMN di bidang jasa penerbangan menjadi holding penerbangan harus memiliki sinergi yang jelas dan saling menguntungkan.
“Makanya sinkronisasi diperlukan dalam rangka harmonisasi dari sisi institusional maupun sumber daya manusianya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan pihaknya berencana membentuk holding penerbangan. Saat ini rencana tersebut sedang dianalisa dan dikaji secara menyeluruh.
“Di dalamnya membawahi BUMN di bidang jasa penerbangan yakni Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, dan Garuda Indonesia. Sedang dikaji secara menyeluruh,” ujar Menteri BUMN Rini Soemarno dalam sebuah kesempatan di Tangerang, Banten, baru-baru ini.
Kendati demikian, Rini menjelaskan bahwa rencana holding penerbangan ini belum bisa memastikan kapan akan terbentuk.
Sebelumnya, Rini mengatakan bahwa holdingisasi diyakini akan membentuk perusahaan menjadi lebih efisiensi dan lebih kuat di sektor finansialnya.
"Dengan holdingisasi ini, kita meyakini efisiensi bisa terjadi, penguatan di keuangan juga akan lebih baik dan bisa memotong berbagai macam duplikasi yang sekarang ada," ujar Rini beberapa waktu lalu.
Rini menjelaskan, ke depannya kompetisi akan semakin berat. Maka dari itu sinergi antar-BUMN harus lebih ditingkatkan serta holdingisasi harus betul-betul terbentuk.
Terpisah, Anggota DPR Komisi V Muhidin M Said mengatakan, penggabungan sejumlah BUMN ke dalam holding BUMN penerbangan bisa menciptakan efisiensi. Dia berkaca pada perusahaan penerbangan Emirat Arab yang juga menjadi bagian dari usaha pengelolaan bandara.
“Mungkin Kementerian BUMN berkaca dari perusahaan penerbangan di Arab Saudi yang berhasil mengelola penerbangan, termasuk bandaranya. Dan saya rasa itu tidak masalah,” ungkapnya.
Menurut dia, dengan penggabungan tersebut, juga akan lebih merampingkan struktur antara pengelola dan operator penerbangan.
“Ya direksi dan komisaris juga banyak. Kita harap bisa lebih ramping sehingga akan lebih efisien dalam pengelolaannya,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika penggabungan tersebut diwujudkan, maka penyamaan core bisnis harus segera dilakukan. Yang jelas, kata dia, rencana itu harus dikaji lagi lebih mendalam dan hati-hati.
“Di BUMN ini juga terlalu banyak direksi yang diurus beda core bisnis, dan saya lihat itu tidak efisien,” pungkasnya.
Belum lama ini, pemerintah telah membentuk sejumlah holding BUMN mulai dari pertambangan, perkebunan hingga infrastruktur. Di sektor perkebunan, holding dipimpin oleh PT Perkebunan Nusantara (PN) III (persero) yang membawahi sejumlah perusahaan perkebunan di antaranya PTPN 1, PTPN 2, PTPN4, PTPN 5, PTPN 6, PTPN 7, PTPN 8, PTPN 9, PTPN 10, PTPN 11, PTPN 12, PTPN 13, PTPN 14, dan KPBN.
Adapun di sektor pertambangan PT Inalum memimpin holding yang beranggotakan PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk dan PT Timah Tbk. Hoding ini hingga akhir 2018, lalu memiliki total aset Rp162 triliun, meningkat signifikan dibanding pada awal terbentuk di 2016 yang hanya Rp23 triliun. Peningkatan aset ini tidak lepas dari pembelian saham PT Freeport Indonesia beberapa waktu lalu.
Sementara di sektor infrastruktur, beberapa BUMN yang masuk menjadi holding adalah PT Jasa Marga (persero) Tbk, PT Adhi Karya (persero) Tbk, PT Waskita Karya (persero) Tbk, PT Yodya Karya (persero) Tbk, dan PT Indra Karya (persero) serta PT Hutama Karya (persero) sebagai induk holdingnya. Holding ini memiliki total aset senilai Rp233 triliun.
Holding BUMN lain yang akan dibentuk adalah sektor farmasi, perumahan, dan keuangan. (Ichsan Amin/Sindonews/Ant)
Yang terbaru, pemerintah berencana membentuk holding sektor penerbangan. Jika tidak ada aral melintang, tiga perusahaan BUMN yang bergerak di jasa penerbangan akan disatukan di bawah sebuah holding company. Ketiga perusahaan itu adalah Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, dan Garuda Indonesia.
Saat ini, rencana pembentukan holding tersebut masih dalam tahap pengkajian. Kementerian BUMN berharap, holding tersebut bisa mengikuti kesuksesan holding lain yang sudah lebih dahulu dibentuk seperti pertambangan yang dipimpin Inalum.
Khusus di sektor penerbangan, pembentukan holding harus dilakukan secara hati-hati karena setiap entitas bisnis BUMN memiliki karakter berbeda-beda satu sama lain. Angkasa Pura, misalnya, adalah pengelola bandara, sedangkan Garuda Indonesia adalah operator maskapai penerbangan.
