Ekonomi China Melambat Akibat Perang Dagang

Kamis, 16 Mei 2019 - 06:00 WIB
Ekonomi China Melambat Akibat Perang Dagang
Ekonomi China Melambat Akibat Perang Dagang
A A A
HONG KONG - Ekonomi Republik Rakyat China kehilangan tenaga di bulan April 2019, imbas dari perang dagang yang telah berlangsung lebih setahun. Celakanya, negara ekonomi terbesar kedua di dunia ini masih akan menghadapi hambatan tarif baru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Pada akhir pekan lalu, Trump meluncurkan tarif 25% bagi produk impor China senilai USD200 miliar. Hal ini membuat produsen China terguncang. Dan ada kemungkinan, kenaikan tarif akan diperlebar ke semua barang-barang China yang masuk ke AS.

Melansir dari Bloomberg, Kamis (16/5/2019), produksi industri, penjualan ritel, dan investasi di China, semuanya melambat di bulan April, lebih buruk dari perkiraan ekonom.

Produksi industri China di bulan April hanya tumbuh 5,4%, lebih rendah dari ekspektasi ekonom di level 6,5%. Sedangkan pertumbuhan industri pada Maret lalu sebesar 8,5%.

Demikian pula dengan penjualan ritel di April yang mencapai 7,2%, lebih rendah dari perkiraan ekonom sebesar 8,6%. Dan Maret 2019, penjualan ritel mencapai 8,7%. Adapun pertumbuhan investasi hanya mencapai 6,1%, berbanding perkiraan ekonom di 6,4%, dan pertumbuhan investasi pada Maret sebesar 6,3%.

Memang China masih terus meningkatkan investasi mereka melalui Belt and Road Iniatitive tapi bisnis swasta mereka mereda. Dan pertumbuhan investasi di bidang manufaktur melaju lambat sejak tahun 2004.

Gangguan kredit dan konsumsi di dalam negeri ditambah dengan ekonomi global yang lebih lemah membuat China kehabisan mesin pertumbuhan untuk ekonomi yang stabil yang saat ini dibutuhkan. Selain itu, imbas perang dagang yang meningkat membuat nilai tukar mata uang yuan melemah.

Data yang lemah ini mendorong ekspektasi agar pemerintah memberikan stimulus untuk meredam pukulan dari perang dagang yang meningkat.

"China mengalami penurunan ganda dan data itu sudah dikonfirmasi," ujar Lu Ting, kepala ekonom China di Nomura Holdings Inc. di Hong Kong.

"Kami berharap Beijing segera meningkatkan langkah-langkah pelonggaran atau stimulus untuk menstabilkan pasar keuangan dan meningkatkan pertumbuhan, meski ruang kebijakan saat ini lebih terbatas dari sebelumnya," sambung Lu Ting.

Sementara itu, Juru Bicara Biro Statistik Nasional China, Liu Aihua, pada konferensi pers Rabu kemarin, menyatakan masih ada ruang untuk memberikan stimukus. Ia menerangkan pemerintah telah meluncurkan langkah-langkah kebijakan fiskal dan moneter yang ditargetkan bisa membendung perlambatan ekonomi yang terjadi sejak tahun lalu.

Langkah tersebut adalah pemotongan pajak, peningkatan infrastruktur, pemangkasan kebijakan yang tidak perlu, dan pengurangan cadangan bank jika diperlukan.

Presiden China Xi Jinping pun terancam menghadapi kegagalan untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Akibat kenaikan tarif baru dari Trump, sebuah survei yang dilakukan ekonom mengatakan pertumbuhan ekonomi China akan diturunkan sebesar 0,3 poin. Dan bila AS menerapkan tarif lebih banyak kepada semua barang China, maka pertumbuhan ekonomi China akan terpukul 0,6 poin di akhir tahun 2019.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5786 seconds (0.1#10.140)