Reklamasi di Bumi Laskar Pelangi Disetop karena Rusak Ekosistem

Jum'at, 12 Juli 2019 - 15:09 WIB
Reklamasi di Bumi Laskar Pelangi Disetop karena Rusak Ekosistem
Reklamasi di Bumi Laskar Pelangi Disetop karena Rusak Ekosistem
A A A
JAKARTA - Tim Terpadu Pemerintah untuk penanganan kasus pelanggaran pemanfaatan sumber daya alam menghentikan kegiatan reklamasi di Kabupaten Belitung yang dikenal sebagai "Bumi Laskar Pelangi". Proses penghentian tersebut berawal dari pengaduan masyarakat mengenai adanya kegiatan reklamasi yang sedang berlangsung.

“Kegiatan reklamasi di pesisir Desa Air Saga, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung dihentikan aktivitasnya karena tidak dilengkapi izin yang dipersyaratkan," ungkap Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal PSDKP, Agus Suherman di Jakarta.

Tim terpadu tersebut beranggotakan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kementerian LHK, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Bareskrim Polri, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Belitung.

Menurut Agus, reklamasi tersebut telah menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove serta menghambat akses keluar masuk kapal nelayan penangkap ikan. "Atas informasi awal dari masyarakat, tim terpadu menggelar pertemuan untuk memperdalam informasi dan menggali keterangan dari berbagai pihak terkait, termasuk aparat desa setempat," terangnya.

Tim menyimpulkan bahwa kegiatan reklamasi di lahan yang mencapai luas 2 hektar dan tanpa dilengkapi dengan perizinan tersebut telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem perairan dan masyarakat nelayan. Untuk mencegah kerusakan ekosistem yang lebih parah, tim melakukan penyegelan di kawasan reklamasi serta memasang papan larangan melakukan kegiatan di area reklamasi.

Selanjutnya, setiap Kementerian/Lembaga terkait akan melakukan proses hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan reklamasi tanpa izin dan menyebabkan kerusakan lingkungan, setidaknya dapat diduga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Ditambah melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Sementara itu, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, telah menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7034 seconds (0.1#10.140)