Raja Utang China Membangun Kekayaan Hingga USD35 Miliar

Kamis, 18 April 2019 - 16:33 WIB
Raja Utang China Membangun Kekayaan Hingga USD35 Miliar
Raja Utang China Membangun Kekayaan Hingga USD35 Miliar
A A A
HONG KONG - Donald Trump pernah menyebut dirinya "raja utang", namun Hui Ka Yan seorang pengusaha properti terkaya di China memiliki klaim yang lebih kuat atas label tersebut. Tidak ada yang menjadi lebih kaya di balik pesta pinjam-meminjam perusahaan selain Hui.

China Evergrande Group yang dimiliknya tidak hanya pengembang terbesar di Negeri Tirai Bambu, tetapi juga paling berpengaruh di antara perusahaan-perusahaan terbesar dunia. Hui tercatat memiliki kekayaan bersih mencapai sebesar USD35 miliar (atau sekitar Rp489 triliun) dan menjadi orang terkaya ke-26 versi Bloomberg Billionaires Index.

Beberapa orang yang melebihi peringkatnya tercatat mulai dari Jeff Bezos dari Amazon.com hingga Sheldon Adelson dari Las Vegas Sands telah menumbuhkan kekayaan mereka melalui perusahaan dengan neraca yang jauh lebih konservatif. Dalam banyak hal, Hui lebih melambangkan tren terkini dalam bisnis global daripada rekan-rekannya yang lebih kaya.

Utang perusahaan di seluruh dunia telah membengkak sebesar 26% selama satu dekade terakhir menjadi USD132 triliun karena perusahaan telah mengambil keuntungan dari suku bunga rendah secara historis untuk mendanai pertumbuhan mereka. Seperti Evergrande, banyak juga yang menggunakan uang pinjaman tersebut untuk membeli kembali saham dan meningkatkan dividen.

"Mereka menggunakan utang untuk membiayai ekspansi dan jika ingin dividen dan pembelian saham kembali, mereka akan menggunakan utang tersebut untuk membiayainya juga," kata Nigel Stevenson, seorang analis di GMT Research Ltd, Hong Kong.

Ketika investor berdebat berapa lama masa-masa baik akan bertahan, Evergrande telah muncul sebagai contoh ekstrem dari tarik-menarik antara 'banteng dan beruang'. Saham perusahaan, menjadi sumber utama kekayaan Hui telah mengalahkan pasar dalam beberapa tahun terakhir, sementara pada saat yang sama menjadi target favorit dari para penjual jangka pendek.

Evergrande pekan ini meningkatkan penerbitan obligasi dolar AS dari tahun ke tahun menjadi USD6,7 miliar atau merupakan yang terbesar pada wilayah Asia di luar Jepang. Bahkan ketika analis kredit mencuatkan kekhawatiran tentang beban hutang perusahaan yang sangat besar.

Hui yang tumbuh miskin di provinsi Henan pusat China dan berhenti dari pekerjaannya pada sebuah perusahaan baja milik negara pada tahun 1992, mencoba peruntungannya di bidang real estat. Sejauh ini Ia telah berhasil mendorong batas toleransi investor untuk leverage tanpa memicu kehilangan kepercayaan diri.

Saham Evergrande telah melonjak lebih dari 200% selama dua tahun terakhir karena perusahaan membeli kembali jutaan saham dan membagikan dividen USD 2,2 miliar pada akhir 2018. Pengembang engga menjawab permintaan komentar, terkait keputusan menjual USD1 miliar obligasi pada awal pekan dengan imbal hasil sekitar 10% lebih tinggi untuk perusahaan dengan ukurannya, tetapi masih jauh di bawah level yang menandakan tekanan keuangan.

"Permintaan investor untuk obligasi perusahaan telah kuat mengingat imbal hasil yang menarik," kata Dhiraj Bajaj, manajer portofolio di Lombard Odier di Singapura yang telah berinvestasi dalam uang dolar di Evergrande.

Hui mendirikan Evergrande pada tahun 1996 dan mengubahnya menjadi pengembang terbesar di China dengan pendapatan, yang diperoleh dari keuntungan pinjaman perusahaan dengan lebih dari satu cara. Pria berusia 60 tahun itu menginvestasikan USD 1 miliar dari uangnya sendiri pada beberapa obligasi perusahaan pada bulan Oktober, sebuah langkah tidak biasa yang bertujuan untuk meredakan kegelisahan pasar atas besarnya beban utang Evergrande.

Tercatat Hui telah memperoleh sekitar 16% dari investasinya karena sentimen membaik. Optimis bertambah menunjuk pada janji Evergrande yang berulang-ulang untuk mengurangi daya ungkit dan mengatakan kepemilikan tanah perusahaan yang besar memberikan dukungan yang cukup untuk utangnya.Pengembang juga mendapat untung karena pasar perumahan dan ekonomi China menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Laba inti Evergrande, disesuaikan untuk revaluasi properti, fluktuasi nilai tukar mata uang asing dan nilai wajar aset keuangan, terpantau naik lebih cepat dari perkiraan 93% pada 2018. Utang yang menggunung tetap merupakan risiko yang signifikan.
Liabilitas bersih Evergrande telah empat kali lipat selama lima tahun terakhir menjadi sekitar USD78 miliar, sementara leverage keuangannya dua kali lebih tinggi dari rata-rata industri, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg. Penerbitan obligasi yang sering dilakukan perusahaan tahun ini dapat menghambat upaya untuk mengurangi utang, ujar S&P Global Ratings dalam sebuah catatan minggu ini.

"Pasar mulai mempertanyakan komitmen Evergrande," kata Paul Lukaszewski, kepala utang perusahaan Asia dan riset kredit pasar berkembang di Aberdeen Standard Investments.

Sementara itu, minat pendek pada saham Evergrande berjumlah 18% dari free float perusahaan, data yang dikumpulkan oleh IHS Markit dan Bloomberg menunjukkan. Itu turun dari 27% pada September, tetapi masih salah satu level tertinggi di antara saham-saham berkapitalisasi besar secara global.

Beberapa orang yang meragukan Evergrande mengatakan Hui membakar terlalu banyak uang saat dia berekspansi ke sejumlah besar bisnis baru. Dia telah bercabang ke segala hal mulai dari rumah sakit hingga teknologi dengan kecerdasan buatan hingga sepak bola dalam beberapa tahun terakhir, dan telah bersumpah untuk mengambil Tesla Inc untuk menjadi pembuat mobil listrik terbesar di dunia.

Usaha-usaha itu telah selaras dengan prioritas Partai Komunis yang berkuasa di China, tetapi jauh dari kejelasan bahwa mereka akan berhasil. Jika ekonomi terbesar di Asia melesat atau pasar kredit mengetat, ekspansi yang didorong oleh utang Hui bisa menggigit balik.

"Ada sedikit ketidakpastian mengenai diversifikasi ke bisnis baru seperti kendaraan listrik," kata Luther Chai, seorang analis di CreditSights Singapore LLC. "Investasi ini membutuhkan sejumlah besar modal di awal dan akan membutuhkan waktu untuk menghasilkan keuntungan, jika mereka berhasil."
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3765 seconds (0.1#10.140)