Furnitur dari Jati Platinum Bisa Bangkitkan Ekspor Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Salah satu andalan ekspor Indonesia adalah produk furnitur, terutama dari bahan kayu jati. Usia panen yang mencapai 40 tahun menjadi kendala untuk terus mempertahankan atau bahkan menaikkan nilai ekspor. Namun penemuan jenis jati platinum bisa menumbuhkan asa bagi Indonesia.
Data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menyebutkan nilai ekspor furnitur Indonesia sejak 2016 terus meningkat meski pada 2015 sempat turun. Pada 2016 nilai ekspor furnitur sebesar USD1,60 miliar, lalu pada 2017 naik menjadi USD1,63 miliar dan pada 2018 kembali naik menjadi USD1,69 miliar.
Temuan jati platinum diharapkan bisa membantu para pengusaha furnitur untuk meningkatkan nilai ekspor. Jati platinum adalah jenis pohon jati yang dikembangkan Witjaksono dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekitar 15 tahun silam. Penyebaran jati platinum hingga kini sudah ada di seluruh Indonesia, kecuali Riau, Bengkulu, dan Papua karena sifat tanah di sana yang tidak cocok bagi tanaman jati.
Betalini Widhi Hapsari, salah satu peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang juga menjadi anggoata tim penelitian jati platinium, mengatakan pohon jati yang ditanam di ketiga daerah tersebut pada ketinggian tertentu akan mati karena tanahnya dangkal. "Akar pohon jati tidak kuat menopang pohon. Daerah pesisir juga tidak cocok. Adapun wilayah di Pulau Jawa hampir semua bisa ditanami jati, terutama di Jawa Timur," tutur Betalini kepada KORAN SINDO.
Menurutnya, tanah di Jawa Timur lebih kering sehingga kayu lebih kuat karena tidak berongga, tidak ada celah untuk air. Tanah di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta seperti di Wonogiri, Wonosari juga termasuk salah satu wilayah yang baik bagi tanaman jati sehingga harga kayu jati di daerah tersebut termasuk yang paling mahal.
Kayu jati platinum yang dikembangkan LIPI memiliki kualitas yang bagus karena proses pembibitan melalui kultur jaringan yang mengikuti pohon induk. "Induknya pun dipilih, tidak bisa semua tanaman bisa menjadi induk. Hanya tanaman jati platinum yang berkualitas dan unggul nantinya menjadi pohon induk," jelasnya.
Laman lipi.go.id menjelaskan jati platinum adalah hasil rekayasa genetika dengan cara mutasi radiasi sinar gamma bekerja sama dengan Batan yang kemudian diperbanyak dengan kultur jaringan sehingga mutu bibitnya seragam. Jati platinum hasil riset ini bisa mencapai diameter 30 cm hanya dalam waktu 5 tahun sehingga bisa dipanen sebagai veneer untuk bahan bangunan.
Jati biasa membutuhkan waktu 10–15 tahun untuk bisa diambil kayunya sebagai kusen, tapi jati platinum ini hanya dalam waktu 5 tahun. Jati platinum cepat berbunga dan berhenti tumbuh secara vegetatif dan membuat diameter pohonnya membesar secara cepat. Selain itu jati platinum tumbuh menjulang hingga 5–6 meter sebelum mulai bertunas ke samping sehingga kualitas kayu jati menjadi baik.
Penanaman jati platinum memberikan keuntungan karena dengan bibit seharga Rp10.000, dalam 5–10 tahun akan menjadi tanaman dengan diameter 30 cm setinggi 6 meter atau berarti didapat volume 0,42 meter kubik. Selain memberi keuntungan ekonomi, penanaman jati platinum juga bisa mereduksi emisi karbon.
Data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menyebutkan nilai ekspor furnitur Indonesia sejak 2016 terus meningkat meski pada 2015 sempat turun. Pada 2016 nilai ekspor furnitur sebesar USD1,60 miliar, lalu pada 2017 naik menjadi USD1,63 miliar dan pada 2018 kembali naik menjadi USD1,69 miliar.
Temuan jati platinum diharapkan bisa membantu para pengusaha furnitur untuk meningkatkan nilai ekspor. Jati platinum adalah jenis pohon jati yang dikembangkan Witjaksono dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekitar 15 tahun silam. Penyebaran jati platinum hingga kini sudah ada di seluruh Indonesia, kecuali Riau, Bengkulu, dan Papua karena sifat tanah di sana yang tidak cocok bagi tanaman jati.
Betalini Widhi Hapsari, salah satu peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang juga menjadi anggoata tim penelitian jati platinium, mengatakan pohon jati yang ditanam di ketiga daerah tersebut pada ketinggian tertentu akan mati karena tanahnya dangkal. "Akar pohon jati tidak kuat menopang pohon. Daerah pesisir juga tidak cocok. Adapun wilayah di Pulau Jawa hampir semua bisa ditanami jati, terutama di Jawa Timur," tutur Betalini kepada KORAN SINDO.
Menurutnya, tanah di Jawa Timur lebih kering sehingga kayu lebih kuat karena tidak berongga, tidak ada celah untuk air. Tanah di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta seperti di Wonogiri, Wonosari juga termasuk salah satu wilayah yang baik bagi tanaman jati sehingga harga kayu jati di daerah tersebut termasuk yang paling mahal.
Kayu jati platinum yang dikembangkan LIPI memiliki kualitas yang bagus karena proses pembibitan melalui kultur jaringan yang mengikuti pohon induk. "Induknya pun dipilih, tidak bisa semua tanaman bisa menjadi induk. Hanya tanaman jati platinum yang berkualitas dan unggul nantinya menjadi pohon induk," jelasnya.
Laman lipi.go.id menjelaskan jati platinum adalah hasil rekayasa genetika dengan cara mutasi radiasi sinar gamma bekerja sama dengan Batan yang kemudian diperbanyak dengan kultur jaringan sehingga mutu bibitnya seragam. Jati platinum hasil riset ini bisa mencapai diameter 30 cm hanya dalam waktu 5 tahun sehingga bisa dipanen sebagai veneer untuk bahan bangunan.
Jati biasa membutuhkan waktu 10–15 tahun untuk bisa diambil kayunya sebagai kusen, tapi jati platinum ini hanya dalam waktu 5 tahun. Jati platinum cepat berbunga dan berhenti tumbuh secara vegetatif dan membuat diameter pohonnya membesar secara cepat. Selain itu jati platinum tumbuh menjulang hingga 5–6 meter sebelum mulai bertunas ke samping sehingga kualitas kayu jati menjadi baik.
Penanaman jati platinum memberikan keuntungan karena dengan bibit seharga Rp10.000, dalam 5–10 tahun akan menjadi tanaman dengan diameter 30 cm setinggi 6 meter atau berarti didapat volume 0,42 meter kubik. Selain memberi keuntungan ekonomi, penanaman jati platinum juga bisa mereduksi emisi karbon.
(don)