Pemilu dan Hubungan Rumit Investasi RI-China

Sabtu, 13 April 2019 - 19:18 WIB
Pemilu dan Hubungan...
Pemilu dan Hubungan Rumit Investasi RI-China
A A A
JAKARTA - Indonesia dalam empat hari ke depan bakal melangsungkan pemilihan umum (Pemilu) dan siapapun yang memenangkan pemilu presiden 2019 mendatang dinilai harus bisa menavigasi hubungan rumit investasi Indonesia dengan China. Negeri Tirai Bambu -julukan China- tersebut menjadi pemain penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun semakin tidak populer dengan pemilih.

Ekonomi Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara dengan populasi sebanyak 250 juta penduduk dan pertumbuhan ekonomi rata-rata tahunan sebesar 5%. Menurut PricewaterhouseCoopers (Pwc) pada tahun 2050, Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia setelah China, India serta Amerika Serikat.

Tetapi para analis kerap mengatakan bahwa Indonesia tidak menambah bobotnya, karena telah terganggu oleh kurangnya investasi di bidang infrastruktur selama beberapa dekade, terlebih dengan meraknya kasus korupsi dan birokrasi. Sehingga untuk 193 juta orang yang akan memilih presiden selanjutnya dalam empat hari mendatang, pertumbuhan ekonomi adalah isu inti dalam pemilihan.

Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan tanpa adanya investasi signifikan di infrastruktur Indonesia, yang kemudian menghalangi perdagangan dan menutupi potensi negara ini. Sejauh ini China telah menunjukkan ketertarikannya dalam mengembangkan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia dan menambahkannya ke dalam daftar negara-negara berkembang yang diinvestasikan ke dalam Belt and Road Initiative-nya.

"Secara tradisional, sumber terbesar investasi internasional di Indonesia adalah Jepang dan Korea. Saya harus mencatat bahwa selama lima tahun terakhir China telah berubah dari menjadi investor internasional nomor 13 terbesar dan mungkin akan menduduki posisi 1 nantinya," ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tom Lembong.

Meskipun belum ada proyek Belt and Road secara resmi di Tanah Air, China telah mengalahkan Jepang dengan beberapa proyek infrastruktur kelas atas di Indonesia. Namun salah satu dari proyek telah terganggu dengan kontroversi. Kereta api cepat Jakarta-Bandung adalah proyek senilai USD5,9 miliar yang sedang dibangun oleh konsorsium Cina dan beberapa mitra Indonesia. Dilaporkan setidaknya 75% dari proyek ini didanai oleh China Development Bank.

Setelah selesai, ini akan menjadi salah satu proyek kereta api berkecepatan tinggi pertama di Asia Tenggara, yang menghubungkan Jakarta dengan salah satu dari tiga kota teratas di Indonesia, Bandung. Akan tetapi proyek ambisius tersebut menghadapi potensi penundaan karena masalah pembebasan lahan, ditambah banyak kritikus yang mempertanyakan kebutuhan kereta api cepat ke Bandung.

Alasannya ada pilihan yang lebih murah saat ini tersedia, termasuk perjalanan dengan bus atau layanan kereta yang sudah ada. Investasi China telah menjadi isu yang diperdebatkan dalam pemilihan ini, karena Presiden Indonesia yang sedang menjabat, Joko Widodo, telah mendekati Beijing untuk berinvestasi dalam hal infrastruktur. Hal ini sebagian disebabkan tidak adanya pihak lain yang memiliki kekuatan finansial untuk menyamai China.

Serta sebagian lagi karena Indonesia adalah tempat yang rumit untuk berinvestasi. Tetapi, Tom Lembong mengklaim bahwa investor asing yang tertarik menanamkan modalnya ke Indonesia dan bersedia untuk menghadapi beberapa kesulitan. Dia juga mengatakan, bahwa agar investasi China mencapai potensi penuhnya di Indonesia, harus dikelola dengan baik.

"Saya pikir sebagian besar negara yang saya sadari ingin bekerja sama dengan China untuk terus menyempurnakan dan mengembangkan investasi untuk kemudian membuatnya semakin kontroversial dari waktu ke waktu," katanya, membandingkan investasi China dengan investasi Jepang di seluruh dunia dalam era 80-an dan 90-an.

"Hari ini investasi Jepang di seluruh dunia telah diterima dengan baik dan sama sekali tidak kontroversial. Percaya atau tidak, saya sungguh berpikir kita sedang menuju semacam situasi di mana kita akan menyelesaikan masalah," jelasnya.

Tetapi investasi China juga telah menjadi momok bagi rival Jokowi, dimana kerap dipakai Prabowo Subianto untuk melemahkannya. Prabowo menuduh Jokowi terlalu lunak terhadap China, dan membiarkan jutaan pekerja Tiongkok bekerja di proyek-proyek yang didanai China. Prabowo mengatakan jika dia menjadi presiden, dia akan meninjau semua proyek Beijing di Indonesia.

Hal itu menjadi sentimen yang dapat mempengaruhi rakyat Indonesia yang semakin waspada dengan pengaruh Beijing. Sudah sejak lama ada kebencian mendalam terhadap keturunan Indonesia-Tionghoa yang terkadang berubah menjadi kekerasan, sebagian didorong oleh kecemburuan ekonomi orang Indonesia-Tionghoa yang kebanyakan dianggap lebih kaya daripada orang Indonesia etnis Melayu.

Walaupun banyak keluarga bisnis Indonesia yang besar berasal dari keluarga Indonesia-Tionghoa, kenyataannya sebagian besar komunitas ini adalah orang Indonesia kelas menengah, yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan seperti orang lain. Sentimen anti-China ini juga diperburuk oleh apa yang dianggap mayoritas orang Indonesia sebagai hegemoni ekonomi dan politik oleh Beijing.

Dalam sebuah laporan baru-baru ini oleh Pew Research Center, jumlah orang Indonesia yang memiliki pandangan baik tentang China telah menurun dari waktu ke waktu. Pada tahun 2018, sebanyak 53% memiliki pandangan yang baik tentang China, dibandingkan dengan 66% pada tahun 2014 di pemilu Indonesia terakhir.

Namun, sangat mungkin siapa pun yang memenangkan pemilu akan perlu bergantung pada China untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat menopang pertumbuhan populasi Indonesia. Kenyataannya adalah keberhasilan Indonesia di masa depan tergantung pada bagaimana pemimpinnya menavigasi hubungan Indonesia dengan Beijing.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8881 seconds (0.1#10.140)