RUU Desain Industri Dorong Daya Saing dan Kemajuan Teknologi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian terus meningkatkan daya saing industri di Indonesia agar mampu kompetitif baik di lingkup pasar nasional maupun internasional. Hal ini diimplementasikan melalui lanjutan pembahasan Rancangan Undang-undangan (RUU) Desain Industri oleh pemerintah dan DPR RI.
Seluruh fraksi di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk melanjutkan RUU Desain Industri, dengan membawa ke pembahasan tingkat pertama. Masing-masing fraksi diminta segera menyusun daftar inventaris masalah (DIM).
"Karena seluruh materi tadi sudah disampaikan untuk dibahas langsung melalui Panitia Kerja (Panja). Nanti pemerintah menunjuk pejabat yang akan melakukan pembahasan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
RUU Desain Industri telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2018 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. RUU tersebut diusulkan sebagai penyempurnaan atas beberapa kelemahan di UU 31/2000, baik dari sisi substansi, prosedur pendaftaran, dan penegakkan hukumnya dalam pemberian perlindungan hak desain industri.
"Adapun urgensi dari diusulkannya RUU Desain Industri adalah dinamika dan perkembangan masyarakat Industri yang sangat pesat, perkembangan teknologi, serta perkembangan hukum internasional. Kemudian untuk mengakomodasi kepentingan industri di Indonesia, khususnya Industri Kecil Menengah dalam memperoleh Hak Desain Industri untuk peningkatan daya saing industri dalam lingkup perdagangan nasional maupun internasional," papar Airlangga.
Selain itu, kata Airlangga, perubahan RUU Desain Industri juga untuk memperjelas dan meningkatkan kualitas kriteria kebaruan desain industri dalam pemberian hak desain industri untuk menghindari timbulnya persaingan yang tidak sehat dan kesesatan konsumen.
"Urgensi lainnya berkaitan dengan perubahan RUU Desain Industri, untuk menyempurnakan sistem perlindungan desain industri dengan mengakomodasi perlindungan untuk desain-desain yang lifecycle-nya pendek melalui sistem unregistereddengan masa perlindungan maksimal tiga tahun," tegasnya.
Dengan dilakukannya perubahan RUU Desain Industri, diharapkan aturan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia mampu mengikuti perkembangan perjanjian internasional Desain Industri yaitu Geneva Act of the Hague Agreement Concerning the International Registration of Industrial Designs 1999 (Hague Agreement 1999).
"Sistem pendaftaran internasional ini sederhana dan efisien, karena hanya dengan melalui satu permohonan yang diajukan Biro Internasional World Intellectual Property Organization (WIPO) akan memberikan perlindungan di wilayah negara anggota," terangnya.
Airlangga optimistis, perubahan aturan undang-undang Desain Industri dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk, dimana produk tersebut menjadi menarik dan disenangi oleh konsumen, bahkan dapat menjadi keunikan dalam nilai jualnya.
"Melalui perlindungan Hak Desain Industri, pemegang Hak Desain Industri juga memperoleh hak eksklusif untuk mencegah pengkopian atau penjiplakan atas desain yang dimiliki tanpa seizinnya," ungkapnya.
Secara teknis, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, menuturkan terdapat beberapa pokok perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, antara lain perubahan definisi Desain Industri dan jangka waktu pelindungan HDI.
"Selain itu, terdapat juga pemeriksaan substansi atas kebaruan Desain Industri, Komisi Banding Desain Industri, dan penggunaan Hak Desain Industri (HDI) dalam sarana multimedia untuk merespons perkembangan teknologi informasi dan komunikasi," jelas Yasonna.
Sistematika dalam RUU ini memuat 16 bab dan 95 pasal, antara lain lingkup pelindungan dan permohonan HDI, pemeriksaan Desain Industri, dan sertifikasi Desain Industri dan perpanjangan pelindungan HDI.
"Terdapat juga pengalihan HDI dan pemberian lisensi, penghapusan dan pembatalan HDI, penyelesaian sengketa HDI, serta penetapan sementara pengadilan," imbuhnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Lili Asdjudiredja, mengatakan diperlukan penyusunan regulasi yang mengatur perihal hak kekayaan intelektual, yang didalamnya termasuk Desain Industri, agar mampu bersaing baik nasional maupun internasional.
"Fraksi Partai Golkar menyadari sepenuhnya bahwa kekayaan intelektual menjadi salah satu aspek yang sangat penting. RUU ini harus mengatur hal-hal prinsip, seperti sistem pelindungan Desain Industri," tandasnya.
Hak Kekayaan Intelektual menjadi salah satu aspek yang sangat penting dan perlu diperhatikan dalam perdagangan internasional. Hal ini ditunjukkan dengan dibentuknya World Trade Organization (WTO) pada 1994 yang di dalam perjanjiannya mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Rights (Persetujuan TRIPs). Persetujuan TRIPs ini mengatur mengenai aspek-aspek dagang yang dikaitkan dengan Hak Kekayaan Intelektual, yang salah satunya adalah bidang Desain Industri.