“Jadi kajiannya harus hati-hati dan detail. Kalau untuk efisiensi katakanlah tujuannya untuk memperbaiki kinerja keuangan, seharusnya bisa dilakukan dengan alternatif yang lain melalui diversifikasi usaha korporat. Jangan sampai justru kinerjanya makin terpuruk,” kata Ekonom Center Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Menurut dia, jika mengacu pada holding BUMN Pertambangan lewat Inalum, hal itu tidak menjadi banyak masalah, sebab core business masing-masing usaha di dalamnya berada dalam satu koridor.
“Lain kasus dengan yang terjadi di PT Perkebunan, yang digabung tapi kinerjanya justru merosot. Ini karena ada PT Perkebunan lain, yang terpuruk kinerja keuangannya sehingga harus disubsidi,” ujar dia.
Dia menambahkan, fokus utama penggabungan sejumlah BUMN di bidang jasa penerbangan menjadi holding penerbangan harus memiliki sinergi yang jelas dan saling menguntungkan.
“Makanya sinkronisasi diperlukan dalam rangka harmonisasi dari sisi institusional maupun sumber daya manusianya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan pihaknya berencana membentuk holding penerbangan. Saat ini rencana tersebut sedang dianalisa dan dikaji secara menyeluruh.
“Di dalamnya membawahi BUMN di bidang jasa penerbangan yakni Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, dan Garuda Indonesia. Sedang dikaji secara menyeluruh,” ujar Menteri BUMN Rini Soemarno dalam sebuah kesempatan di Tangerang, Banten, baru-baru ini.
Kendati demikian, Rini menjelaskan bahwa rencana holding penerbangan ini belum bisa memastikan kapan akan terbentuk.
Sebelumnya, Rini mengatakan bahwa holdingisasi diyakini akan membentuk perusahaan menjadi lebih efisiensi dan lebih kuat di sektor finansialnya.
"Dengan holdingisasi ini, kita meyakini efisiensi bisa terjadi, penguatan di keuangan juga akan lebih baik dan bisa memotong berbagai macam duplikasi yang sekarang ada," ujar Rini beberapa waktu lalu.
Rini menjelaskan, ke depannya kompetisi akan semakin berat. Maka dari itu sinergi antar-BUMN harus lebih ditingkatkan serta holdingisasi harus betul-betul terbentuk.
Terpisah, Anggota DPR Komisi V Muhidin M Said mengatakan, penggabungan sejumlah BUMN ke dalam holding BUMN penerbangan bisa menciptakan efisiensi. Dia berkaca pada perusahaan penerbangan Emirat Arab yang juga menjadi bagian dari usaha pengelolaan bandara.
“Mungkin Kementerian BUMN berkaca dari perusahaan penerbangan di Arab Saudi yang berhasil mengelola penerbangan, termasuk bandaranya. Dan saya rasa itu tidak masalah,” ungkapnya.
Menurut dia, dengan penggabungan tersebut, juga akan lebih merampingkan struktur antara pengelola dan operator penerbangan.
“Ya direksi dan komisaris juga banyak. Kita harap bisa lebih ramping sehingga akan lebih efisien dalam pengelolaannya,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika penggabungan tersebut diwujudkan, maka penyamaan core bisnis harus segera dilakukan. Yang jelas, kata dia, rencana itu harus dikaji lagi lebih mendalam dan hati-hati.
“Di BUMN ini juga terlalu banyak direksi yang diurus beda core bisnis, dan saya lihat itu tidak efisien,” pungkasnya.
Belum lama ini, pemerintah telah membentuk sejumlah holding BUMN mulai dari pertambangan, perkebunan hingga infrastruktur. Di sektor perkebunan, holding dipimpin oleh PT Perkebunan Nusantara (PN) III (persero) yang membawahi sejumlah perusahaan perkebunan di antaranya PTPN 1, PTPN 2, PTPN4, PTPN 5, PTPN 6, PTPN 7, PTPN 8, PTPN 9, PTPN 10, PTPN 11, PTPN 12, PTPN 13, PTPN 14, dan KPBN.
Adapun di sektor pertambangan PT Inalum memimpin holding yang beranggotakan PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk dan PT Timah Tbk. Hoding ini hingga akhir 2018, lalu memiliki total aset Rp162 triliun, meningkat signifikan dibanding pada awal terbentuk di 2016 yang hanya Rp23 triliun. Peningkatan aset ini tidak lepas dari pembelian saham PT Freeport Indonesia beberapa waktu lalu.
Sementara di sektor infrastruktur, beberapa BUMN yang masuk menjadi holding adalah PT Jasa Marga (persero) Tbk, PT Adhi Karya (persero) Tbk, PT Waskita Karya (persero) Tbk, PT Yodya Karya (persero) Tbk, dan PT Indra Karya (persero) serta PT Hutama Karya (persero) sebagai induk holdingnya. Holding ini memiliki total aset senilai Rp233 triliun.
Holding BUMN lain yang akan dibentuk adalah sektor farmasi, perumahan, dan keuangan. (Ichsan Amin/Sindonews/Ant)
(nfl)