Waspadai Ancaman Kekeringan Ekstrem
A
A
A
JAKARTA - Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara harus bersiap-siap menghadapi kekeringan. Antisipasi urgen dilakukan karena kekeringan yang akan terjadi terbilang panjang dan ekstrem.
Peringatan itu disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berdasarkan hasil monitoring hari tanpa hujan (HTH) hingga tanggal 30 Juni 2019. Beberapa daerah di Jawa yang berpotensi mengalami kekeringan antara lain Sumedang, Gunungkidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Tuban, Pasuruan, dan Pamekasan.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Pertanian (Kementan) mengaku sudah mengantisipasi ancaman kekeringan. Kementerian PUPR misalnya telah menyiapkan sumur-sumur dan mobil tangki.
Hal yang sama disampaikan Kementan yang mengaku sudah beberapa tahun belakangan membekali kelompok tani dengan pompa. Dari pantauan di lapangan, kekeringan sudah terasa di sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengingatkan pemerintah daerah untuk bersiap menghadapi cuaca ekstrem kekeringan yang berlangsung cukup panjang. “Dari hasil analisis BMKG, teridentifikasi adanya potensi kekeringan meteorologis yang tersebar di sejumlah wilayah,” ujar Deputi Bidang Klimatologi Herizal kemarin.
Berdasarkan catatan BMKG, wilayah yang memiliki potensi kekeringan adalah yang telah mengalami HTH lebih dari 60 hari dan diperkirakan curah hujan rendah alias kurang dari 20 mm dalam 10 hari mendatang dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah itu meliputi Bekasi, Karawang, dan Indramayu di Provinsi Jawa Barat; Karanganyar, Klaten, Magelang, Purworejo, Rembang, Semarang, Semarang, dan Wonogiri (Jawa Tengah); sejumlah daerah di Jawa Timur; Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Sleman (Yogyakarta); Buleleng (Bali); Sikka, Lembata, Sumba Timur, Rote Ndao, Kota Kupang, dan Belu (Nusa Tenggara Timur); Bima, Kota Bima, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa Timur (Nusa Tenggara Barat).
Kemudian untuk wilayah dengan status siaga potensi kekeringan adalah yang mengalami HTH lebih dari 31 hari serta prakiraan curah hujannya rendah kurang dari 20 mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah itu adalah Jakarta Utara dan Banten yang meliputi Lebak, Pandeglang, dan Tangerang. Adapun wilayah waspada kekeringan yang telah mengalami HTH lebih dari 21 hari dan prakiraan curah hujannya rendah atau kurang dari 20mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah-daerah itu terdapat di Aceh Besar, Pidie, dan Bireuen di Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam; Merangin, Batang-hari, dan Beng ka yang (Jambi); Way Kanan (Lampung); Pulang-pisau (Kalimantan Tengah), Bengkayang (Kalimantan Barat); dan Bantaeng, Selayar, serta Takalar (Sulawesi Selatan).
Selain itu monitoring terhadap perkembangan musim kemarau menunjukkan, ber dasarkan luas wilayah, 37% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 63% wilayah masih mengalami musim hujan. Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi Aceh bagian utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Pulau Jawa dan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan bagian selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian selatan, Maluku, dan Papua bagian selatan.
“Musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksi masih berpeluang mendapatkan curah hujan,” kata dia. Di sisi lain sejumlah daerah mengalami curah hujan tinggi.
Potensi ini diindikasikan terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Sulawesi Tengah meliputi Morowali, Banggai dan Tojounauna; Papua di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Asmat, Mimika, Jaya wijaya, Nabire dan Paniai.
“Masyarakat diimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, waspada atas pengurangan ketersediaan air tanah (kelangkaan air bersih) dan peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran,” katanya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan bahwa pemerintah selalu melakukan antisipasi karena kekeringan hampir tiap tahun terjadi. Untuk musim kekeringan sekarang ini telah disiapkan balai-balai.
