AKPI Dukung Target 100 Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia (AKPI) mendukung program pemerintah dalam pengembangan pariwisata, termasuk dalam upaya mewujudkan 100 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata di Indonesia. Bersinergi dengan Kementerian Pariwisata (Kemenpar), AKPI dalam program kerjanya juga menargetkan peningkatan investasi untuk KEK Pariwisata.
“Saya berharap program kerja AKPI ini turut berperan dalam mewujudkan cita-cita 100 Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Indonesia sehingga nantinya meningkatkan devisa negara,” ujar Ketua Umum AKPI Poernomo Siswoprasetijo dalam keterangan tertulis, Jumat (21/6/2019).
Sebagai catatan, saat ini baru terdapat empat KEK Pariwisata di area 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) atau "10 Bali Baru", yaitu KEK Pariwisata Tanjung Kelayang di Belitung dengan total investasi USD1,4 miliar, Tanjung Lesung di Banten (USD4 miliar), Morotai (USD2,9 miliar), dan Mandalika (USD3 miliar). Selain itu, 12 KEK Pariwisata berikutnya sedang dalam proses pengembangan dimana 3 KEK Pariwisata sudah dalam proses penetapan (Tanjung Gunung, Sungai Liat, Singosari) dan 9 lainnya dalam proses usulan dan penetapan dalam waktu dekat.
Kesiapan dan komitmen di daerah dan semua pemangku kepentingan diharapkan akan mendukung pertumbuhan investasi pariwisata hingga dua digit. Pembangunan KEK Pariwisata ini akan menarik devisa yang dibawa wisatawan dan investasi atau penanaman modal asing (PMA). Tahun ini pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menargetkan devisa yang masuk dari sektor pariwisata mencapai USD17,6 miliar atau setara Rp246 triliun.
Ketua Tim Percepatan "10 Bali Baru" Kemenpar dan Ketua Kelompok Kerja Pembentukan KEK Pariwisata Hiramsyah S. Thaib mengatakan, dalam proses pengembangan KEK, terdapat tiga faktor usulan yang menjadi perhatian utama yaitu kesiapan infrastruktur termasuk jalan, pelabuhan, bandar udara, listrik, gas, air bersih, rel KA; kejelasan rencana pengembangan KEK (rencana pengembangan infrastruktur, penyerapan SDM, kelayakan ekonomi dan finansial, rencana bisnis, tahapan lingkungan, dampak lingkungan); dan investor potensial (kredibilitas pengembang, kredibilitas pelaku usaha untuk menjadi anchor). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dukungan pemerintah daerah, tata ruang dan pertanahan, serta lokasi strategis.
Hiramsyah juga menekankan dua poin penting dalam pengembangan KEK Pariwisata. "Pertama adalah kelengkapan bisnis model dan yang kedua administrasi. Dua poin ini harus jalan beriringan. Jangan hanya punya kelengkapan administrasinya, sementara bisnis model yang menjadi syarat penting justru terlupakan," tandasnya.
Investasi di bidang pariwisata juga akan lebih menarik karena adanya kemudahan dan kecepatan perizinan, insentif fiskal, sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), serta dukungan pembangunan infrastruktur. Dengan adanya pertumbuhan tinggi di sektor pariwisata, KEK Pariwisata diproyeksikan dapat menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dan direncanakan untuk menjadi solusi terbaik dalam mengembangkan perekonomian daerah. Pada 2017 pariwisata Indonesia tercatat tumbuh 22% atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan sektor pariwisata global (6,4%) dan ASEAN (7%).
“Saya sangat optimis, ke depannya sektor pariwisata merupakan sektor yang mencatatkan pertumbuhan tinggi sebagai penghasil devisa negara,” pungkas Hiramsyah.
“Saya berharap program kerja AKPI ini turut berperan dalam mewujudkan cita-cita 100 Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Indonesia sehingga nantinya meningkatkan devisa negara,” ujar Ketua Umum AKPI Poernomo Siswoprasetijo dalam keterangan tertulis, Jumat (21/6/2019).
Sebagai catatan, saat ini baru terdapat empat KEK Pariwisata di area 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) atau "10 Bali Baru", yaitu KEK Pariwisata Tanjung Kelayang di Belitung dengan total investasi USD1,4 miliar, Tanjung Lesung di Banten (USD4 miliar), Morotai (USD2,9 miliar), dan Mandalika (USD3 miliar). Selain itu, 12 KEK Pariwisata berikutnya sedang dalam proses pengembangan dimana 3 KEK Pariwisata sudah dalam proses penetapan (Tanjung Gunung, Sungai Liat, Singosari) dan 9 lainnya dalam proses usulan dan penetapan dalam waktu dekat.
Kesiapan dan komitmen di daerah dan semua pemangku kepentingan diharapkan akan mendukung pertumbuhan investasi pariwisata hingga dua digit. Pembangunan KEK Pariwisata ini akan menarik devisa yang dibawa wisatawan dan investasi atau penanaman modal asing (PMA). Tahun ini pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menargetkan devisa yang masuk dari sektor pariwisata mencapai USD17,6 miliar atau setara Rp246 triliun.
Ketua Tim Percepatan "10 Bali Baru" Kemenpar dan Ketua Kelompok Kerja Pembentukan KEK Pariwisata Hiramsyah S. Thaib mengatakan, dalam proses pengembangan KEK, terdapat tiga faktor usulan yang menjadi perhatian utama yaitu kesiapan infrastruktur termasuk jalan, pelabuhan, bandar udara, listrik, gas, air bersih, rel KA; kejelasan rencana pengembangan KEK (rencana pengembangan infrastruktur, penyerapan SDM, kelayakan ekonomi dan finansial, rencana bisnis, tahapan lingkungan, dampak lingkungan); dan investor potensial (kredibilitas pengembang, kredibilitas pelaku usaha untuk menjadi anchor). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dukungan pemerintah daerah, tata ruang dan pertanahan, serta lokasi strategis.
Hiramsyah juga menekankan dua poin penting dalam pengembangan KEK Pariwisata. "Pertama adalah kelengkapan bisnis model dan yang kedua administrasi. Dua poin ini harus jalan beriringan. Jangan hanya punya kelengkapan administrasinya, sementara bisnis model yang menjadi syarat penting justru terlupakan," tandasnya.
Investasi di bidang pariwisata juga akan lebih menarik karena adanya kemudahan dan kecepatan perizinan, insentif fiskal, sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), serta dukungan pembangunan infrastruktur. Dengan adanya pertumbuhan tinggi di sektor pariwisata, KEK Pariwisata diproyeksikan dapat menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dan direncanakan untuk menjadi solusi terbaik dalam mengembangkan perekonomian daerah. Pada 2017 pariwisata Indonesia tercatat tumbuh 22% atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan sektor pariwisata global (6,4%) dan ASEAN (7%).
“Saya sangat optimis, ke depannya sektor pariwisata merupakan sektor yang mencatatkan pertumbuhan tinggi sebagai penghasil devisa negara,” pungkas Hiramsyah.
(ind)