Masyarakat Sipirok Ingatkan YEL Hentikan Hoaks PLTA Batangtoru
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat dan tokoh adat Raja Luat Sipirok yang bergelar Sutan Parlindungan Suangkupon, Edward Siregar, meminta Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) untuk berhenti menyebarkan informasi yang tidak benar atau hoaks mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru, Tapanuli Selatan. Lembaga itu disarankan membuka diri untuk berdialog dan mencari sumber informasi yang benar.
"Jangan lagi disebarkan informasi yang salah. Kalau tidak setuju, mari berdialog. Bertemu dengan masyarakat sini. Kami selalu terbuka. Datanglah. Jumpai kami di sini. Tapi jangan menyebarkan informasi yang salah," kata Edward Siregar yang berbicara didampingi tokoh adat Tawari Siregar gelar Mangaraja Tenggar kepada media massa, Senin (6/5/2019).
Sebelumnya, Manager Harian Program Batangtoru YEL, Burhanuddin dalam keterangan di media menyatakan, pembangunan PLTA Batangtoru dengan pembukaan jalan pembangunan bendungan dapat mengakibatkan koridor atau perlintasan spesies langka orang utan dari blok Barat ke blok Timur dan blok Selatan terputus.
Padahal koridor itu sudah terputus secara alami karena Sungai Batangtoru yang lebar. Justru saat ini, PLTA berupaya membangun beberapa koridor dan sangat menjaga satu kanopi hutan yang dapat menghubungkan blok barat dan blok timur. Juntaian dahan pohon itu berada di Dusun Sitandiang, Desa Bulu Mario,Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan.
Pesan Raja Luat itu juga dimaksudkan kepada Onrizal, pengajar Universitas
Sumatra Utara (USU) yang dalam pernyataannya di media menyatakan, sebagai efek operasional PLTA, maka air Sungai Batangtoru yang biasa mengalir selama 24 jam, akan mengalir selama enam jam saja. Padahal sebetulnya sungai tetap mengalir selama 24 jam.
Mereka yang menolak PLTA itu, diduga mendapatkan pasokan data yang salah dari salah satu lembaga. Hasil riset yang keliru itu sudah dicabut oleh lembaga yang bersangkutan karena faktanya bersalahan, namun informasi yang keliru itu justru dipakai secara terus-menerus oleh para lembaga ini.
Tawari Siregar menyatakan, dua pihak yang berbeda pendapat terbuka lebar peluang duduk bersama untuk menyatukan persepsi tentang pembangunan proyek strategis nasional ini. Pengelola PLTA pun bersedia berdiskusi dan mengkaji berbagai aspek secara ilmiah. Jadi titik temunya ada.
"Pembangunan pembangkit listrik ini bukan untuk masyarakat Sipirok saja, atau Tapanuli Selatan saja, tapi untuk Indonesia. Manfaatnya bisa dirasakan seluruh masyarakat, hanya saja kebetulan dibangun di Sipirok ini. Sudahlah. Mari kita bersama untuk Indonesia ini," ujar Tawari Siregar.
"Jangan lagi disebarkan informasi yang salah. Kalau tidak setuju, mari berdialog. Bertemu dengan masyarakat sini. Kami selalu terbuka. Datanglah. Jumpai kami di sini. Tapi jangan menyebarkan informasi yang salah," kata Edward Siregar yang berbicara didampingi tokoh adat Tawari Siregar gelar Mangaraja Tenggar kepada media massa, Senin (6/5/2019).
Sebelumnya, Manager Harian Program Batangtoru YEL, Burhanuddin dalam keterangan di media menyatakan, pembangunan PLTA Batangtoru dengan pembukaan jalan pembangunan bendungan dapat mengakibatkan koridor atau perlintasan spesies langka orang utan dari blok Barat ke blok Timur dan blok Selatan terputus.
Padahal koridor itu sudah terputus secara alami karena Sungai Batangtoru yang lebar. Justru saat ini, PLTA berupaya membangun beberapa koridor dan sangat menjaga satu kanopi hutan yang dapat menghubungkan blok barat dan blok timur. Juntaian dahan pohon itu berada di Dusun Sitandiang, Desa Bulu Mario,Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan.
Pesan Raja Luat itu juga dimaksudkan kepada Onrizal, pengajar Universitas
Sumatra Utara (USU) yang dalam pernyataannya di media menyatakan, sebagai efek operasional PLTA, maka air Sungai Batangtoru yang biasa mengalir selama 24 jam, akan mengalir selama enam jam saja. Padahal sebetulnya sungai tetap mengalir selama 24 jam.
Mereka yang menolak PLTA itu, diduga mendapatkan pasokan data yang salah dari salah satu lembaga. Hasil riset yang keliru itu sudah dicabut oleh lembaga yang bersangkutan karena faktanya bersalahan, namun informasi yang keliru itu justru dipakai secara terus-menerus oleh para lembaga ini.
Tawari Siregar menyatakan, dua pihak yang berbeda pendapat terbuka lebar peluang duduk bersama untuk menyatukan persepsi tentang pembangunan proyek strategis nasional ini. Pengelola PLTA pun bersedia berdiskusi dan mengkaji berbagai aspek secara ilmiah. Jadi titik temunya ada.
"Pembangunan pembangkit listrik ini bukan untuk masyarakat Sipirok saja, atau Tapanuli Selatan saja, tapi untuk Indonesia. Manfaatnya bisa dirasakan seluruh masyarakat, hanya saja kebetulan dibangun di Sipirok ini. Sudahlah. Mari kita bersama untuk Indonesia ini," ujar Tawari Siregar.
(ven)