Anggaran Pemindahan Ibu Kota Capai Rp466 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain di luar Pulau Jawa sekitar Rp323 triliun hingga Rp466 triliun.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan jika mengikuti skenario pertama, dimana tidak ada resizing jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), maka seluruh ASN pemerintah pusat akan pindah ke ibu kota baru dengan jumlah sekitar 1,5 juta orang. Meliputi anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI, Polri dan bersama anggota keluarganya.
"Dengan penduduk 1,5 juta, pemerintahan akan membutuhkan 5% lahan, ekonomi 15%, sirkulasi infrastruktur 20%, pemukiman 40%, dan ruang terbuka hijau 20%. Diperkirakan dibutuhkan lahan minimal 40.000 hektar untuk estimasi atau skenario yang pertama," ujar Bambang di Jakarta, Senin (29/4/2019).
Skenario kedua, apabila ketika pemindahan ada resizing dari ASN, dimana ASN-nya yang pindah itu 111 ribuan, ditambah Polri/TNI, anggota keluarganya menyesuaikan dengan 4 anggota keluarga, pelaku ekonominya 184.000, maka jumlah penduduk diperkirakan 870.000 otang. Dengan peruntukan lahan dengan persentase pemakaian yang sama, maka lahan yang diperlukan sekitar 30.000 hektar.
"Dari situ kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan tadi. Estimasi besarnya pembiayaan dimana skenario pertama diperkirakan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau USD33 miliar. Skenario kedua, lebih kecil karena kotanya lebih kecil yaitu Rp323 triliun atau USD23 miliar," jelasnya.
Menurut Bambang, sumber pembiayaan untuk kota baru ini bisa berasal dari empat sumber. Yaitu dari APBN, khususnya untuk initial infrastructure dan juga fasilitas kantor pemerintahan dan parlemen. Kemudian dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk infrastruktur utama dan fasilitas sosial. Selanjutnya, KPBU, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha untuk beberapa unsur utama dan juga fasilitas sosial, dan swasta murni khususnya yang terkait dengan properti perumahan dan fasilitas commercial.
Dari jumlah biaya yang dibutuhkan itu, Bambang Brodonegoro menerangkan pada skenario pertama, porsi pemerintah yang dibutuhkan Rp250 triliunan, swasta hampir sama yaitu sekitar Rp215 triliun. Demikian juga untuk yang skenario kedua, pemerintah sedikit lebih besar daripada swasta.
Bambang menambahkan, apabila ingin merealisasikan pemindahan ibu kota ini, ada semacam badan otorita yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Badan ini mengelola dana investasi pembangunan kota baru, serta melakukan kerjasama, baik dengan BUMN maupun swasta.
"Mengelola aset investasi dan menyewakan aset tersebut kepada instansi pemerintah atau pihak ketiga, serta mengelola proses pengalihan aset pemerintah di Jakarta untuk membiayai investasi pembangunan kota baru," jelas Bambang.
Selain itu, lanjut Bambang, badan otorita ini juga harus melakukan persiapan dan pembangunan dari menyusun struktur pola tata ruang, membangunan infrastrukturnya dan gedung fasilitas pemerintahan, mengendalikan proses pembangunan sarana prasarana, serta mengelola-memelihara gedung, dan fasilitas publik lainnya.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan jika mengikuti skenario pertama, dimana tidak ada resizing jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), maka seluruh ASN pemerintah pusat akan pindah ke ibu kota baru dengan jumlah sekitar 1,5 juta orang. Meliputi anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI, Polri dan bersama anggota keluarganya.
"Dengan penduduk 1,5 juta, pemerintahan akan membutuhkan 5% lahan, ekonomi 15%, sirkulasi infrastruktur 20%, pemukiman 40%, dan ruang terbuka hijau 20%. Diperkirakan dibutuhkan lahan minimal 40.000 hektar untuk estimasi atau skenario yang pertama," ujar Bambang di Jakarta, Senin (29/4/2019).
Skenario kedua, apabila ketika pemindahan ada resizing dari ASN, dimana ASN-nya yang pindah itu 111 ribuan, ditambah Polri/TNI, anggota keluarganya menyesuaikan dengan 4 anggota keluarga, pelaku ekonominya 184.000, maka jumlah penduduk diperkirakan 870.000 otang. Dengan peruntukan lahan dengan persentase pemakaian yang sama, maka lahan yang diperlukan sekitar 30.000 hektar.
"Dari situ kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan tadi. Estimasi besarnya pembiayaan dimana skenario pertama diperkirakan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau USD33 miliar. Skenario kedua, lebih kecil karena kotanya lebih kecil yaitu Rp323 triliun atau USD23 miliar," jelasnya.
Menurut Bambang, sumber pembiayaan untuk kota baru ini bisa berasal dari empat sumber. Yaitu dari APBN, khususnya untuk initial infrastructure dan juga fasilitas kantor pemerintahan dan parlemen. Kemudian dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk infrastruktur utama dan fasilitas sosial. Selanjutnya, KPBU, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha untuk beberapa unsur utama dan juga fasilitas sosial, dan swasta murni khususnya yang terkait dengan properti perumahan dan fasilitas commercial.
Dari jumlah biaya yang dibutuhkan itu, Bambang Brodonegoro menerangkan pada skenario pertama, porsi pemerintah yang dibutuhkan Rp250 triliunan, swasta hampir sama yaitu sekitar Rp215 triliun. Demikian juga untuk yang skenario kedua, pemerintah sedikit lebih besar daripada swasta.
Bambang menambahkan, apabila ingin merealisasikan pemindahan ibu kota ini, ada semacam badan otorita yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Badan ini mengelola dana investasi pembangunan kota baru, serta melakukan kerjasama, baik dengan BUMN maupun swasta.
"Mengelola aset investasi dan menyewakan aset tersebut kepada instansi pemerintah atau pihak ketiga, serta mengelola proses pengalihan aset pemerintah di Jakarta untuk membiayai investasi pembangunan kota baru," jelas Bambang.
Selain itu, lanjut Bambang, badan otorita ini juga harus melakukan persiapan dan pembangunan dari menyusun struktur pola tata ruang, membangunan infrastrukturnya dan gedung fasilitas pemerintahan, mengendalikan proses pembangunan sarana prasarana, serta mengelola-memelihara gedung, dan fasilitas publik lainnya.
(ven)