Subsidi Asuransi Pertanian Rp163 M, Kementan Genjot Pelayanan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mengalokasikan anggaran sebesar Rp163,2 miliar untuk asuransi pertanian tahun 2019. Anggaran tersebut disalurkan untuk asuransi usaha tani padi (AUTP) sebesar Rp144 miliar dan asuransi usaha ternak sapi/kerbau (AUTS/K) sebesar Rp19,2 miliar.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, program asuransi ini dimulai sejak tahun 2015 dengan besaran premi Rp180.000/hektare (ha). Dari jumlah premi itu, yang dibayar oleh petani hanya 20% atau Rp36.000/ha. Sedangkan 80% sisanya dibayarkan pemerintah (subsidi).
"Adapun nilai pertanggungannya sebesar Rp6 juta/ha. Program ini untuk melindungi petani dari gagal panen," kata Sarwo Edhy, Sabtu (22/6/2019).
Dasar hukum pemerintah meluncurkan program asuransi pertanian adalah Undang-undang (UU) No19/2013 tentang Perlindungan Petani. Dalam UU ini, penerima manfaat AUTP adalah petani atau penggarap dengan lahan maksimal 2 ha. "Lokasinya diprioritaskan di daerah sentra produksi padi," ungkap Sarwo.
Sedangkan AUTS adalah untuk perlindungan bagi peternak sapi indukan produktif. Dengan jangkauan ganti rugi atas sapi yang mati maupun hilang. Untuk AUTS/K, pada saat dimulai tahun 2016, besaran premi ditetapkan sebesar Rp200.000/ekor. Jumlah tersebut terdiri atas premi swadaya sebesar 20% atau sebesar Rp40.000/ekor. Sedangkan 80% sisanya atau Rp160.000/ekor merupakan premi subsidi. Nilai pertanggungan ditetapkan sebesar Rp10 juta/ekor.
Target AUTP tahun 2015 adalah seluas 1 juta hektare, dan terealisasi 233.500 ha, dengan klaim 3.482 ha. Tahun 2016, target adalah 500.000 ha, terealisasi 307.217 ha, dan klaim mencapai 11.107 ha. Pada tahun 2017, target dibidik 1 juta ha, terealisasi 997.961 ha, dengan klaim 25.028 ha. Kemudian tahun 2018, target dipatok 1 juta ha, terealisasi 806.200 ha, dan klaim 10.754 ha.
Sedangkan untuk AUTS/K, pada tahun 2016 ditargetkan menjangkau 120.000 ekor, terealisasi 20.000 ekor, dan klaim 697 ekor. Pada 2017, Kementan kembali menargetkan AUTS/K menjangkau 120.000 ekor, terealisasi 92.176 ekor, dengan klaim 3.470 ekor. Lalu, pada tahun 2018, ditargetkan sebanyak 120.000 ekor, terealisasi 88.673 ekor, dengan klaim AUTS/K mencapai 1.736 ekor.
"Untuk tahun 2019, kami targetkan AUTP menjangkau 1 juta ha. Hingga saat ini (per bulan Mei 2019), telah terealisasi 7,67% atau 76.702,12 ha. Dengan realisasi bantuan premi setara subsidi 80% mencapai Rp2.820.761.280 atau 19.588,62 ha. Sedangkan untuk AUTS/K tahun 2019, ditargetkan menjangkau 120.000 ekor. Terealisasi 7.553 ekor, dengan bantuan setara subsidi 80% dari premi tercatat telah mencapai Rp1.118.480.000," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, target luasan 1 juta ha pada tahun 2019 diprediksi akan tercapai. Hal itu didukung sistem pendaftaran online, dengan Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP). Sistem dalam jaringan ini mempermudah petani untuk ikut program asuransi usaha tani maupun usaha ternak.
Sarwo Edhy juga mengatakan, sejak program ini diluncurkan, minat petani ikut asuransi terus meningkat. Namun demikian, Kementan terus berupaya memperbaiki kendala yang ada.
Kendala yang ditemukan salah satunya soal NIK (Nomor Induk Kependudukan). Satu NIK digunakan untuk beberapa nama petani. Di samping itu, masih ada pula petani yang mendaftar lebih dari 2 ha/musim tanam.
Hal ini, kata Sarwo Edhy, mengakibatkan pendaftaran target asuransi tidak tercapai. Dia mencontohkan, untuk asuransi usaha ternak sapi/kerbau (AUTS/K) target tahun 2019 sebanyak 120.000 ekor, namun sekarang sudah terealisasi 65.472 ekor. Demikian juga AUTP baru mencapai sekitar 276.450,5 ha dari target 1 juta ha.
Upaya yang dilakukan dengan memberikan rangsangan kepada petugas lapangan berupa hadiah sepeda motor, handphone, bahkan kompensasi umroh bagi mereka yang dapat merealisasikan pendaftaran 10.000 ha AUTP.
Selain kendala di atas, masih banyak petugas lapangan yang belum memahami pendaftaran melalui aplikasi SIAP. Tidak sedikit pula petugas dinas kabupaten yang belum dapat mengunggah SK DPD ke aplikasi SIAP.
