Bank Mandiri Bagikan Dividen Rp11,2 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) menyepakati pembayaran dividen sebesar 45% dari laba bersih 2018 atau sekitar Rp11,2 triliun. Dividen tersebut setara dengan Rp241 per lembar saham.
"Adapun sisa 55% dari laba bersih 2018 akan digunakan sebagai laba ditahan," kata Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman Arif Arianto usai RUPST di Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Penetapan besaran dividen tersebut telah memperhatikan kebutuhan likuiditas perseroan dalam mengembangkan bisnis dan memenuhi ketentuan terbaru regulator. Selain itu, hal ini juga sebagai bentuk apresiasi perseroan kepada pemegang saham atas kepercayaan dan dukungannya.
RUPST juga memutuskan untuk mempertahankan komposisi pengurus perseroan guna mempertahankan kinerja baik yang dibukukan tahun lalu dan mendukung pencapaian target tahun ini.
Sementara itu, hingga kuartal I 2019 perseroan mencatat laba bersih sebesar Rp7,2 triliun atau tumbuh 23,4% (yoy) dibandingkan kuartal I 2018 dengan laba sebesar Rp5,9 triliun. Penopang utama pertumbuhan laba mengandalkan pendapatan bunga yang naik sebesar 15,05% (yoy) menjadi Rp22,0 triliun pada 2019.
Selain itu pendapatan bunga bersih naik 9,1% (yoy) menjadi Rp14,3 triliun. Selain itu, didorong oleh pertumbuhan kredit sebesar 12,4% (yoy) menjadi Rp790,5 triliun, di atas rata-rata pertumbuhan industri di kisaran 12,1% (yoy).
Direktur Keuangan Bank Mandiri Pandji Irawan mengungkapkan, penyaluran kredit produktif tercatat sebesar Rp522,6 triliun atau 76,3% dari portofolio kredit bank only. Jika dirinci, kredit modal kerja (bank only) sebesar Rp295,8 triliun atau tumbuh 7% yoy dan kredit investasi mencapai Rp226,7 triliun, naik 13,6% yoy.
Sementara itu, pembiayaan segmen corporate mencapai Rp301,9 triliun, tumbuh 17,9% yoy, segmen micro banking tumbuh 24,4% yoy menjadi Rp106,5 triliun, dan kredit consumer tumbuh 9,2% YoY menjadi Rp87,2 triliun. Adapun hingga Maret 2019, kredit infrastruktur yang telah disalurkan Bank Mandiri sebesar Rp177,8 triliun.
"Kredit tersebut disalurkan kepada 7 sektor utama yakni transportasi (Rp38,9 triliun), tenaga listrik (Rp 35,6 triliun), migas & energi terbarukan (Rp27,4 T), konstruksi (Rp20,5 triliun), Jalan tol (Rp17,7 triliun), telematika (Rp16,8 triliun), perumahan rakyat & fasilitas kota (Rp9,6 triliun), dan infrastruktur lainnya (Rp11,3 triliun)," bebernya.
Pada 2019, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit berada di kisaran 10%-12%. Sedangkan rasio Non Performing Loan atau kredit bermasalah perseroan (gross) akan dijaga pada kisaran 2,5% - 2,7%.
Sebelumnya, perseroan juga telah menerbitkan surat utang melalui program Euro Medium Term Notes (EMTN) dalam denominasi dolar AS senilai USD750 juta dengan tenor 5 thn dan kupon 3.75%.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengungkapkan, surat utang yang jatuh tempo pada 11 April 2024 ini akan digunakan untuk tujuan umum perseroan. Dalam proses bookbuilding, perseroan menerima permintaan hingga melebihi USD3 miliar atau kelebihan permintaan (oversubscribed) 4 kali dari nilai yang diterbitkan.
"Tingginya permintaan yang masuk memungkinkan untuk menekan biaya penerbitan Global MTN ini menjadi US Treasury + 165 bps, yang sangat baik dibandingkan penerbitan sejenis oleh lembaga keuangan lain di kawasan Asia Tenggara," katanya.
EMTN ini memiliki rating internasional Baa2 dari lembaga pemeringkat Moody’s dan rating BBB- dari Fitch. HSBC dan Mandiri Securities ditunjuk sebagai Joint Global Coordinator. Sedangkan yang bertindak sebagai Joint Bookrunners adalah HSBC, Mandiri Securities, MUFG dan Standard Chartered Bank. Menurut dia, nilai penerbitan ini merupakan transaksi global bond terbesar yang pernah diterbitkan oleh bank dari Indonesia.
"Transaksi ini merupakan bagian dari rencana program penerbitan obligasi valas senilai USD2 miliar. Pada transaksi ini, perseroan menerima total permintaan lebih dari USD3 miliar dari investor asing," ungkap Darmawan.
