Ini Beda Pertumbuhan Utang Era SBY dan Jokowi Menurut Ekonom
A
A
A
JAKARTA - Peneliti di Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyebutkan, ada perbedaan pada pertumbuhan utang di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi). Yusuf mengatakan,utang pada masa pemerintahan Jokowi hanya sebesar 7%. Sementara, di era SBY pada 2004 hingga 2014 utang tumbuh 14%.
"Mengenai utang, setiap tahun pertumbuhan utang rata-rata 7%. Ini lebih rendah dari 2004 hingga 2014 yang mencapai 14%," ujar Yusuf di Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Namun, sambung dia, komposisi utang menjadi masalah utama yang perlu diperhatikan. Saat ini, kata dia, walaupun utang Indonesia lebih baik dibandingkan Jepang, perputaran utang di dalam negeri lebih banyak.
"Artinya, ketika terjadi gonjang-ganjing ekonomi global ini akan berpengaruh pada SUN. Indonesia sangat rentan jika terjadi gonjang-ganjing global karena akan terjadi capital outflow," ujarnya.
Untuk itu, dia berharap pemimpin Indonesia ke depan harus menyusun target yang tepat sasaran, termasuk mengenai asumsi ekonomi makro. Hal ini diperlukan agar kebijakan yang akan diterbitkan sesuai dengan perkembangan ekonomi baik dalam maupun luar negeri.
"Tentang asumsi makro yang ditetapkan pada kebijakan fiskal. Asumsi makro pertumbuhan ekonomi 4 tahun terakhir selalu meleset. Ini penting untuk mengeluarkan kebijakan yang tepat," tandasnya.
"Mengenai utang, setiap tahun pertumbuhan utang rata-rata 7%. Ini lebih rendah dari 2004 hingga 2014 yang mencapai 14%," ujar Yusuf di Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Namun, sambung dia, komposisi utang menjadi masalah utama yang perlu diperhatikan. Saat ini, kata dia, walaupun utang Indonesia lebih baik dibandingkan Jepang, perputaran utang di dalam negeri lebih banyak.
"Artinya, ketika terjadi gonjang-ganjing ekonomi global ini akan berpengaruh pada SUN. Indonesia sangat rentan jika terjadi gonjang-ganjing global karena akan terjadi capital outflow," ujarnya.
Untuk itu, dia berharap pemimpin Indonesia ke depan harus menyusun target yang tepat sasaran, termasuk mengenai asumsi ekonomi makro. Hal ini diperlukan agar kebijakan yang akan diterbitkan sesuai dengan perkembangan ekonomi baik dalam maupun luar negeri.
"Tentang asumsi makro yang ditetapkan pada kebijakan fiskal. Asumsi makro pertumbuhan ekonomi 4 tahun terakhir selalu meleset. Ini penting untuk mengeluarkan kebijakan yang tepat," tandasnya.
(fjo)