Pelabuhan Marunda Mangkrak Berpotensi Hambat Investasi Maritim

Selasa, 23 Juli 2019 - 19:45 WIB
Pelabuhan Marunda Mangkrak Berpotensi Hambat Investasi Maritim
Pelabuhan Marunda Mangkrak Berpotensi Hambat Investasi Maritim
A A A
JAKARTA - Sengketa pembangunan Pelabuhan Marunda menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) berpotensi menghambat investasi infrastruktur kemaritiman. Konflik berlarut-larut di internal PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebagai perusahaan patungan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) hingga ke Mahkamah Agung (MA) menunjukkan tidak ada kepastian investasi di Indonesia.

“Seharusnya konflik antara KBN dan KTU diselesaikan melalui mekanisme business to business. Tapi ini sudah terlambat karena prosesnya sudah masuk ke MA tinggal menunggu keputusan,” ujar Ekonom Senior INDEF Faisal Basri di acara diskusi bertajuk ‘Menjawab Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia dalam Perpektif Hukum dan Ekonomi’ di Hotel Lemeredien, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Menurut dia konflik tak kunjung dibangunnya Pelabuhan Marunda berawal dari KTU dan KBN yang bersepakat membentuk anak perusahaan dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15% berupa goodwill yang tidak akan terdelusi dan KTU sebesar 85%.

Adapun proyek pembangunan infrastruktur tol laut KCN dari awal disepakati tanpa APBN/APBD. Namun, seiring berjalannya waktu, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50.

Namun setelah disepakati KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN. Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN.

“Tentu perkara ini akan menyulitkan investor karena tidak sesuai perjanjian kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Ketidakpatuhan terhadap kontrak awal itu akan menjadi masalah besar bagi investor lain masuk di sektor maritim,” katanya.

Untuk itu, imbuh Faisal Basri, pemerintah perlu meninjau kembali aturan-aturan terkait investasi kemaritiman di dalam negeri. Pasalnya jika tidak dibenahi maka dipastikan akan menghambat investasi di sektor kemaritiman.

“Saya berharap pemerintah bergerak cepat untuk mengatasi hal-hal seperti ini. Utamanya kepada Presiden Jokowi sebagai punya kekuasaan penuh menyelesaikan hambatan-hambatan investasi seperti ini,” ungkap dia.

Hal senada juga dikatakan Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Muchtar. Ia beranggapan konflik antara pemegang saham Pelabuhan Marunda yakni KTU dan KBN seharusnya diselesaikan secara business to business sehingga memuaskan kedua belah pihak.

“Saya sayangkan penyelesaiannya tidak melalui mekanisme business to business, karena kalau sudah masuk hukum keputusannya melalui konsep hukum. Jangan salahkan jika keputusannya tidak memuaskan kedua belah pihak,” kata dia.

Dia berharap pemerintah membenahi aturan-aturan terkait investasi khususnya terkait infrastruktur kemaritiman. Pasalnya kasus ketidakpatuhan kontrak-kontrak dalam berbisnis membangun infrastruktur maritim tersebut tidak hanya terjadi pada pembangunan Pelabuhan Marunda. “Ini terjadi puluhan kasus-kasus seperti ini sehingga menghambat investasi. Padahal sektor maritim merupakan sektor strategis kebanggan presiden,” jelasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0292 seconds (0.1#10.140)