Pembukaan Lahan Hutan Sembarangan Rugikan Ekonomi Daerah

Kamis, 25 Juli 2019 - 02:19 WIB
Pembukaan Lahan Hutan Sembarangan Rugikan Ekonomi Daerah
Pembukaan Lahan Hutan Sembarangan Rugikan Ekonomi Daerah
A A A
JAKARTA - Dalam 25 tahun terakhir, sejumlah lahan hutan di Indonesia telah dibuka dan dikonversi menjadi jenis hutan tanaman dan hal lainnya. Pembukaan lahan hutan secara sembarangan berpotensi meningkatkan penyakit menular pada manusia dan menurunnya nilai ekosistem, yang akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi.

Mempertimbangkan hal tersebut, Indonesia One Health University Network (INDOHUN) bersama dengan University of Minnesota dan Ecohealth Alliance melaksanakan sebuah penelitian berjudul Disease Emergence and Economic.

Evaluation of Altered Landscapes atau disebut dengan DEAL didanai oleh investasi USAID terhadap kehutanan dan keanekaragaman hayati. Penelitian DEAL ini dilakukan di tiga provinsi di Indonesia yaitu Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua Barat dengan tujuan menganalisa bagaimana perubahan lahan terutama hutan berkontribusi terhadap malaria serta dampak ekonomi yang ditimbulkan. Penelitian ini menemukan bahwa perubahan penggunaan lahan hutan berkontribusi terhadap peningkatan jumlah kasus malaria serta dapat menimbulkan dampak kerugian ekonomi.

"Meskipun secara luas dipahami bahwa persentase penyakit yang muncul pada manusia yang berasal dari hewan memiliki angka signifikan tapi perubahan pemanfaatan lahan hutan berpotensi menjadi faktor pendorong terbesar meningkatnya risiko kemunculan penyakit. Dan pemahaman kita bersama tentang peran pemanfaatan lahan secara tepat masih terbatas," kata Tim Meinke, Senior Infectious Diseases Advisor, USAID Indonesia.

Ia menambahkan, Amerika Serikat bangga bisa memfasilitasi kolaborasi penelitian multisektor ini. "Dan kami percaya DEAL akan memberikan gagasan awal tentang keterkaitan antara pemanfaatan lahan, kesehatan, dan ekonomi, dan saat yang sama membantu memberikan masukan untuk dialog, penelitian, dan kebijakan di masa yang akan datang terkait berbagai permasalahan ini".

Profesor Wiku Adisasmito, Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang juga selaku principal investigator proyek penelitian DEAL menambahkan, saat ini penelitian yang menganalisis dampak dari perubahan penggunaan lahan terhadap kesehatan dan beban ekonomi dari dampak kesehatan tersebut masih sangat terbatas di Indonesia.

"Penelitian DEAL ini merupakan penelitian kolaborasi internasional pertama yang menganalisis kontribusi dari perubahan penggunaan lahan terutama hutan terhadap malaria dan evaluasi ekonominya yang dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (24/7/2019).

Menurut hasil penelitian, rate malaria positif di Riau pada level kabupaten/kota akan meningkat 5 kasus per 100.000 orang per tahun ketika terjadi peningkatan satu fragmentasi hutan sekunder dengan luas lebih dari 5 kilometer. Sedangkan di Kalimantan Timur pada level kabupaten/kota, rate malaria positif akan meningkat 787 kasus per 100.000 orang per tahun jika terjadi deforestasi tutupa hutan primer sebesar 1%.

Hasil penelitian di Papua Barat pada level kabupaten/kota menunjukkan bahwa rate malaria positif akan meningkat 9,982 kasus per 100.000 orang per tahun. Malaria positif akan meningkat 9,982 kasus per 100.000 orang per tahun ketika terjadi deforestasi 1% tutupan hutan sekunder. Namun secara umum, penelitian ini tidak menemukan asosiasi yang kuat.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9702 seconds (0.1#10.140)