Defisit Neraca Dagang Terbesar Sejak 2013, Ekonom Sebut Musibah
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudisthira menilai, neraca dagang yang defisit mencapai USD2,50 miliar menjadi musibah besar bagi perekonomian Indonesia. Pasalnya angka defisit neraca dagang per April 2019 menjadi yang paling besar sepanjang sejarah, setelah sebelumnya defisit terdalam terjadi pada Juli 2013 sebesar USD2,3 miliar.
Menurut Bhima, defisit dagang yang semakin melebar menunjukkan ekonomi Indonesia masih lemah terlebih ketika ekspor belum juga mencatatkan hasil positif. "Ini menjadi musibah bagi ekonomi Indonesia. Melebarnya defisit perdagangan jadi indikasi struktur ekonomi makin lemah," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Sambung dia menambahkan, kinerja ekspor diperparah oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China untuk membuat ekspor ke dua negara tersebut pada bulan April masing-masing turun 5% dan 10% secara tahunan.
"Sementara negara yang terlibat trade war mengalihkan kelebihan produksinya ke Indonesia. Ini terlihat dari impor barang konsumsi sepanjang April yang meningkat 24% dibanding bulan sebelumnya," katanya.
Dia pun melihat Impor spesifik asal China tumbuh 22% secara tahunan. Artinya, Indonesia masih sangat bergantung dengan produk China. "Kita makin bergantung pada barang dari impor untuk memenuhi kebutuhan," jelasnya.
Menurut Bhima, defisit dagang yang semakin melebar menunjukkan ekonomi Indonesia masih lemah terlebih ketika ekspor belum juga mencatatkan hasil positif. "Ini menjadi musibah bagi ekonomi Indonesia. Melebarnya defisit perdagangan jadi indikasi struktur ekonomi makin lemah," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Sambung dia menambahkan, kinerja ekspor diperparah oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China untuk membuat ekspor ke dua negara tersebut pada bulan April masing-masing turun 5% dan 10% secara tahunan.
"Sementara negara yang terlibat trade war mengalihkan kelebihan produksinya ke Indonesia. Ini terlihat dari impor barang konsumsi sepanjang April yang meningkat 24% dibanding bulan sebelumnya," katanya.
Dia pun melihat Impor spesifik asal China tumbuh 22% secara tahunan. Artinya, Indonesia masih sangat bergantung dengan produk China. "Kita makin bergantung pada barang dari impor untuk memenuhi kebutuhan," jelasnya.
(akr)