Hal ini mengindikasikan sangat baiknya tingkat kepercayaan investor asing kepada perseroan jika melihat kinerja dan profil Bank Mandiri saat ini.
"Adapun sisa 55% dari laba bersih 2018 akan digunakan sebagai laba ditahan," kata Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman Arif Arianto usai RUPST di Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Penetapan besaran dividen tersebut telah memperhatikan kebutuhan likuiditas perseroan dalam mengembangkan bisnis dan memenuhi ketentuan terbaru regulator. Selain itu, hal ini juga sebagai bentuk apresiasi perseroan kepada pemegang saham atas kepercayaan dan dukungannya.
RUPST juga memutuskan untuk mempertahankan komposisi pengurus perseroan guna mempertahankan kinerja baik yang dibukukan tahun lalu dan mendukung pencapaian target tahun ini.
Sementara itu, hingga kuartal I 2019 perseroan mencatat laba bersih sebesar Rp7,2 triliun atau tumbuh 23,4% (yoy) dibandingkan kuartal I 2018 dengan laba sebesar Rp5,9 triliun. Penopang utama pertumbuhan laba mengandalkan pendapatan bunga yang naik sebesar 15,05% (yoy) menjadi Rp22,0 triliun pada 2019.
Selain itu pendapatan bunga bersih naik 9,1% (yoy) menjadi Rp14,3 triliun. Selain itu, didorong oleh pertumbuhan kredit sebesar 12,4% (yoy) menjadi Rp790,5 triliun, di atas rata-rata pertumbuhan industri di kisaran 12,1% (yoy).
Direktur Keuangan Bank Mandiri Pandji Irawan mengungkapkan, penyaluran kredit produktif tercatat sebesar Rp522,6 triliun atau 76,3% dari portofolio kredit bank only. Jika dirinci, kredit modal kerja (bank only) sebesar Rp295,8 triliun atau tumbuh 7% yoy dan kredit investasi mencapai Rp226,7 triliun, naik 13,6% yoy.
Sementara itu, pembiayaan segmen corporate mencapai Rp301,9 triliun, tumbuh 17,9% yoy, segmen micro banking tumbuh 24,4% yoy menjadi Rp106,5 triliun, dan kredit consumer tumbuh 9,2% YoY menjadi Rp87,2 triliun. Adapun hingga Maret 2019, kredit infrastruktur yang telah disalurkan Bank Mandiri sebesar Rp177,8 triliun.
"Kredit tersebut disalurkan kepada 7 sektor utama yakni transportasi (Rp38,9 triliun), tenaga listrik (Rp 35,6 triliun), migas & energi terbarukan (Rp27,4 T), konstruksi (Rp20,5 triliun), Jalan tol (Rp17,7 triliun), telematika (Rp16,8 triliun), perumahan rakyat & fasilitas kota (Rp9,6 triliun), dan infrastruktur lainnya (Rp11,3 triliun)," bebernya.
Pada 2019, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit berada di kisaran 10%-12%. Sedangkan rasio Non Performing Loan atau kredit bermasalah perseroan (gross) akan dijaga pada kisaran 2,5% - 2,7%.
Sebelumnya, perseroan juga telah menerbitkan surat utang melalui program Euro Medium Term Notes (EMTN) dalam denominasi dolar AS senilai USD750 juta dengan tenor 5 thn dan kupon 3.75%.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengungkapkan, surat utang yang jatuh tempo pada 11 April 2024 ini akan digunakan untuk tujuan umum perseroan. Dalam proses bookbuilding, perseroan menerima permintaan hingga melebihi USD3 miliar atau kelebihan permintaan (oversubscribed) 4 kali dari nilai yang diterbitkan.
"Tingginya permintaan yang masuk memungkinkan untuk menekan biaya penerbitan Global MTN ini menjadi US Treasury + 165 bps, yang sangat baik dibandingkan penerbitan sejenis oleh lembaga keuangan lain di kawasan Asia Tenggara," katanya.
EMTN ini memiliki rating internasional Baa2 dari lembaga pemeringkat Moody’s dan rating BBB- dari Fitch. HSBC dan Mandiri Securities ditunjuk sebagai Joint Global Coordinator. Sedangkan yang bertindak sebagai Joint Bookrunners adalah HSBC, Mandiri Securities, MUFG dan Standard Chartered Bank. Menurut dia, nilai penerbitan ini merupakan transaksi global bond terbesar yang pernah diterbitkan oleh bank dari Indonesia.
"Transaksi ini merupakan bagian dari rencana program penerbitan obligasi valas senilai USD2 miliar. Pada transaksi ini, perseroan menerima total permintaan lebih dari USD3 miliar dari investor asing," ungkap Darmawan.
Hal ini mengindikasikan sangat baiknya tingkat kepercayaan investor asing kepada perseroan jika melihat kinerja dan profil Bank Mandiri saat ini.
(akr)