Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Harus Selevel Menteri

Rabu, 10 Juli 2019 - 19:09 WIB
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Harus Selevel Menteri
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Harus Selevel Menteri
A A A
JAKARTA - Kewajiban penerapan Jaminan Produk Halal sudah di depan mata, namun diyakini masih terdapat banyak kelemahan. Karena itu, Indonesia Halal Watch mendorong agar badan penyelenggaranya bisa selevel menteri sehingga proses kebijakan bisa lebih cepat dan efektif.

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan, level Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) harus setingkat menteri langsung di bawah presiden. Ini demi memacu pertumbuhan industri halal dan keuangan syariah di Indonesia.

“Jabatan setingkat menteri dibutuhkan karena harus lintas kementerian dan antar negara. Kewajiban produk halal sangat luas dampaknya dan harus bisa dieksekusi dengan baik. Terutama pelaku dari UMKM harus bisa dijamin tetap berkembang, jangan sampai bangkrut karena terbebani,” ujar Ikhsan di Jakarta, Rabu (10/7/2019).

Dia menambahkan, keberadaan BPJPH saat ini selevel Eselon 1 atau Dirjen di bawah Kementerian Agama. Posisi tersebut di bawah satu level dalam Senior Official Meeting, ini dikhawatirkan lemah untuk melakukan eksekusi kebijakan. Keadaan ini menurut Ikhsan sangat tidak mendukung implementasi kebijakan tepat sasaran.

“Waktunya sudah dekat kami khawatir ini tidak terwujud dalam waktu dekat. Nanti setelah resmi dilantik kami ingin mendorong BPJPH agar langsung di bawah presiden,” ujarnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal telah terbit sebagai komitmen Pemerintah dalam rangka mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Mandatory sertifikasi halal sesuai Pasal 67 ayat (1) akan dimulai pada tanggal 17 Oktober 2019, masyarakat dan dunia usaha serta pegiat halal menunggu bagaimana kewajiban sertifikasi halal dijalankan sesuai Undang-Undang.

Sampai hari ini, terang dia masih banyak kelemahan seperti belum ada satupun Auditor Halal yang dihasilkan oleh BPJPH. “Saat ini baru ada sekitar 1.000 auditor halal di LPPOM MUI. Kami perkirakan kebutuhan nantinya sebanyak 26 ribu auditor di seluruh Indonesia. Ini sangat krusial,” ujarnya.

Masalah lain yakni terang dia, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang akan melakukan pemeriksaan terhadap produk yang disertifikasi juga belum jelas. Selain itu bentuk entitasnya belum jelas bentuk badan hukum dan bentuk kerjasama dengan lembaga keagamaan. “Eksistensi LPH harus mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI. Sejauh ini belum ada satupun LPH yang terakreditasi,” ujarnya.

Indonesia sendiri sedang menjadi perhatian dunia, karena negara terbesar berpenduduk 87% muslim tetapi perkembangan industri halal masih di bawah rata-rata negara lain. Bahkan posisi Indonesia jauh tertinggal di bawah negara Malaysia.

Lebih lanjut terang dia, pada negara tetangga itu posisi Malaysia Jabatan Kemajuan Islam (JAKIM) dalam industri halal berada langsung di bawah perdana menteri selaku kepala pemerintahan sehingga menjadi selevel dengan kementerian.

"Oleh karenanya Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar di dunia sangat perlu memiliki Badan khusus untuk mengurusi industri halal. Dalam hal ini sebuah badan di bawah Presiden yang dapat melakukan hubungan kelembagaan antar kementerian tersebut sekaligus dapat melakukan eksekusi, sehingga mampu mendorong Indonesia menjadi pusat Industri halal dunia," tegasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6140 seconds (0.1#10.140)