Dukung Komoditi Kopi Lokal, BI Sumsel Resmikan RKS
A
A
A
PALEMBANG - Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) merupakan penghasil kopi terbesar di wilayah Sumatera dengan luas lahan mencapai 250 ribu hektar dan penghasil biji kopi mencapai 140 ribu ton pertahun. Untuk mengakomodir produksi tersebut, Bank Indonesia (BI) menyediakan sebuah wadah yakni Rumah Kopi Sumsel (RKS).
Kepala Kantor Perwakilan BI Sumsel, Yunita Resmi Sari mengatakan, Sumsel belum dikenal luas sebagai penghasil kopi jika dibanding provinsi tetangga seperti Aceh dan Lampung. Adanya RKS ini merupakan salah satu bentuk program pengembangan ekonomi dan UMKM yang dilakukan BI terhadap komoditas kopi.
"RKS juga merupakan bentuk sinergi bauran kebijakan BI dengan kebijakan fiskal Pemerintah untuk mengelola defisit transaksi berjalan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ucap Yunita saat diwawancarai SINDOnews disela peresmian RKS, Sabtu (27/4).
Saat ini, kata Yunita, pengelolaan RKS dilakukan oleh UMKM binaan BI yakni pada bagian supply kopi dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dari lima Kabupaten/Kota penghasil kopi di Sumsel seperti Pagaralam, Lahat, Muara Enim, Empat Lawang dan OKU Selatan. Sedangkan untuk pemasarannya dilakukan Wirausaha Unggulan BI (WUBI) sebagai barista di RKS.
"Kita telah menjajaki kerjasama dengan Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) terkait budidaya kopi agar menghasilkan biji kopi yang berkualitas, serta fisilitasi ekspor kopi Sumsel. Dan nantinya akan dilakukan pembinaan dan pendampingan terhadap petani kopi, khususnya yang memiliki potensi ekspor," terangnya.
Selain itu, WUBI yang mengelola RKS juga telah menjalin kerjasama dengan coffee shop di Singapura untuk pemenuhan permintaan biji kopi di beberapa coffee shop di negara tetangga tersebut. Melihat kondisi tersebut, menurut Yunita, peluang ekspor kopi Sumsel terbuka lebar dengan dukungan dari semua pihak.
"Kita harapkan kedepannya RKS ini dapat menjadi pembuka akses perdagangan kopi Sumsel, menjadi tempat pemasaran produk kopi dari petani, serta menjadi rujukan para petani untuk menghasilkan kopi kualitas premium dan menjadi sarana branding Sumsel sebagai provinsi penghasil kopi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," jelasnya.
Sementara itu, Bupati OKU Selatan, Popo Ali Murtopo mengatakan, sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Sumsel, OKU Selatan memang masih membutuhkan waktu untuk mengoptimalkan kopi OKU Selatan agar tidak keluar dari provinsi Sumsel.
"Saya kira ini memang bertahap dan tentu perlu kerjasama berbagai pihak untuk komitmen bersama untuk ke arah sana, karena jarak Lampung ke OKU Selatan sama seperti ke Palembang, hanya saja pelaku usaha di Lampung lebih banyak ditambah perusahaan yang multinasional bahkan internasional juga tersedia disana," ungkapnya.
Dijelaskan Popo, pihaknya belum bisa mengihtung seberapa banyak komoditas kopi yang diproduksi pertahunnya dari tanah OKU Selatan. "Sekarang ini fluktuatif, yang pasti luas lahan kita sekitar 40.000 hektar yang sebenarnya jauh dari produktivitas tinggi. Saat ini yang perlu dilakukan yakni pembinaan, sehingga nantinya dapat meningkatkan produksi," pungkasnya.
Kepala Kantor Perwakilan BI Sumsel, Yunita Resmi Sari mengatakan, Sumsel belum dikenal luas sebagai penghasil kopi jika dibanding provinsi tetangga seperti Aceh dan Lampung. Adanya RKS ini merupakan salah satu bentuk program pengembangan ekonomi dan UMKM yang dilakukan BI terhadap komoditas kopi.
"RKS juga merupakan bentuk sinergi bauran kebijakan BI dengan kebijakan fiskal Pemerintah untuk mengelola defisit transaksi berjalan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ucap Yunita saat diwawancarai SINDOnews disela peresmian RKS, Sabtu (27/4).
Saat ini, kata Yunita, pengelolaan RKS dilakukan oleh UMKM binaan BI yakni pada bagian supply kopi dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dari lima Kabupaten/Kota penghasil kopi di Sumsel seperti Pagaralam, Lahat, Muara Enim, Empat Lawang dan OKU Selatan. Sedangkan untuk pemasarannya dilakukan Wirausaha Unggulan BI (WUBI) sebagai barista di RKS.
"Kita telah menjajaki kerjasama dengan Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) terkait budidaya kopi agar menghasilkan biji kopi yang berkualitas, serta fisilitasi ekspor kopi Sumsel. Dan nantinya akan dilakukan pembinaan dan pendampingan terhadap petani kopi, khususnya yang memiliki potensi ekspor," terangnya.
Selain itu, WUBI yang mengelola RKS juga telah menjalin kerjasama dengan coffee shop di Singapura untuk pemenuhan permintaan biji kopi di beberapa coffee shop di negara tetangga tersebut. Melihat kondisi tersebut, menurut Yunita, peluang ekspor kopi Sumsel terbuka lebar dengan dukungan dari semua pihak.
"Kita harapkan kedepannya RKS ini dapat menjadi pembuka akses perdagangan kopi Sumsel, menjadi tempat pemasaran produk kopi dari petani, serta menjadi rujukan para petani untuk menghasilkan kopi kualitas premium dan menjadi sarana branding Sumsel sebagai provinsi penghasil kopi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," jelasnya.
Sementara itu, Bupati OKU Selatan, Popo Ali Murtopo mengatakan, sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Sumsel, OKU Selatan memang masih membutuhkan waktu untuk mengoptimalkan kopi OKU Selatan agar tidak keluar dari provinsi Sumsel.
"Saya kira ini memang bertahap dan tentu perlu kerjasama berbagai pihak untuk komitmen bersama untuk ke arah sana, karena jarak Lampung ke OKU Selatan sama seperti ke Palembang, hanya saja pelaku usaha di Lampung lebih banyak ditambah perusahaan yang multinasional bahkan internasional juga tersedia disana," ungkapnya.
Dijelaskan Popo, pihaknya belum bisa mengihtung seberapa banyak komoditas kopi yang diproduksi pertahunnya dari tanah OKU Selatan. "Sekarang ini fluktuatif, yang pasti luas lahan kita sekitar 40.000 hektar yang sebenarnya jauh dari produktivitas tinggi. Saat ini yang perlu dilakukan yakni pembinaan, sehingga nantinya dapat meningkatkan produksi," pungkasnya.
(akr)