Produksi Garam di Pidie Aceh Lebih Maksimal dengan Sistem Tunnel
A
A
A
JAKARTA - Peralihan proses pengolahan garam dari sistem tradisional ke proses yang lebih inovatif seperti sistem tunnel mampu menghasilkan produksi garam dengan kuantitas dan kualitas lebih baik.
Hal tersebut dikemukakan Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi, dan Nonkonvensional Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Amalyos, saat melakukan studi banding di lahan pergaraman di Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (3/7/2019).
Di kawasan tersebut diketahui sebagian petani garam sudah mulai melakukan transformasi sistem pengolahan garam dari proses tradisional ke sistem tunnel.
“Di lokasi pengelolaan garam kabupaten Pidie ini, rakyat sudah mulai menerapkan inovasi produksi garam dengan sistem tunnel, yang dikelola masyarakat baik perorangan maupun kelompok dalam bentuk koperasi,” ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Amalyos menjelaskan, proses pembuatan garam pada sistem tunnel dilakukan secara tertutup mulai proses air baku dari laut menjadi air tua dan berakhir di meja kristalisasi yang akan menghasilkan garam dengan kualitas yang lebih baik, putih dan bersih.
“Selain itu, sistem tunnel ini akan menghasilkan produksi garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem garam rebus. Bisa 10-12 kali lipat,” tegasnya.
Dia menilai petambak garam di Pidie mulai welcome dengan sistem ini, sehingga nantinya akan lebih cepat diadopsi oleh petambak garam di kabupaten lainnya. Selain itu, ungkapnya, pasar dan demand-nya juga mendukung sehingga ke depan bisa didorong lagi pengembangannya di 6-8 kabupaten lainnya yang potensial untuk dikembangkan sebagai sentra produksi garam.
"Diharapkan dengan inovasi sistem tunnel ini dapat berkontribusi positif bagi pembangunan dan pengembangan komoditas pergaraman nasional,” tegasnya.
Selain itu, Amalyos juga melihat adanya potensi eduwisata di kawasan tambak garam Pidie ini. Pada lokasi pergaraman dengan sistem rebus dan sistem tunnel ini dapat dijadikan sebagai wahana edukasi bagi para pelajar, dimana para pelajar/siswa bisa mempelajari cara pembuatan garam baik secara konvensional maupun dengan cara yang lebih modern dan inovatif.
“Ini bisa dijadikan sebagai wahana eduwisata untuk anak sekolah dari SD sampai SMA, untuk menambah pengetahuan bagaimana proses pembuatan garam. Nantinya kita akan mencoba memfasilitasi pelaksanaannya, dengan membawa mereka semua ke sini, dan petambak garamnya selaku narasumber kita minta memberikan penjelasan kepada pelajar/siswa tersebut tentang proses pembuatan garam konsumsi/meja yang biasa tersedia di rumah mereka dan senantiasa mereka konsumsi,” jelasnya.
Hal tersebut dikemukakan Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi, dan Nonkonvensional Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Amalyos, saat melakukan studi banding di lahan pergaraman di Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (3/7/2019).
Di kawasan tersebut diketahui sebagian petani garam sudah mulai melakukan transformasi sistem pengolahan garam dari proses tradisional ke sistem tunnel.
“Di lokasi pengelolaan garam kabupaten Pidie ini, rakyat sudah mulai menerapkan inovasi produksi garam dengan sistem tunnel, yang dikelola masyarakat baik perorangan maupun kelompok dalam bentuk koperasi,” ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Amalyos menjelaskan, proses pembuatan garam pada sistem tunnel dilakukan secara tertutup mulai proses air baku dari laut menjadi air tua dan berakhir di meja kristalisasi yang akan menghasilkan garam dengan kualitas yang lebih baik, putih dan bersih.
“Selain itu, sistem tunnel ini akan menghasilkan produksi garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem garam rebus. Bisa 10-12 kali lipat,” tegasnya.
Dia menilai petambak garam di Pidie mulai welcome dengan sistem ini, sehingga nantinya akan lebih cepat diadopsi oleh petambak garam di kabupaten lainnya. Selain itu, ungkapnya, pasar dan demand-nya juga mendukung sehingga ke depan bisa didorong lagi pengembangannya di 6-8 kabupaten lainnya yang potensial untuk dikembangkan sebagai sentra produksi garam.
"Diharapkan dengan inovasi sistem tunnel ini dapat berkontribusi positif bagi pembangunan dan pengembangan komoditas pergaraman nasional,” tegasnya.
Selain itu, Amalyos juga melihat adanya potensi eduwisata di kawasan tambak garam Pidie ini. Pada lokasi pergaraman dengan sistem rebus dan sistem tunnel ini dapat dijadikan sebagai wahana edukasi bagi para pelajar, dimana para pelajar/siswa bisa mempelajari cara pembuatan garam baik secara konvensional maupun dengan cara yang lebih modern dan inovatif.
“Ini bisa dijadikan sebagai wahana eduwisata untuk anak sekolah dari SD sampai SMA, untuk menambah pengetahuan bagaimana proses pembuatan garam. Nantinya kita akan mencoba memfasilitasi pelaksanaannya, dengan membawa mereka semua ke sini, dan petambak garamnya selaku narasumber kita minta memberikan penjelasan kepada pelajar/siswa tersebut tentang proses pembuatan garam konsumsi/meja yang biasa tersedia di rumah mereka dan senantiasa mereka konsumsi,” jelasnya.
(ind)