Seluruh fraksi di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk melanjutkan RUU Desain Industri, dengan membawa ke pembahasan tingkat pertama. Masing-masing fraksi diminta segera menyusun daftar inventaris masalah (DIM).
"Karena seluruh materi tadi sudah disampaikan untuk dibahas langsung melalui Panitia Kerja (Panja). Nanti pemerintah menunjuk pejabat yang akan melakukan pembahasan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
RUU Desain Industri telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2018 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. RUU tersebut diusulkan sebagai penyempurnaan atas beberapa kelemahan di UU 31/2000, baik dari sisi substansi, prosedur pendaftaran, dan penegakkan hukumnya dalam pemberian perlindungan hak desain industri.
"Adapun urgensi dari diusulkannya RUU Desain Industri adalah dinamika dan perkembangan masyarakat Industri yang sangat pesat, perkembangan teknologi, serta perkembangan hukum internasional. Kemudian untuk mengakomodasi kepentingan industri di Indonesia, khususnya Industri Kecil Menengah dalam memperoleh Hak Desain Industri untuk peningkatan daya saing industri dalam lingkup perdagangan nasional maupun internasional," papar Airlangga.
Selain itu, kata Airlangga, perubahan RUU Desain Industri juga untuk memperjelas dan meningkatkan kualitas kriteria kebaruan desain industri dalam pemberian hak desain industri untuk menghindari timbulnya persaingan yang tidak sehat dan kesesatan konsumen.
"Urgensi lainnya berkaitan dengan perubahan RUU Desain Industri, untuk menyempurnakan sistem perlindungan desain industri dengan mengakomodasi perlindungan untuk desain-desain yang lifecycle-nya pendek melalui sistem unregistereddengan masa perlindungan maksimal tiga tahun," tegasnya.
Dengan dilakukannya perubahan RUU Desain Industri, diharapkan aturan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia mampu mengikuti perkembangan perjanjian internasional Desain Industri yaitu Geneva Act of the Hague Agreement Concerning the International Registration of Industrial Designs 1999 (Hague Agreement 1999).
"Sistem pendaftaran internasional ini sederhana dan efisien, karena hanya dengan melalui satu permohonan yang diajukan Biro Internasional World Intellectual Property Organization (WIPO) akan memberikan perlindungan di wilayah negara anggota," terangnya.
Airlangga optimistis, perubahan aturan undang-undang Desain Industri dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk, dimana produk tersebut menjadi menarik dan disenangi oleh konsumen, bahkan dapat menjadi keunikan dalam nilai jualnya.
"Melalui perlindungan Hak Desain Industri, pemegang Hak Desain Industri juga memperoleh hak eksklusif untuk mencegah pengkopian atau penjiplakan atas desain yang dimiliki tanpa seizinnya," ungkapnya.
Secara teknis, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, menuturkan terdapat beberapa pokok perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, antara lain perubahan definisi Desain Industri dan jangka waktu pelindungan HDI.
"Selain itu, terdapat juga pemeriksaan substansi atas kebaruan Desain Industri, Komisi Banding Desain Industri, dan penggunaan Hak Desain Industri (HDI) dalam sarana multimedia untuk merespons perkembangan teknologi informasi dan komunikasi," jelas Yasonna.
Sistematika dalam RUU ini memuat 16 bab dan 95 pasal, antara lain lingkup pelindungan dan permohonan HDI, pemeriksaan Desain Industri, dan sertifikasi Desain Industri dan perpanjangan pelindungan HDI.
"Terdapat juga pengalihan HDI dan pemberian lisensi, penghapusan dan pembatalan HDI, penyelesaian sengketa HDI, serta penetapan sementara pengadilan," imbuhnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Lili Asdjudiredja, mengatakan diperlukan penyusunan regulasi yang mengatur perihal hak kekayaan intelektual, yang didalamnya termasuk Desain Industri, agar mampu bersaing baik nasional maupun internasional.
"Fraksi Partai Golkar menyadari sepenuhnya bahwa kekayaan intelektual menjadi salah satu aspek yang sangat penting. RUU ini harus mengatur hal-hal prinsip, seperti sistem pelindungan Desain Industri," tandasnya.
Hak Kekayaan Intelektual menjadi salah satu aspek yang sangat penting dan perlu diperhatikan dalam perdagangan internasional. Hal ini ditunjukkan dengan dibentuknya World Trade Organization (WTO) pada 1994 yang di dalam perjanjiannya mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Rights (Persetujuan TRIPs). Persetujuan TRIPs ini mengatur mengenai aspek-aspek dagang yang dikaitkan dengan Hak Kekayaan Intelektual, yang salah satunya adalah bidang Desain Industri.
(ven)