Perkuat Struktur Industri Farmasi, Pemerintah Beri Insentif Investasi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pendalaman struktur industri farmasi di dalam negeri melalui peningkatan investasi. Selain menumbuhkan sektor strategis tersebut, upaya ini juga diharapkan dapat memangkas defisit neraca perdagangan dan memacu ekspor.
“Salah satu langkahnya yaitu dengan pemberian insentif untuk menarik investasi. Apalagi, sebagai sektor andalan masa depan, industri farmasi terus didorong daya saingnya melalui berbagai kemudahan dan insentif berupa pengurangan pajak maupun bea masuk yang ditanggung pemerintah serta bentuk insentif lainnya," kata Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Sigit mengungkapkan, industri farmasi merupakan salah satu sektor dengan kinerja gemilang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Pada kuartal I/2019, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mampu tumbuh hingga 8,12% atau melampaui pertumbuhan ekonomi di angka 5,07%.
“Industri ini juga memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas sebesar 3,24%,” ujarnya.
Pertumbuhan industri farmasi salah satunya dipengaruhi oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan nilai pasar yang besar.
Menurut Sigit, industri farmasi di sektor hulu atau produsen bahan baku perlu terus dikembangkan karena nilai tambah produk farmasi akan meningkat jika sektor hulu dan hilir terintegrasi. Selain itu, pengembangan sektor hulu juga bisa menjadi substitusi impor bahan baku sehingga dapat menekan defisit neraca dagang di sektor industri farmasi.
Saat ini, neraca ekspor-impor industri farmasi masih defisit, walaupun nilai ekspor produk farmasi pada tahun 2018 mencapai USD1,14 miliar atau meningkat dibanding 2017 yang mencapai USD1,10 miliar. Selain untuk mengisi pasar ekspor, industri farmasi dalam negeri juga mampu memenuhi 75% kebutuhan obat untuk pasar domestik.
"Guna mengembangkan industri hulu dan substitusi impor perlu investasi. Pemerintah memberikan dukungan fiskal terhadap pertumbuhan industri farmasi melalui tax allowance, tax holiday, serta super deductible tax yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program vokasi dan inovasi melalui research and development (R&D)," paparnya.
Karena itu, dalam era industri 4.0, Kemenperin juga mendorong industri kimia bertransformasi pada pemanfaatan teknologi digital, sehingga akan mampu menciptakan nilai tambah baru pada hasil produknya. Era revolusi industri 4.0 ditandai dengan digitalisasi dalam proses produksi, seperti penggunaan Big Data, Artificial Intelligent (AI), dan Internet of Things (IoT) yang bertujuan meningkatkan daya saing terutama dalam optimasi dan efisiensi proses produksi.
“Pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi akan memberikan peluang baru serta meningkatkan daya saing industri farmasi, dan diharapkan dapat mendorong industri farmasi untuk mengembangkan pasar ekspor, khususnya pasar ekspor non-tradisional seperti Amerika Latin, Eropa Timur, Rusia hingga Afrika,” sebutnya.
Hingga kini, industri farmasi di dalam negeri terdapat 206 perusahaan, yang terdiri 178 perusahaan swasta nasional, 24 perusahaan multinasional, dan empat perusahaan BUMN.
“Farmasi sendiri merupakan industri padat modal. Untuk itu, pemerintah memberikan apresiasi terhadap investasi dan perluasan pasar yang dilakukan oleh pelaku industri farmasi bagi pengembangan fasilitas produksinya di dalam negeri, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan daya saingnya di pasar health care internasional,” pungkasnya.
“Salah satu langkahnya yaitu dengan pemberian insentif untuk menarik investasi. Apalagi, sebagai sektor andalan masa depan, industri farmasi terus didorong daya saingnya melalui berbagai kemudahan dan insentif berupa pengurangan pajak maupun bea masuk yang ditanggung pemerintah serta bentuk insentif lainnya," kata Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Sigit mengungkapkan, industri farmasi merupakan salah satu sektor dengan kinerja gemilang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Pada kuartal I/2019, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mampu tumbuh hingga 8,12% atau melampaui pertumbuhan ekonomi di angka 5,07%.
“Industri ini juga memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas sebesar 3,24%,” ujarnya.
Pertumbuhan industri farmasi salah satunya dipengaruhi oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan nilai pasar yang besar.
Menurut Sigit, industri farmasi di sektor hulu atau produsen bahan baku perlu terus dikembangkan karena nilai tambah produk farmasi akan meningkat jika sektor hulu dan hilir terintegrasi. Selain itu, pengembangan sektor hulu juga bisa menjadi substitusi impor bahan baku sehingga dapat menekan defisit neraca dagang di sektor industri farmasi.
Saat ini, neraca ekspor-impor industri farmasi masih defisit, walaupun nilai ekspor produk farmasi pada tahun 2018 mencapai USD1,14 miliar atau meningkat dibanding 2017 yang mencapai USD1,10 miliar. Selain untuk mengisi pasar ekspor, industri farmasi dalam negeri juga mampu memenuhi 75% kebutuhan obat untuk pasar domestik.
"Guna mengembangkan industri hulu dan substitusi impor perlu investasi. Pemerintah memberikan dukungan fiskal terhadap pertumbuhan industri farmasi melalui tax allowance, tax holiday, serta super deductible tax yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program vokasi dan inovasi melalui research and development (R&D)," paparnya.
Karena itu, dalam era industri 4.0, Kemenperin juga mendorong industri kimia bertransformasi pada pemanfaatan teknologi digital, sehingga akan mampu menciptakan nilai tambah baru pada hasil produknya. Era revolusi industri 4.0 ditandai dengan digitalisasi dalam proses produksi, seperti penggunaan Big Data, Artificial Intelligent (AI), dan Internet of Things (IoT) yang bertujuan meningkatkan daya saing terutama dalam optimasi dan efisiensi proses produksi.
“Pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi akan memberikan peluang baru serta meningkatkan daya saing industri farmasi, dan diharapkan dapat mendorong industri farmasi untuk mengembangkan pasar ekspor, khususnya pasar ekspor non-tradisional seperti Amerika Latin, Eropa Timur, Rusia hingga Afrika,” sebutnya.
Hingga kini, industri farmasi di dalam negeri terdapat 206 perusahaan, yang terdiri 178 perusahaan swasta nasional, 24 perusahaan multinasional, dan empat perusahaan BUMN.
“Farmasi sendiri merupakan industri padat modal. Untuk itu, pemerintah memberikan apresiasi terhadap investasi dan perluasan pasar yang dilakukan oleh pelaku industri farmasi bagi pengembangan fasilitas produksinya di dalam negeri, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan daya saingnya di pasar health care internasional,” pungkasnya.
(ind)