Pemerintah Berupaya Menjaga Daya Beli pada Bulan Ramadan

Minggu, 21 April 2019 - 06:46 WIB
Pemerintah Berupaya...
Pemerintah Berupaya Menjaga Daya Beli pada Bulan Ramadan
A A A
JAKARTA - Beberapa kebijakan pemerintah seperti menahan harga bahan bakar minyak (BBM) dan memberi diskon kepada pelanggan listrik 900 PA akan membuat daya beli masyarakat relatif stabil pada Ramadan tahun ini. Hal yang patut dikhawatirkan justru kenaikan harga tiket pesawat dan masyarakat akan bergeser menggunakan kendaraan pribadi.

Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, secara keseluruhan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia stabil. Daya beli masyarakat cukup baik dan inflasi pangan terjaga dalam triwulan pertama di 2019 dengan deflasi 0,37%. Hal itu menunjukkan bahwa memang tekanan terhadap harga bahan pangan ini relatif stabil. Tidak ada gejolak berlebihan.

“Konsumsi rumah tangga masyarakat memang belum ada data dari BPS, tetapi diperkirakan tingkat konsumsi rumah tangga akan terjaga di level 5%, apalagi setelah pemilu. Quarter pertama menunjukkan sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran terhadap merosotnnya daya beli,” tutur Bhima.

Bhima meyakinkan, situasinya hampir mirip tahun 2018. Bahkan tahun ini jauh lebih baik karena kebijakan pemerintah menahan harga BBM subsidi dan diskon tarif listrik untuk golongan 900 PA. Tantangan ekonomi yang dirasakan saat Ramadan menurutnya justru datang dari harga tiket pesawat sehingga masyarakat akan bergeser menggunakan kendaraan pribadi untuk mudik.

Bhima juga menjelaskan pada momen Ramadan dan Lebaran, di quarter kedua konsumsi rumah tangga dapat naik hingga 0,2%. “Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang biasanya 5% nanti naik. Ada tambahan 0,2%, bisa juga pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua biasanya lebih tinggi dibanding kuartal lainnya. Karena puncaknya permintaan pada saat ini,” jelasnya.

Belanja yang dilakukan secara online yang kini banyak dilakukan juga dapat membantu masyarakat dalam menekan pengeluaran. Hal itu dikarenakan harga jual di e-commerce lebih murah serta banyak keuntungan yang didapat karena promosi brand atau marketplace. Bhima menyarankan masyarakat dapat menggunakan kesempatan tersebut untuk dapat mengatur arus keuangan rumah tangga.

Namun menurutnya ada dampak negatif dari e-commerce, yakni masih banyak produk yang dijual merupakan barang impor. Dengan demikian bila dilihat dari sisi perekonomian negara akan memberi dampak negatif terhadap nilai tukar rupiah. Adapun produk impor favorit saat Ramadan ialah fashion berupa busana siap pakai dan barang elektronik.

Menurutnya hal ini sebuah konsekuensi dari kemudahan belanja online yang kini semakin digemari. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahya Widayanti menjelaskan, Kemendag melakukan berbagai cara, salah satunya menggandeng BUMN dan pelaku usaha dalam penetapan harga eceran tertinggi untuk bahan pokok seperti gula, minyak goreng kemasan kecil, dan daging beku.

“Kami duduk bersama agar harga di pasar tidak melonjak seiring dengan permintaan yang banyak. Kami juga menjamin stok yang ada sehingga tidak ada yang langka,” ungkapnya. Tjahya menambahkan, Kemendag juga melakukan operasi pasar yang dilakukan Perum Badan Urusan Logistik. Tujuannya tentu agar terus memantau stabilitas harga.

Selain barang pokok, fashion dan barang elektronik khususnya gadget menjadi produk yang banyak dibeli saat momen Ramadan dan Lebaran. “Pengawasan stok dan harga dilakukan ke pasar tradisional, ritel modern, juga distributor. Kami bekerja sama dengan dinas kota setempat juga satgas pangan. Dari sekarang sudah mulai, jangan sampai saat Ramadan harga naik,” tambahnya.

Pakar branding Yuswohady menilai kebutuhan leisure merupakan euforia lain yang akan semakin dirasakan ketika memasuki Ramadan. Menurutnya sejak 2010 era syariah semakin kuat dan segala sesuatunya akan menjadi booming. Masyarakat mengubah pola belanjanya sesuai dengan kebutuhan syariah seperti fashion muslim dengan model hijab terkini hingga berwisata rohani.

Selain kebutuhan premier untuk Ramadan, menurut Yuswo masyarakat juga akan mengejar kebutuhan yang sedang tren dalam tiga tahun terakhir yakni leisure. Leisure dalam hal ini adalah melakukan liburan yang bersifat kerohanian. “Kalau zaman seperti sekarang terutama mereka yang hidup di kota besar mereka sudah mapan. Mereka sudah merasa memiliki baju banyak, merasa untuk apa membeli baju lagi sehingga ada THR digunakan hal lain,” tutur Yuswo kepada KORAN SINDO.

Leisure seperti itu menurutnya dapat sekaligus dijadikan sebagai pengalaman pribadi di bulan suci. Menurutnya, masyarakat masa kini bukan lagi prioritas membeli barang tetapi pengalaman.

“Pengalaman itu bisa spiritual atau sifatnya emosional. Kalau seseorang liburan menghabiskan waktu bersama keluarga atau sahabat itu termasuk emosional. Tapi kalau spiritual sesuatu yang arahnya ketaatan kepada Tuhan,” jelasnya.

Seiring dengan pengalaman yang berkembang, tingkat religius masyarakat ikut meningkat yang akan memengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk kebutuhan sehari-hari yang digunakannya.

Masyarakat yang religius akan mulai mempertimbangkan segala sesuatunya dalam mengambil pilihan seperti memilih produk makanan, kosmetik, perawatan tubuh, wisata, dan sebagainya yang memiliki label halal. Selain tren berubahnya kebutuhan masyarakat di Ramadan, beberapa hal lain yang menjadi kebutuhan primer seperti kebutuhan pokok tetap menjadi prioritas.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0995 seconds (0.1#10.140)