Pengamat: Maskapai Harus Sajikan Laporan Keuangan Apa Adanya
A
A
A
JAKARTA - Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai perbedaan pendapat antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengenai hasil pemeriksaan laporan keuangan patut disesalkan.
Menurut dia, kasus ini berawal dari keinginan Garuda untuk memperbaiki kinerjanya dan memaparkan pada Laporan Keuangan Tahunan (LKT) 2018. Karena kinerja operasionalnya masih merugi sekitar USD244.958.308, maka manajemen Garuda menurutnya berusaha mencari pendapatan lain (ancillary revenue) untuk menutup biaya. "Dan itu wajar dilakukan," ujar pendiri terbang.id ini di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Hasilnya didapat kesepakatan dengan pihak lain (Mahata Aero Teknologi) sebesar USD239.940.000 sehingga jika dikalkulasi ada keuntungan bagi Garuda sebesar USD5.018.308.
Menurut dia, apa yang dilakukan oleh manajemen Garuda tersebut patut dihargai. Namun, tegas dia, saat menyajikannya dalam laporan keuangan, Garuda seharusnya melaporkan apa adanya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan OJK.
"Jika memang masih mengalami kerugian, seharusnya dilaporkan saja terutama kepada regulator penerbangan nasional dalam hal ini Menteri perhubungan," ujarnya.
Sesuai Pasal 118 Undang- Undang No 1/2009 dan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No 18/2015, maskapai wajib melaporkan LKT ke Menhub tiap akhir April.
Dengan laporan keuangan yang apa adanya, tegas Gatot, regulator akan bisa mengetahui fakta-fakta di lapangan penerbangan nasional sehingga bisa merumuskan perbaikan-perbaikan ke depannya.
"Maskapai rugi bukanlahlah aib, tetapi justru suatu masalah yang harus diselesaikan bersama sehingga nantinya bisa menjadi sehat kembali dan menghadirkan transportasi udara yang terjangkau bagi masyarakat," tandasnya.
Sementara, Garuda menegaskan, pihaknya terus mendorong potensi keuntungan yang bisa dijadikan pendapatan. Salah satunya melalui kerja sama dengan pihak Mahata yang menyediakan fasilitas wifi di pesawat.
Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan, pihak Mahata bahkan bersedia membayar di depan. "Itu belum ditambah dengan keuntungan lain yang bisa dihasilkan Garuda dari hasil kerjasamanya dengan Mahata. Makanya kami yakin potensi pendapatan itu juga pasti dan hanya menunggu waktu," jelasnya kepada SINDO.
Menurut dia, kasus ini berawal dari keinginan Garuda untuk memperbaiki kinerjanya dan memaparkan pada Laporan Keuangan Tahunan (LKT) 2018. Karena kinerja operasionalnya masih merugi sekitar USD244.958.308, maka manajemen Garuda menurutnya berusaha mencari pendapatan lain (ancillary revenue) untuk menutup biaya. "Dan itu wajar dilakukan," ujar pendiri terbang.id ini di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Hasilnya didapat kesepakatan dengan pihak lain (Mahata Aero Teknologi) sebesar USD239.940.000 sehingga jika dikalkulasi ada keuntungan bagi Garuda sebesar USD5.018.308.
Menurut dia, apa yang dilakukan oleh manajemen Garuda tersebut patut dihargai. Namun, tegas dia, saat menyajikannya dalam laporan keuangan, Garuda seharusnya melaporkan apa adanya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan OJK.
"Jika memang masih mengalami kerugian, seharusnya dilaporkan saja terutama kepada regulator penerbangan nasional dalam hal ini Menteri perhubungan," ujarnya.
Sesuai Pasal 118 Undang- Undang No 1/2009 dan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No 18/2015, maskapai wajib melaporkan LKT ke Menhub tiap akhir April.
Dengan laporan keuangan yang apa adanya, tegas Gatot, regulator akan bisa mengetahui fakta-fakta di lapangan penerbangan nasional sehingga bisa merumuskan perbaikan-perbaikan ke depannya.
"Maskapai rugi bukanlahlah aib, tetapi justru suatu masalah yang harus diselesaikan bersama sehingga nantinya bisa menjadi sehat kembali dan menghadirkan transportasi udara yang terjangkau bagi masyarakat," tandasnya.
Sementara, Garuda menegaskan, pihaknya terus mendorong potensi keuntungan yang bisa dijadikan pendapatan. Salah satunya melalui kerja sama dengan pihak Mahata yang menyediakan fasilitas wifi di pesawat.
Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan, pihak Mahata bahkan bersedia membayar di depan. "Itu belum ditambah dengan keuntungan lain yang bisa dihasilkan Garuda dari hasil kerjasamanya dengan Mahata. Makanya kami yakin potensi pendapatan itu juga pasti dan hanya menunggu waktu," jelasnya kepada SINDO.
(fjo)