Dirjen berharap, kelompok kerja (Pokja) asuransi pertanian dapat kerja maksimal, sehingga dapat rumusan yang lebih baik untuk dijadikan kebijakan dalam program asuransi. "Hal penting dari Pokja adalah kebijakan yang membantu petani untuk mengatasi kerugian akibat gagal panen," tegasnya.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, program asuransi ini dimulai sejak tahun 2015 dengan besaran premi Rp180.000/hektare (ha). Dari jumlah premi itu, yang dibayar oleh petani hanya 20% atau Rp36.000/ha. Sedangkan 80% sisanya dibayarkan pemerintah (subsidi).
"Adapun nilai pertanggungannya sebesar Rp6 juta/ha. Program ini untuk melindungi petani dari gagal panen," kata Sarwo Edhy, Sabtu (22/6/2019).
Dasar hukum pemerintah meluncurkan program asuransi pertanian adalah Undang-undang (UU) No19/2013 tentang Perlindungan Petani. Dalam UU ini, penerima manfaat AUTP adalah petani atau penggarap dengan lahan maksimal 2 ha. "Lokasinya diprioritaskan di daerah sentra produksi padi," ungkap Sarwo.
Sedangkan AUTS adalah untuk perlindungan bagi peternak sapi indukan produktif. Dengan jangkauan ganti rugi atas sapi yang mati maupun hilang. Untuk AUTS/K, pada saat dimulai tahun 2016, besaran premi ditetapkan sebesar Rp200.000/ekor. Jumlah tersebut terdiri atas premi swadaya sebesar 20% atau sebesar Rp40.000/ekor. Sedangkan 80% sisanya atau Rp160.000/ekor merupakan premi subsidi. Nilai pertanggungan ditetapkan sebesar Rp10 juta/ekor.
Target AUTP tahun 2015 adalah seluas 1 juta hektare, dan terealisasi 233.500 ha, dengan klaim 3.482 ha. Tahun 2016, target adalah 500.000 ha, terealisasi 307.217 ha, dan klaim mencapai 11.107 ha. Pada tahun 2017, target dibidik 1 juta ha, terealisasi 997.961 ha, dengan klaim 25.028 ha. Kemudian tahun 2018, target dipatok 1 juta ha, terealisasi 806.200 ha, dan klaim 10.754 ha.
Sedangkan untuk AUTS/K, pada tahun 2016 ditargetkan menjangkau 120.000 ekor, terealisasi 20.000 ekor, dan klaim 697 ekor. Pada 2017, Kementan kembali menargetkan AUTS/K menjangkau 120.000 ekor, terealisasi 92.176 ekor, dengan klaim 3.470 ekor. Lalu, pada tahun 2018, ditargetkan sebanyak 120.000 ekor, terealisasi 88.673 ekor, dengan klaim AUTS/K mencapai 1.736 ekor.
"Untuk tahun 2019, kami targetkan AUTP menjangkau 1 juta ha. Hingga saat ini (per bulan Mei 2019), telah terealisasi 7,67% atau 76.702,12 ha. Dengan realisasi bantuan premi setara subsidi 80% mencapai Rp2.820.761.280 atau 19.588,62 ha. Sedangkan untuk AUTS/K tahun 2019, ditargetkan menjangkau 120.000 ekor. Terealisasi 7.553 ekor, dengan bantuan setara subsidi 80% dari premi tercatat telah mencapai Rp1.118.480.000," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, target luasan 1 juta ha pada tahun 2019 diprediksi akan tercapai. Hal itu didukung sistem pendaftaran online, dengan Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP). Sistem dalam jaringan ini mempermudah petani untuk ikut program asuransi usaha tani maupun usaha ternak.
Sarwo Edhy juga mengatakan, sejak program ini diluncurkan, minat petani ikut asuransi terus meningkat. Namun demikian, Kementan terus berupaya memperbaiki kendala yang ada.
Kendala yang ditemukan salah satunya soal NIK (Nomor Induk Kependudukan). Satu NIK digunakan untuk beberapa nama petani. Di samping itu, masih ada pula petani yang mendaftar lebih dari 2 ha/musim tanam.
Hal ini, kata Sarwo Edhy, mengakibatkan pendaftaran target asuransi tidak tercapai. Dia mencontohkan, untuk asuransi usaha ternak sapi/kerbau (AUTS/K) target tahun 2019 sebanyak 120.000 ekor, namun sekarang sudah terealisasi 65.472 ekor. Demikian juga AUTP baru mencapai sekitar 276.450,5 ha dari target 1 juta ha.
Upaya yang dilakukan dengan memberikan rangsangan kepada petugas lapangan berupa hadiah sepeda motor, handphone, bahkan kompensasi umroh bagi mereka yang dapat merealisasikan pendaftaran 10.000 ha AUTP.
Selain kendala di atas, masih banyak petugas lapangan yang belum memahami pendaftaran melalui aplikasi SIAP. Tidak sedikit pula petugas dinas kabupaten yang belum dapat mengunggah SK DPD ke aplikasi SIAP.
Dirjen berharap, kelompok kerja (Pokja) asuransi pertanian dapat kerja maksimal, sehingga dapat rumusan yang lebih baik untuk dijadikan kebijakan dalam program asuransi. "Hal penting dari Pokja adalah kebijakan yang membantu petani untuk mengatasi kerugian akibat gagal panen," tegasnya.
(fjo)