Tentunya hal ini akan dikoordinasikan dengan BMKG mengenai wilayah mana saja yang mengalami kekeringan. “Kita siapkan semua sumur untuk bisa beroperasi. Yang kedua, mobil-mobil tangki juga kita siapkan sehingga kita kalau sudah ada kekeringan, sumur-sumur terdekat dipompa untuk menyediakan air itu,” tuturnya di Manado kemarin.
Adapun dari pihak Kementan, Direktur Jenderal Pra sa ra na dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy mengatakan pihak nya melakukan optimalisasi pom pa di sejumlah wilayah ter dampak. Bahkan, kata dia, peng gunaan pompa-pompa su dah dilakukan sejak empat tahun terakhir.
“Sudah kita instruksikan kepada petani dan kelompok tani untuk mengoptimalisasi pompa yang kami beri. Kita instruksikan mereka memompa air dari sungai terdekat,” kata Sarwo Edhy di Jakarta, Rabu (3/7).
Adapun untuk lahan kering yang berlokasi jauh dari sungai, menurut dia, petani dapat memanfaatkan sumber air permukaan. Dia menjelaskan, sumber air permukaan tersebut perlu diukur terlebih dahulu tingkat kemampuannya untuk kemudian baru dapat diinventarisasi ke beberapa lokasi titik lahan yang terdampak kekeringan.
Berdasarkan catatannya, dalam kurun empat tahun terakhir, Kementan telah mengalokasikan sekitar 200.000-an pompa dengan berbagai jenis ukuran. Adapun wilayah-wilayah yang terdam pak kekeringan lahan yang belum memiliki pompa diimbau segera mengajukan kepada dinas pertanian di wilayah masing-masing.
Tidak hanya itu, lanjut Sarwo Edhy, guna mengantisipasi kekeringan, pihaknya juga selama tiga tahun terakhir telah membangun banyak infra strukturair. Dia menuturkan, sebanyak 3 juta hektare infrastruktur air telah dibangun selama tiga tahun terakhir dan yang diharapkan dapat meminimalisasi dampak kekeringan di areal pertanian.
Melanda Sejumlah Daerah
Kekeringan terpantau sudah terjadi di sejumlah daerah seperti Jawa Tengah (Jateng), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Barat (Jabar). Di DIY, misalnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul mengungkapkan sudah ada 10 kecamatan yang mulai mengalami kekeringan.
Kepala BPBD Gunungkidul Edy Basuki mengungkapkan, kecamatan dimaksud adalah Girisubo, Tepus, Rongkop, Panggang dan Paliyan, Gedangsari, Semanu, Patuk, Purwosari serta Semin. Menurut dia, daerahdae rah tersebut sudah menyampaikan permintaan droping air.
“Pemkab Gunungkidul menyediakan anggaran droping sebesar Rp 530 juta. Saat ini 10 kecamatan sudah mengajukan droping air,” terangnya kepada KORAN SINDO kemarin. Kekeringan juga sudah melanda Jateng. BPBD Jateng menyebutkan sedikitnya ada 10 kabupaten/kota dilanda kekeringan.
Menurut Kepala BPBD Jateng Sudaryanto, dari 10 kabupaten/kota tersebut terdapat ratusan desa yang mengalami kekurangan pasokan air bersih. “Hingga akhir Juni ini sudah ada 10 kabupaten/kota yang terdeteksi mengalami kekeringan.
Di antaranya Kabupaten Cilacap, Purbalingga, Klaten, Purworejo, Grobogan, Temanggung, Kota Semarang, Kabupaten Tegal, Banyumas, dan Pemalang,” sebut Sudaryanto kemarin. Sementara itu Jabar kelabakan menghadapi kekeringan yang mengancam.
Pasalnya ham pir separuh atau sekitar 47% jaringan irigasi di Provinsi Jabar mengalami kerusakan, mulai rusak ringan, sedang hing ga berat. Kondisi tersebut mengakibatkan pasokan air untuk lahan pertanian, khususnya sawah, terhambat.
