Semester I/2019, Laba Bersih BNI Capai Rp7,63 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (Bank BNI) sepanjang semester I/2019 berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp7,63 triliun, naik 2,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp7,44 triliun. Pertumbuhan laba bersih tersebut ditopang oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan non-bunga disertai dengan perbaikan kualitas aset.
Pada periode tersebut, BNI tercatat membukukan pertumbuhan pendapatan non-bunga (fee based income) sebesar 11,6% (year on year). "Kenaikan ini didorong oleh kontribusi fee dari segmen business banking antara lain fee dari trade finance yang tumbuh 15,8%, fee sindikasi yang tumbuh 76,5% dan fee bank garansi yang tumbuh 1,3%," kata Direktur Keuangan Bank BNI Anggoro Eko Cahyo saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Sedangkan sisanya, lanjut dia, dari pertumbuhan bisnis consumer & retail antara lain fee pengelolaan kartu debit dengan pertumbuhan 65,3%, dan fee bisnis kartu yang tumbuh 12,9%. Anggoro melanjutkan, sebesar 96,5% non-Interest Income perseroan ditopang oleh recurring fee yang tumbuh 16,6% menjadi Rp5,2 triliun. "Pertumbuhan ini berkontribusi sebesar 21,6% terhadap total operating income BNI pada semester I/2019," ungkapnya.
Selanjutnya, pendapatan bunga bersih naik sebesar 1% dari Rp17,45 triliun menjadi Rp17,61 triliun pada semester I/2019. Seiring dengan peningkatan laba bersih, perseroan juga mencatat pertumbuhan kredit sebesar 20% dari Rp457,81 triliun menjadi Rp549,23 triliun.
Menurut Anggoro, pertumbuhan kredit perseroan didorong oleh pembiayaan pada korporasi yang mencapai 51,9% dari total portfolio kredit BNI yang fokus pada pembiayaan pada sektor-sektor unggulan yang memiliki risiko relatif rendah, terutama ke sektor manufaktur, perdagangan, restoran dan hotel, serta jasa dunia usaha. "Penyaluran Kredit BNI yang solid ditopang oleh kemampuan perseroan untuk menjaga likuiditas di tengah kondisi pasar keuangan yang ketat," jelasnya.
Adapun kredit korporasi BNI yang tersalurkan pada korporasi swasta dan BUMN, masing-masing tumbuh 27,8% dan 24,9%. Kredit yang disalurkan pada segmen usaha kecil pun mencatatkan pertumbuhan 21,5%. "Angka ini termasuk di dalamnya adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menjadi program utama pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, untuk kredit segmen menengah tetap dijaga pertumbuhnnya sebesar 7,6%. Segmen Konsumer, kredit tanpa agunan berbasis payroll menurut dia, masih menjadi kontributor utama pertumbuhan yaitu sebesar 12,8%. Sedangkan untuk mortgage dan kartu kredit masih mencatatkan pertumbuhannya masing-masing sebesar 8,9% dan 4%.
"Hal ini sejalan dengan strategi yang telah ditetapkan kami, yakni menjaga komposisi kredit korporasi dalam kisaran 50% hingga 55% dari total kredit," ungkap Anggoro.
Direktur Tresuri & Internasional BNI Rico Rizal Budidarmo menambahkan, dana pihak ketiga (DPK) perseroan juga tumbuh 13% dari Rp526,48 triliun menjadi Rp595,07 triliun pada semester I/2019. Perseroan berhasil menjaga rasio dana murah yang ditunjukkan dari komposisi current account saving account (CASA) yang mencapai 64,6% dari total DPK.
"Kami akan terus mengembangkan layanan digital banking meningkatkan sinergi dengan berbagai BUMN, serta mengembangkan layanan bagi lembaga pemerintahan. Hal ini dalam rangka pengembangan dana murah," ungkap dia. Perseroan juga mencatat adanya penambahan jumlah rekening sekitar 7,5 juta dari 39 juta rekening pada Semester I/2018 menjadi 46,5 juta rekening pada semester pertama tahun ini.
Selain itu, BNI juga terus meningkatkan jumlah branchless banking dari 94.000 menjadi 124.000 Agen46 yang disertai dengan kegiatan promosi agensi kemitraan.
Dari sisi kualitas aset, sambung dia, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross BNI tercatat membaik menjadi 1,8% pada semester I/2019 dari periode yang sama di tahun sebelumnya 2,1%. Ke depan, perseroan akan menjaga NPL tidak akan melebihi angka 2%. Credit cost juga menunjukkan perbaikan dengan turun dari 1,7% menjadi 1,4%. Sedangkan coverage ratio terus meningkat dari 150,2% menjadi 156,5%.
