Tarik Minat Milenial, Kementan Gencarkan Mekanisasi dan Digitalisasi Alsintan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian akan semakin giat mendorong mekanisasi alat pertanian untuk mendorong minat anak muda milenial terjun dalam bidang pertanian. Langkah ini juga untuk mencegah penyusutan jumlah petani muda, sehingga mekanisasi alat pertanian menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan.
"Perlu dukungan mekanisasi pertanian, mengubah pola mindset petani dari tradisional ke modern," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, Kamis (23/5/2019).
Sarwo Edhy berpendapat, penyusutan jumlah tenaga kerja petani lantaran petani muda enggan kotor, becek dan panas-panasan. Terlebih lagi, upah buruh tani yang masih rendah juga menjadi alasan petani muda menurun.
"Oleh karena itu, keberadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang modern bakal mampu menarik petani muda. Tidak hanya menarik minat saja, alsintan yang modern juga mampu menekan biaya produksi," ujarnya.
Sarwo mencontohkan, pengolahan tanah dengan cangkul membutuhkan tenaga kerja sebanyak 30-40 orang per hari dengan lama kerja 240-400 jam per hektar, dengan biaya mencapai Rp2 juta-Rp2,5 juta. Namun, dengan mekanisasi menggunakan traktor, tenaga yang dibutuhkan hanya dua orang dengan waktu kerja 16 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp900.000 hingga Rp1 juta.
Contoh lainnya, penyiangan secara manual membutuhkan tenaga kerja sebanyak 15-20 orang dengan jumlah tenaga kerja 120 jam per hektar. Biaya yang dibutuhkan mencapai Rp600.000. Sementara, dengan power weeder, jumlah tenaga kerja yang diperlukan hanya dua orang dengan jumlah kerja 15-27 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp400.000.
Sarwo Edhy menambahkan, mekanisasi alat dan mesin pertanian juga sudah memasuki tahap digitalisasi. Salah satu contohnya ialah traktor roda empat yang dapat dikendalikan dengan remote control.
"Di Jawa, sudah banyak petani yang mengoperasikan alsintan dengan remote control. Mereka tidak harus kotor-kotoran di sawah, pengoperasiannya cukup dari pinggir sawah saja. Digitalisasi ini yang bakal menarik minat kalangan millenial," kata Sarwo Edhy.
Selama ini, pemerintah telah menyalurkan bantuan alat dan mesin pertanian sebanyak 350.000 unit. Bantuan ini terdiri dari traktor roda dua, traktor roda empat, pompa air, rice transplanter, cooper, cultivator, exavator, hand sprayer, implemen alat tanam jagung dan alat tanam jagung semi manual.
Pada 2015 lalu, alsintan yang telah disalurkan sebanyak 54.083 unit, pada 2016 sebanyak 148.832 unit, serta 2017 sebanyak 82.560 unit. Kemudian pada 2018, Alsintan yang disalurkan mencapai 112.525 unit.
"Alat dan mesin pertanian ini sudah diberikan kepada kelompok tani dan gabungan kelompok tani, UPJA, dan brigade alsintan," ujar Sarwo.
Selain itu, Kementan juga ia katakan gencar mengembangkan pertanian modern berbasis korporasi. Daerah yang menjadi contoh antara lain Tuban, Sukoharjo, Konawe Selatan, Barito Kuala, dan Ogan Komering Hilir.
"Perlu dukungan mekanisasi pertanian, mengubah pola mindset petani dari tradisional ke modern," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, Kamis (23/5/2019).
Sarwo Edhy berpendapat, penyusutan jumlah tenaga kerja petani lantaran petani muda enggan kotor, becek dan panas-panasan. Terlebih lagi, upah buruh tani yang masih rendah juga menjadi alasan petani muda menurun.
"Oleh karena itu, keberadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang modern bakal mampu menarik petani muda. Tidak hanya menarik minat saja, alsintan yang modern juga mampu menekan biaya produksi," ujarnya.
Sarwo mencontohkan, pengolahan tanah dengan cangkul membutuhkan tenaga kerja sebanyak 30-40 orang per hari dengan lama kerja 240-400 jam per hektar, dengan biaya mencapai Rp2 juta-Rp2,5 juta. Namun, dengan mekanisasi menggunakan traktor, tenaga yang dibutuhkan hanya dua orang dengan waktu kerja 16 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp900.000 hingga Rp1 juta.
Contoh lainnya, penyiangan secara manual membutuhkan tenaga kerja sebanyak 15-20 orang dengan jumlah tenaga kerja 120 jam per hektar. Biaya yang dibutuhkan mencapai Rp600.000. Sementara, dengan power weeder, jumlah tenaga kerja yang diperlukan hanya dua orang dengan jumlah kerja 15-27 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp400.000.
Sarwo Edhy menambahkan, mekanisasi alat dan mesin pertanian juga sudah memasuki tahap digitalisasi. Salah satu contohnya ialah traktor roda empat yang dapat dikendalikan dengan remote control.
"Di Jawa, sudah banyak petani yang mengoperasikan alsintan dengan remote control. Mereka tidak harus kotor-kotoran di sawah, pengoperasiannya cukup dari pinggir sawah saja. Digitalisasi ini yang bakal menarik minat kalangan millenial," kata Sarwo Edhy.
Selama ini, pemerintah telah menyalurkan bantuan alat dan mesin pertanian sebanyak 350.000 unit. Bantuan ini terdiri dari traktor roda dua, traktor roda empat, pompa air, rice transplanter, cooper, cultivator, exavator, hand sprayer, implemen alat tanam jagung dan alat tanam jagung semi manual.
Pada 2015 lalu, alsintan yang telah disalurkan sebanyak 54.083 unit, pada 2016 sebanyak 148.832 unit, serta 2017 sebanyak 82.560 unit. Kemudian pada 2018, Alsintan yang disalurkan mencapai 112.525 unit.
"Alat dan mesin pertanian ini sudah diberikan kepada kelompok tani dan gabungan kelompok tani, UPJA, dan brigade alsintan," ujar Sarwo.
Selain itu, Kementan juga ia katakan gencar mengembangkan pertanian modern berbasis korporasi. Daerah yang menjadi contoh antara lain Tuban, Sukoharjo, Konawe Selatan, Barito Kuala, dan Ogan Komering Hilir.
(ven)