Terhambatnya air irigasi ke areal persawahan semakin parah menyusul pasokan air yang kian tipis seiring masuknya musim kemarau yang kini sudah terjadi di seluruh wilayah Jabar. Kondisi tersebut dikhawatirkan mengganggu produksi padi akibat gagal panen. (Dita Angga/ Agung Bakti Sarasa/ Ahmad Antoni/Suharjono/Sindonews.com)
Peringatan itu disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berdasarkan hasil monitoring hari tanpa hujan (HTH) hingga tanggal 30 Juni 2019. Beberapa daerah di Jawa yang berpotensi mengalami kekeringan antara lain Sumedang, Gunungkidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Tuban, Pasuruan, dan Pamekasan.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Pertanian (Kementan) mengaku sudah mengantisipasi ancaman kekeringan. Kementerian PUPR misalnya telah menyiapkan sumur-sumur dan mobil tangki.
Hal yang sama disampaikan Kementan yang mengaku sudah beberapa tahun belakangan membekali kelompok tani dengan pompa. Dari pantauan di lapangan, kekeringan sudah terasa di sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengingatkan pemerintah daerah untuk bersiap menghadapi cuaca ekstrem kekeringan yang berlangsung cukup panjang. “Dari hasil analisis BMKG, teridentifikasi adanya potensi kekeringan meteorologis yang tersebar di sejumlah wilayah,” ujar Deputi Bidang Klimatologi Herizal kemarin.
Berdasarkan catatan BMKG, wilayah yang memiliki potensi kekeringan adalah yang telah mengalami HTH lebih dari 60 hari dan diperkirakan curah hujan rendah alias kurang dari 20 mm dalam 10 hari mendatang dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah itu meliputi Bekasi, Karawang, dan Indramayu di Provinsi Jawa Barat; Karanganyar, Klaten, Magelang, Purworejo, Rembang, Semarang, Semarang, dan Wonogiri (Jawa Tengah); sejumlah daerah di Jawa Timur; Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Sleman (Yogyakarta); Buleleng (Bali); Sikka, Lembata, Sumba Timur, Rote Ndao, Kota Kupang, dan Belu (Nusa Tenggara Timur); Bima, Kota Bima, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa Timur (Nusa Tenggara Barat).
Kemudian untuk wilayah dengan status siaga potensi kekeringan adalah yang mengalami HTH lebih dari 31 hari serta prakiraan curah hujannya rendah kurang dari 20 mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah itu adalah Jakarta Utara dan Banten yang meliputi Lebak, Pandeglang, dan Tangerang. Adapun wilayah waspada kekeringan yang telah mengalami HTH lebih dari 21 hari dan prakiraan curah hujannya rendah atau kurang dari 20mm dalam 10 hari dengan peluang lebih dari 70%.
Daerah-daerah itu terdapat di Aceh Besar, Pidie, dan Bireuen di Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam; Merangin, Batang-hari, dan Beng ka yang (Jambi); Way Kanan (Lampung); Pulang-pisau (Kalimantan Tengah), Bengkayang (Kalimantan Barat); dan Bantaeng, Selayar, serta Takalar (Sulawesi Selatan).
Selain itu monitoring terhadap perkembangan musim kemarau menunjukkan, ber dasarkan luas wilayah, 37% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 63% wilayah masih mengalami musim hujan. Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi Aceh bagian utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Pulau Jawa dan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan bagian selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian selatan, Maluku, dan Papua bagian selatan.
“Musim kemarau tidak berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa daerah diprediksi masih berpeluang mendapatkan curah hujan,” kata dia. Di sisi lain sejumlah daerah mengalami curah hujan tinggi.
Potensi ini diindikasikan terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Sulawesi Tengah meliputi Morowali, Banggai dan Tojounauna; Papua di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Asmat, Mimika, Jaya wijaya, Nabire dan Paniai.
“Masyarakat diimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, waspada atas pengurangan ketersediaan air tanah (kelangkaan air bersih) dan peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran,” katanya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan bahwa pemerintah selalu melakukan antisipasi karena kekeringan hampir tiap tahun terjadi. Untuk musim kekeringan sekarang ini telah disiapkan balai-balai.
Tentunya hal ini akan dikoordinasikan dengan BMKG mengenai wilayah mana saja yang mengalami kekeringan. “Kita siapkan semua sumur untuk bisa beroperasi. Yang kedua, mobil-mobil tangki juga kita siapkan sehingga kita kalau sudah ada kekeringan, sumur-sumur terdekat dipompa untuk menyediakan air itu,” tuturnya di Manado kemarin.
