PHRI Dukung Presiden Jokowi Undang Maskapai Asing ke Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo akan menerapkan sistem open sky. Caranya, dengan mengundang maskapai asing masuk ke Indonesia. Sebab, semakin banyak maskapai harga tiket pesawat akan semakin bersaing. Hal ini mendapat dukungan dari pelaku usaha pariwisata. Salah satunya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menduga, tingginya harga tiket disebabkan kurangnya persaingan maskapai di Indonesia. Dirinya pun pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk membuka kerja sama dengan maskapai asing agar melebarkan ekspansi ke Indonesia.
"Kami pernah mengusulkan ke pemerintah agar membuka pintu masuk regional airline ke Indonesia untuk menambah rute domestik. Bisa saja itu Jetstar, AirAsia dan lainnya. Jadi ini tentu saja kabar yang sangat menggembirakan," ujar Hariyadi, Jumat (31/5/2019).
Hariyadi mengatakan, hingga saat ini harga tiket pesawat masih terlalu mahal. Menurutnya, mahalnya tiket ini memengaruhi pelaku usaha, terutama untuk jasa travel dan penginapan.
"Dengan tingginya harga tiket pesawat ini sudah tentu ada pengaruhnya buat industri perhotelan. Yang jelas menyebabkan okupansinya turun," kata Hariyadi.
Pria yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini mengatakan, dengan hanya dua raja maskapai penerbangan di Indonesia, kurang ada persaingan yang sehat. Dia juga mengeluhkan turunnya angka keterisian kamar setelah harga tiket pesawat naik.
Menurutnya, kondisi pasar duopoli memunculkan kerentanan persaingan harga yang tidak sehat dalam suatu industri. Sebab, ketika pemain A melakukan kenaikan harga, maka pemain B tidak serta merta akan mempertahankan harga.
"Justru, pemain B bisa saja melakukan kenaikan harga juga, meski tidak setinggi pemain A. Hal ini lantaran pemain B melihat ada peluang untuk tetap mendapat keuntungan dalam persaingan yang pasarnya dikuasai oleh dua pemain saja. Masyarakat tidak ada pilihan," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui pemerintah telah berupaya menurunkan harga tiket pesawat. Langkah yang telah ditempuh seperti menurunkan Tarif Batas Atas (TBA) dan menaikkan Tarif Batas Bawah (TBB). Kemudian, harga avtur juga telah diturunkan karena dinilai berkontribusi hampir 40 persen terhadap total biaya yang ditanggung maskapai penerbangan.
"Tarif Batas Bawah dan harga avtur kan sudah diturunkan, hanya tidak kembali ke harga semula. Memang harga tiket pesawat masih belum kembali ke titik normal. Mungkin kompetisinya kurang banyak," ujar Presiden Jokowi.
Diketahui, industri penerbangan Tanah Air saat ini dikuasai oleh dua pemain besar, yakni Lion Air Group (Lion Air, Batik Air dan Wings Air) dan Garuda Indonesia Group (Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, dan Nam Air). Terbatasnya pemain di industri berdampak pada penentuan harga tiket pesawat yang kurang kompetitif.
"Kita akan perbanyak kompetisi ini, sehingga mereka (maskapai) akan semakin efisien. Saya kira di dalam negeri sendiri kalau ada kompetisi kan bagus," kata Presiden Jokowi.
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menduga, tingginya harga tiket disebabkan kurangnya persaingan maskapai di Indonesia. Dirinya pun pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk membuka kerja sama dengan maskapai asing agar melebarkan ekspansi ke Indonesia.
"Kami pernah mengusulkan ke pemerintah agar membuka pintu masuk regional airline ke Indonesia untuk menambah rute domestik. Bisa saja itu Jetstar, AirAsia dan lainnya. Jadi ini tentu saja kabar yang sangat menggembirakan," ujar Hariyadi, Jumat (31/5/2019).
Hariyadi mengatakan, hingga saat ini harga tiket pesawat masih terlalu mahal. Menurutnya, mahalnya tiket ini memengaruhi pelaku usaha, terutama untuk jasa travel dan penginapan.
"Dengan tingginya harga tiket pesawat ini sudah tentu ada pengaruhnya buat industri perhotelan. Yang jelas menyebabkan okupansinya turun," kata Hariyadi.
Pria yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini mengatakan, dengan hanya dua raja maskapai penerbangan di Indonesia, kurang ada persaingan yang sehat. Dia juga mengeluhkan turunnya angka keterisian kamar setelah harga tiket pesawat naik.
Menurutnya, kondisi pasar duopoli memunculkan kerentanan persaingan harga yang tidak sehat dalam suatu industri. Sebab, ketika pemain A melakukan kenaikan harga, maka pemain B tidak serta merta akan mempertahankan harga.
"Justru, pemain B bisa saja melakukan kenaikan harga juga, meski tidak setinggi pemain A. Hal ini lantaran pemain B melihat ada peluang untuk tetap mendapat keuntungan dalam persaingan yang pasarnya dikuasai oleh dua pemain saja. Masyarakat tidak ada pilihan," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui pemerintah telah berupaya menurunkan harga tiket pesawat. Langkah yang telah ditempuh seperti menurunkan Tarif Batas Atas (TBA) dan menaikkan Tarif Batas Bawah (TBB). Kemudian, harga avtur juga telah diturunkan karena dinilai berkontribusi hampir 40 persen terhadap total biaya yang ditanggung maskapai penerbangan.
"Tarif Batas Bawah dan harga avtur kan sudah diturunkan, hanya tidak kembali ke harga semula. Memang harga tiket pesawat masih belum kembali ke titik normal. Mungkin kompetisinya kurang banyak," ujar Presiden Jokowi.
Diketahui, industri penerbangan Tanah Air saat ini dikuasai oleh dua pemain besar, yakni Lion Air Group (Lion Air, Batik Air dan Wings Air) dan Garuda Indonesia Group (Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, dan Nam Air). Terbatasnya pemain di industri berdampak pada penentuan harga tiket pesawat yang kurang kompetitif.
"Kita akan perbanyak kompetisi ini, sehingga mereka (maskapai) akan semakin efisien. Saya kira di dalam negeri sendiri kalau ada kompetisi kan bagus," kata Presiden Jokowi.
(alf)