Ungkit Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Industri Manufaktur Terus Dipacu
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto meyakini industri manufaktur mampu jadi daya ungkit bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu, pemerintah bakal lebih fokus untuk memacu kinerja sektor yang memiliki efek berantai tersebut.
"Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa ke depan akan semakin mendorong peningkatan investasi di sektor industri, terutama yang berorientasi ekspor dan menjadi substitusi impor. Selain itu juga fokus terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM)," kata Menperin di Jakarta, Senin (27/5/2019).
Melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, kata dia, pemerintah serius merevitalisasi industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global di era digital. Di era revolusi industri 4.0 saat ini, pemanfaatan teknologi digital menjadi penting guna meningkatkan produktivitas dan kualitas secara efisien serta menghasilkan inovasi produk yang dapat memenuhi pasar domestik maupun ekspor.
Pemerintah menurutnya juga bertekad untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberikan kemudahan perizinan usaha serta memfasilitasi pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. Di samping itu, untuik mendukung aktivitas industrialisasi, pemerintah berkomitmen menjaga pasokan bahan baku dan ketersediaan energi dengan harga yang kompetitif.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras Adha menyampaikan, pembangunan industri manufaktur merupakan upaya utama yang perlu dikerjakan oleh Presiden Joko Widodo untuk periode keduanya.
"Sebab, industri manufaktur sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar dapat mendorong konsumsi masyarakat sehingga mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Menurut Izzudin, industri manufaktur khususnya yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang optimal bagi komoditas-komoditas unggulan sehingga tidak mengekspor bahan mentah begitu saja. Langah ini dapat pula meningkatkan ekspor sehingga mampu menekan defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia.
"Massifnya pembangunan infrastruktur beberapa tahun terakhir, perbaikan reformasi birokrasi yang terus dilaksanakan, serta upaya menekan korupsi dari tingkat pusat maupun daerah merupakan tiga faktor utama pendorong kemajuan bisnis dan industri di Indonesia. Idealnya, industri manufaktur dalam waktu lima tahun mendatang dapat meningkat karena ketiga faktor tersebut perlahan-lahan terus dibenahi," ujarnya.
Di samping itu, diiringi dengan political will dari pemerintah untuk mendorong industri manufaktur melalui pemberian insentif kebijakan yang mendukung industri dalam negeri, Izzudin optimistis perekonomian Indonesia di masa yang akan datang tidak lagi mengalami gonjang-ganjing karena faktor-faktor eksternal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan tercatat masih berkontribusi besar kepada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional hingga 20,07% pada triwulan I/2019. Jumlah tersebut naik dibanding capaian sepanjang tahun 2018 sebesar 19,8%.
Merujuk data World Bank, rata-rata kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian di negara-negara industri di dunia rata-rata sekitar 17%. Namun, lima negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, salah satunya adalah Indonesia, mencapai 20,2%. Sedangkan 4 negara lainnya adalah China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), dan Jerman (20,6%).
"Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa ke depan akan semakin mendorong peningkatan investasi di sektor industri, terutama yang berorientasi ekspor dan menjadi substitusi impor. Selain itu juga fokus terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM)," kata Menperin di Jakarta, Senin (27/5/2019).
Melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, kata dia, pemerintah serius merevitalisasi industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global di era digital. Di era revolusi industri 4.0 saat ini, pemanfaatan teknologi digital menjadi penting guna meningkatkan produktivitas dan kualitas secara efisien serta menghasilkan inovasi produk yang dapat memenuhi pasar domestik maupun ekspor.
Pemerintah menurutnya juga bertekad untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberikan kemudahan perizinan usaha serta memfasilitasi pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. Di samping itu, untuik mendukung aktivitas industrialisasi, pemerintah berkomitmen menjaga pasokan bahan baku dan ketersediaan energi dengan harga yang kompetitif.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras Adha menyampaikan, pembangunan industri manufaktur merupakan upaya utama yang perlu dikerjakan oleh Presiden Joko Widodo untuk periode keduanya.
"Sebab, industri manufaktur sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar dapat mendorong konsumsi masyarakat sehingga mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Menurut Izzudin, industri manufaktur khususnya yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang optimal bagi komoditas-komoditas unggulan sehingga tidak mengekspor bahan mentah begitu saja. Langah ini dapat pula meningkatkan ekspor sehingga mampu menekan defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia.
"Massifnya pembangunan infrastruktur beberapa tahun terakhir, perbaikan reformasi birokrasi yang terus dilaksanakan, serta upaya menekan korupsi dari tingkat pusat maupun daerah merupakan tiga faktor utama pendorong kemajuan bisnis dan industri di Indonesia. Idealnya, industri manufaktur dalam waktu lima tahun mendatang dapat meningkat karena ketiga faktor tersebut perlahan-lahan terus dibenahi," ujarnya.
Di samping itu, diiringi dengan political will dari pemerintah untuk mendorong industri manufaktur melalui pemberian insentif kebijakan yang mendukung industri dalam negeri, Izzudin optimistis perekonomian Indonesia di masa yang akan datang tidak lagi mengalami gonjang-ganjing karena faktor-faktor eksternal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan tercatat masih berkontribusi besar kepada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional hingga 20,07% pada triwulan I/2019. Jumlah tersebut naik dibanding capaian sepanjang tahun 2018 sebesar 19,8%.
Merujuk data World Bank, rata-rata kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian di negara-negara industri di dunia rata-rata sekitar 17%. Namun, lima negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, salah satunya adalah Indonesia, mencapai 20,2%. Sedangkan 4 negara lainnya adalah China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), dan Jerman (20,6%).
(fjo)