Adapun dari pihak Kementan, Direktur Jenderal Pra sa ra na dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy mengatakan pihak nya melakukan optimalisasi pom pa di sejumlah wilayah ter dampak. Bahkan, kata dia, peng gunaan pompa-pompa su dah dilakukan sejak empat tahun terakhir.
“Sudah kita instruksikan kepada petani dan kelompok tani untuk mengoptimalisasi pompa yang kami beri. Kita instruksikan mereka memompa air dari sungai terdekat,” kata Sarwo Edhy di Jakarta, Rabu (3/7).
Adapun untuk lahan kering yang berlokasi jauh dari sungai, menurut dia, petani dapat memanfaatkan sumber air permukaan. Dia menjelaskan, sumber air permukaan tersebut perlu diukur terlebih dahulu tingkat kemampuannya untuk kemudian baru dapat diinventarisasi ke beberapa lokasi titik lahan yang terdampak kekeringan.
Berdasarkan catatannya, dalam kurun empat tahun terakhir, Kementan telah mengalokasikan sekitar 200.000-an pompa dengan berbagai jenis ukuran. Adapun wilayah-wilayah yang terdam pak kekeringan lahan yang belum memiliki pompa diimbau segera mengajukan kepada dinas pertanian di wilayah masing-masing.
Tidak hanya itu, lanjut Sarwo Edhy, guna mengantisipasi kekeringan, pihaknya juga selama tiga tahun terakhir telah membangun banyak infra strukturair. Dia menuturkan, sebanyak 3 juta hektare infrastruktur air telah dibangun selama tiga tahun terakhir dan yang diharapkan dapat meminimalisasi dampak kekeringan di areal pertanian.
Melanda Sejumlah Daerah
Kekeringan terpantau sudah terjadi di sejumlah daerah seperti Jawa Tengah (Jateng), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Barat (Jabar). Di DIY, misalnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul mengungkapkan sudah ada 10 kecamatan yang mulai mengalami kekeringan.
Kepala BPBD Gunungkidul Edy Basuki mengungkapkan, kecamatan dimaksud adalah Girisubo, Tepus, Rongkop, Panggang dan Paliyan, Gedangsari, Semanu, Patuk, Purwosari serta Semin. Menurut dia, daerahdae rah tersebut sudah menyampaikan permintaan droping air.
“Pemkab Gunungkidul menyediakan anggaran droping sebesar Rp 530 juta. Saat ini 10 kecamatan sudah mengajukan droping air,” terangnya kepada KORAN SINDO kemarin. Kekeringan juga sudah melanda Jateng. BPBD Jateng menyebutkan sedikitnya ada 10 kabupaten/kota dilanda kekeringan.
Menurut Kepala BPBD Jateng Sudaryanto, dari 10 kabupaten/kota tersebut terdapat ratusan desa yang mengalami kekurangan pasokan air bersih. “Hingga akhir Juni ini sudah ada 10 kabupaten/kota yang terdeteksi mengalami kekeringan.
Di antaranya Kabupaten Cilacap, Purbalingga, Klaten, Purworejo, Grobogan, Temanggung, Kota Semarang, Kabupaten Tegal, Banyumas, dan Pemalang,” sebut Sudaryanto kemarin. Sementara itu Jabar kelabakan menghadapi kekeringan yang mengancam.
Pasalnya ham pir separuh atau sekitar 47% jaringan irigasi di Provinsi Jabar mengalami kerusakan, mulai rusak ringan, sedang hing ga berat. Kondisi tersebut mengakibatkan pasokan air untuk lahan pertanian, khususnya sawah, terhambat.
Terhambatnya air irigasi ke areal persawahan semakin parah menyusul pasokan air yang kian tipis seiring masuknya musim kemarau yang kini sudah terjadi di seluruh wilayah Jabar. Kondisi tersebut dikhawatirkan mengganggu produksi padi akibat gagal panen. (Dita Angga/ Agung Bakti Sarasa/ Ahmad Antoni/Suharjono/Sindonews.com)
(nfl)