Bunga Mencekik dan Penagihan Tak Wajar ala Pinjaman Online

Minggu, 16 Juni 2019 - 06:18 WIB
Bunga Mencekik dan Penagihan...
Bunga Mencekik dan Penagihan Tak Wajar ala Pinjaman Online
A A A
JAKARTA - Financial technology (fintech) teknologi finansial untuk peer to peer lending yang akrab disebut pinjaman online (pinjol) mendapat tempat di hati masyarakat. Kemudahan dalam meminjam dana cair ini semakin diminati masyarakat, meski risiko peminjaman tersebut dibayangi bunga tinggi dan data nasabah yang tidak aman. Masyarakat kerap dirugikan karena penagihan yang tidak wajar dan tingkat suku bunga tinggi akibat ketidakmampuan dalam membayar kewajiban pokok dan bunga.

Jika hal tersebut terjadi, OJK memastikan fintech tersebut ilegal. Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengatakan, pinjol ilegal memang tidak dalam pengawasan OJK, namun menjadi perhatian bersama dengan cara OJK tergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) yang merupakan forum koordinasi 13 lembaga dan kementerian.

"Berdasarkan rekomendasi OJK pada kemenkominfo melalui SWI, dilakukan penutupan untuk fintech ilegal sebagai upaya tindak lanjut dari pengaduan. Pada 2018 ada 404 entitas dan tahun ini sudah 543 entitas sehingga secara total saat ini yang sudah ditangani 947 entitas,” tutur Sekar kepada KORAN SINDO.

OJK mencatat terdapat 113 pinjol terdaftar atau memiliki izin dari OJK yang terdiri atas 107 perusahaan konvensional dan enam penyelenggara bisnis syariah. Hingga Maret 2019 akumulasi jumlah pinjol sebesar Rp33,2 triliun dengan jumlah utang (outstanding) sebesar Rp7,79 triliun. Adapun rekening pemberi pinjaman sebanyak 272.548 entitas dan penerima pinjaman6.961.993 entitas.

Platform pinjol yang terdaftar OJK dan anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dilarang mengakses daftar kontak, berkas gambar, dan informasi pribadi dari smartphone pengguna pinjol. "Mereka hanya boleh mengakses kamera, mikrofon, dan lokasi. Apabila terjadi dan terbukti platform legal mengakses data selain ketiga hal tersebut, OJK dapat mengenakan sanksi sesuai Pasal 47 POJK 77," tuturnya.

Sekar memastikan, jika di masyarakat terjadi tindakan penagihan pinjaman dengan cara menghubungi orang lain untuk mencemari nama peminjam, itu bisa dipastikan ilegal. "Kami terus mengedukasi dan menyosialisasikan ini kepada masyarakat untuk mengenal OJK melalui media massa dan acara di sejumlah instansi. Kami tempat untuk mengecek legal atau tidaknya sebuah platform pinjol," ujarnya.

Pakar teknologi informasi Heru Sutadi mengaku resah melihat banyaknya anggota masyarakat yang data pribadinya bocor di tangan pihak ketiga. Data diambil dari aplikasi buatan mereka yang berada di gawai peminjam dan dapat secara otomatis terambil semua data kontaknya. "Secara undang-undang tidak dibenarkan untuk mengambil data kontak atau foto dalam ponsel kita kemudian dipakai meneror kita atau menghubungi teman-teman kita," tutur Heru.

Karena itu, Heru meminta OJK dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bekerja sama menindak platform pinjol nakal yang ilegal. "Kemenkominfo sebenarnya dapat dengan mudah memblokir platform ilegal tersebut. OJK bisa terus mengawasi, sekalipun terhadap mereka yang sudah terdaftar," desaknya.

Perencana keuangan Safir Senduk meminta agar masyarakat jeli dalam memilih pinjaman. Menurut Safir, bila membutuhkan dana cair masyarakat dapat memanfaatkan bank terlebih dulu karena perbankan memiliki bunga pinjaman yang lebih rendah dari fintech pinjol. Bahkan bila membutuhkan dana cepat, perbankan saat ini banyak yang telah berinovasi menawarkan layanan online.

"Ada aplikasi Jenius dari BTPN, aplikasi mobile banking yang sangat bagus. Selain dapat memudahkan dalam melakukan pembayaran apa pun ada pinjaman resmi dari bank. Bunganya pun sama dengan bank," tutur Safir. Safir mengingatkan, pinjol memiliki bunga yang lebih tinggi karena tidak menawarkan syarat yang banyak.

Maka, jika memang masyarakat tidak memenuhi syarat dari bank pilihan selanjutnya memang meminjam ke pinjol. "Pinjol yang terdaftar di OJK pastinya dan kita harus sadar untuk tahu cara pengembaliannya seberapa banyak dan disesuaikan dengan kemampuan kita," saran Safir.

Membantu Perputaran Uang

Dibalik kontroversi pinjol, ekonom Ikhsan Modjo menyambut baik adanya fintech yang khusus untuk memberi pinjaman dan kesempatan berinvestasi kepada masyarakat. Menurutnya, pinjol dapat membantu perputaran uang dan mempermudah akses masyarakat dengan beragam pelayanan yang ditawarkan. Ikhsan mengakui memang pinjol memberlakukan bunga yang jauh lebih tinggi daripada pinjaman konvensional, dan tidak ada bunga di bawah 15%.

Bahkan untuk modal kerja, pinjol dapat membebankan bunga hingga 30% per bulan. "Masyarakat harus berhati-hati karena biasanya mereka akan mengeluarkan prospektif sendiri. Maka peminjam harus membaca benar-benar ketentuan, karena risikonya jauh lebih tinggi, seperti yang 30% itu," tuturnya.

Ikhsan juga menjelaskan bahwa pinjol digunakan untuk berinvestasi secara langsung karena dapat mengetahui siapa pihak yang mendapat pinjaman dari investor. Itu berarti bisa sebagai alternatif bukan hanya di pasar modal, termasuk pengembalian modal yang dihasilkan cukup menjanjikan. "Reksa dana bila dilihat dari dua tahun terakhir belum kembali ke masa 20% return yang didapat nasabah," tuturnya.

Dosen Binus International ini berharap regulator dapat meningkatkan pengawasan sebab kini banyak perusahaan pinjol asal China yang masuk ke Indonesia. Meski demikian, Ikhsan menilai sejauh ini Indonesia masih aman karena OJK dan Bank Indonesia sudah bekerja sangat baik dengan lisensi yang dibuat untuk mengantisipasi hal negatif. Termasuk di antaranya semua platform pinjol terdaftar yang masih bisa terkontrol.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0553 seconds (0.1#10.140)