Harga Minyak Tekor Karena Produksi Minyak AS Mencapai Rekor
A
A
A
SINGAPURA - Harga minyak mentah merugi pada Kamis (2/5/2019), karena Amerika Serikat terus menggenjot produksi dan meningkatkan pasokannya hingga mencapai rekor tertinggi sejak 2017.
Upaya AS meningkatkan produksi dan pasokan demi mengimbangi pasar minyak yang ketat, akibat pemotongan pasokan yang dilakukan OPEC sejak awal tahun, ditambah sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.
Melansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka internasional, Bret turun 4 sen menjadi USD72,15 per barel pada pukul 01:42 GMT. Harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) stagnan di level USD63,58 per barel.
"Harga minyak telah turun tajam karena pasokan minyak Amerika Serikat naik ke level tertinggi sejak 2017," tulis ANZ Bank di Singapura.
ANZ menambahkan kilang minyak AS terus meningkatkan produksi menuju ke periode pemeliharaan saat musim semi. Hal ini memicu kekhawatiran permintaan minyak mentah justru menurun dan pasokan terus bertambah. Sehingga pasar menjadi luber.
Pasokan minyak mentah AS pada pekan lalu melonjak 9,9 juta barel menjadi 470,6 juta barel, level tertinggi sejak September 2017. Sementara itu, produksi minyak AS tembus rekor tertinggi menjadi 12,3 juta barel per hari, menurut data Energy Information Administration (EIA) pada Rabu kemarin.
Di luar AS, pasar minyak sedang tarik menarik, antara ketatnya sanksi AS terhadap Iran dan Venenzuela, serta mulai melunaknya OPEC akibat tekanan Presiden AS Donald Trump.
Terkait OPEC, Menteri Energi Oman, Mohammed bin Hamad al-Rumhy, pada Rabu lalu, mengajak OPEC untuk kembali memperpanjang pemotongan produksi, yang telah dimulai sejak Januari. OPEC akan melalukan pertemuan penting pada Juni mendatang.
Terlepas dari banyak keinginan anggota OPEC untuk menahan pasokan, namun kondisi Venezuela dan Iran bisa membuat kelompok ini berubah sikap. "Situasi Venezuela kemungkinan besar akan menjadi pertimbangan OPEC untuk mengisi beberapa pasokan yang ditinggal Venezuela. Kesenjangan pasokan telah meningkat akibat geopolitik melawan geologi," ujar bank asal Kanada, RBC Capital Markets.
Upaya AS meningkatkan produksi dan pasokan demi mengimbangi pasar minyak yang ketat, akibat pemotongan pasokan yang dilakukan OPEC sejak awal tahun, ditambah sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.
Melansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka internasional, Bret turun 4 sen menjadi USD72,15 per barel pada pukul 01:42 GMT. Harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) stagnan di level USD63,58 per barel.
"Harga minyak telah turun tajam karena pasokan minyak Amerika Serikat naik ke level tertinggi sejak 2017," tulis ANZ Bank di Singapura.
ANZ menambahkan kilang minyak AS terus meningkatkan produksi menuju ke periode pemeliharaan saat musim semi. Hal ini memicu kekhawatiran permintaan minyak mentah justru menurun dan pasokan terus bertambah. Sehingga pasar menjadi luber.
Pasokan minyak mentah AS pada pekan lalu melonjak 9,9 juta barel menjadi 470,6 juta barel, level tertinggi sejak September 2017. Sementara itu, produksi minyak AS tembus rekor tertinggi menjadi 12,3 juta barel per hari, menurut data Energy Information Administration (EIA) pada Rabu kemarin.
Di luar AS, pasar minyak sedang tarik menarik, antara ketatnya sanksi AS terhadap Iran dan Venenzuela, serta mulai melunaknya OPEC akibat tekanan Presiden AS Donald Trump.
Terkait OPEC, Menteri Energi Oman, Mohammed bin Hamad al-Rumhy, pada Rabu lalu, mengajak OPEC untuk kembali memperpanjang pemotongan produksi, yang telah dimulai sejak Januari. OPEC akan melalukan pertemuan penting pada Juni mendatang.
Terlepas dari banyak keinginan anggota OPEC untuk menahan pasokan, namun kondisi Venezuela dan Iran bisa membuat kelompok ini berubah sikap. "Situasi Venezuela kemungkinan besar akan menjadi pertimbangan OPEC untuk mengisi beberapa pasokan yang ditinggal Venezuela. Kesenjangan pasokan telah meningkat akibat geopolitik melawan geologi," ujar bank asal Kanada, RBC Capital Markets.
(ven)