"Beberapa strategi utama untuk menjaga NPL diantaranya pemberian pinjaman kepada nasabah dengan kualitas yang baik, proses kredit akan perseroan lakukan dengan sangat prudent, dan pelaksanaan pemantauan pinjaman dengan sangat ketat," paparnya.
Pada periode tersebut, BNI tercatat membukukan pertumbuhan pendapatan non-bunga (fee based income) sebesar 11,6% (year on year). "Kenaikan ini didorong oleh kontribusi fee dari segmen business banking antara lain fee dari trade finance yang tumbuh 15,8%, fee sindikasi yang tumbuh 76,5% dan fee bank garansi yang tumbuh 1,3%," kata Direktur Keuangan Bank BNI Anggoro Eko Cahyo saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Sedangkan sisanya, lanjut dia, dari pertumbuhan bisnis consumer & retail antara lain fee pengelolaan kartu debit dengan pertumbuhan 65,3%, dan fee bisnis kartu yang tumbuh 12,9%. Anggoro melanjutkan, sebesar 96,5% non-Interest Income perseroan ditopang oleh recurring fee yang tumbuh 16,6% menjadi Rp5,2 triliun. "Pertumbuhan ini berkontribusi sebesar 21,6% terhadap total operating income BNI pada semester I/2019," ungkapnya.
Selanjutnya, pendapatan bunga bersih naik sebesar 1% dari Rp17,45 triliun menjadi Rp17,61 triliun pada semester I/2019. Seiring dengan peningkatan laba bersih, perseroan juga mencatat pertumbuhan kredit sebesar 20% dari Rp457,81 triliun menjadi Rp549,23 triliun.
Menurut Anggoro, pertumbuhan kredit perseroan didorong oleh pembiayaan pada korporasi yang mencapai 51,9% dari total portfolio kredit BNI yang fokus pada pembiayaan pada sektor-sektor unggulan yang memiliki risiko relatif rendah, terutama ke sektor manufaktur, perdagangan, restoran dan hotel, serta jasa dunia usaha. "Penyaluran Kredit BNI yang solid ditopang oleh kemampuan perseroan untuk menjaga likuiditas di tengah kondisi pasar keuangan yang ketat," jelasnya.
Adapun kredit korporasi BNI yang tersalurkan pada korporasi swasta dan BUMN, masing-masing tumbuh 27,8% dan 24,9%. Kredit yang disalurkan pada segmen usaha kecil pun mencatatkan pertumbuhan 21,5%. "Angka ini termasuk di dalamnya adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menjadi program utama pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, untuk kredit segmen menengah tetap dijaga pertumbuhnnya sebesar 7,6%. Segmen Konsumer, kredit tanpa agunan berbasis payroll menurut dia, masih menjadi kontributor utama pertumbuhan yaitu sebesar 12,8%. Sedangkan untuk mortgage dan kartu kredit masih mencatatkan pertumbuhannya masing-masing sebesar 8,9% dan 4%.
"Hal ini sejalan dengan strategi yang telah ditetapkan kami, yakni menjaga komposisi kredit korporasi dalam kisaran 50% hingga 55% dari total kredit," ungkap Anggoro.
Direktur Tresuri & Internasional BNI Rico Rizal Budidarmo menambahkan, dana pihak ketiga (DPK) perseroan juga tumbuh 13% dari Rp526,48 triliun menjadi Rp595,07 triliun pada semester I/2019. Perseroan berhasil menjaga rasio dana murah yang ditunjukkan dari komposisi current account saving account (CASA) yang mencapai 64,6% dari total DPK.
"Kami akan terus mengembangkan layanan digital banking meningkatkan sinergi dengan berbagai BUMN, serta mengembangkan layanan bagi lembaga pemerintahan. Hal ini dalam rangka pengembangan dana murah," ungkap dia. Perseroan juga mencatat adanya penambahan jumlah rekening sekitar 7,5 juta dari 39 juta rekening pada Semester I/2018 menjadi 46,5 juta rekening pada semester pertama tahun ini.
Selain itu, BNI juga terus meningkatkan jumlah branchless banking dari 94.000 menjadi 124.000 Agen46 yang disertai dengan kegiatan promosi agensi kemitraan.
Dari sisi kualitas aset, sambung dia, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross BNI tercatat membaik menjadi 1,8% pada semester I/2019 dari periode yang sama di tahun sebelumnya 2,1%. Ke depan, perseroan akan menjaga NPL tidak akan melebihi angka 2%. Credit cost juga menunjukkan perbaikan dengan turun dari 1,7% menjadi 1,4%. Sedangkan coverage ratio terus meningkat dari 150,2% menjadi 156,5%.
"Beberapa strategi utama untuk menjaga NPL diantaranya pemberian pinjaman kepada nasabah dengan kualitas yang baik, proses kredit akan perseroan lakukan dengan sangat prudent, dan pelaksanaan pemantauan pinjaman dengan sangat ketat," paparnya.
(fjo)