Soal Fintech Ilegal, LBH Sebut Sanksi AFPI dan OJK Tak Efektif
A
A
A
JAKARTA - Per Juni 2019, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menerima sebanyak 4.500 aduan terkait financial technology (fintech) atau layanan pinjaman online dari seluruh Indonesia. Banyak dari keluhan ini telah diteruskan kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera ditangani, tapi pihak LBH menilai respon dari OJK tidak memuaskan.
"Kami merasa bahwa mekanisme penyelesaian dari OJK tidaklah efektif. Kami telah melayangkan aduan sejak lama dan baru dibalas pada pertengahan Maret ini, dengan surat berisikan rujukan ke POJK 77 tahun 2016 untuk penyelesaian masalah pengaduan. Tapi kami rasa surat ini hanyalah formalitas, karena dalam POJK tersebut tidak disebutkan mekanisme penyelesaian untuk konsumen sama sekali," tegas Pengacara Publik Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Jeanny menyebutkan bahwa aduan untuk fintech ilegal/tak terdaftar ditolak oleh OJK, dan untuk kasus yang fintechnya terdaftar, penyelesaiannya sangatlah lama. Ia juga menegaskan bahwa meskipun Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) memberikan sanksi, asosiasi ini tidak memiliki keterikatan hukum yang bisa memberi efek jera bagi pelanggar.
"Regulatornya adalah negara, bagaimana bisa AFPI memberikan sanksi dimana sifatnya tidak bisa mengikat? Kami melihat di website OJK, tiap akhir bulan terdapat ratusan app yang ditutup, tapi apakah itu menyelesaikan masalah? Apakah sanksi dari AFPI menyelesaikan masalah juga?", tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menegaskan, "OJK dan AFPI turut mengatur serta memberikan sanksi terhadap anggota kami yang melanggar. Kami pun sudah memberikan edukasi terhadap pelaku usaha yang bernaung dibawah asosiasi kami. Yang jadi permasalahan adalah fintech ilegal, kami sarankan masyarakat untuk tidak menggunakan fintech ilegal dan perlu menjadi lebih aware karena konsekuensinya sangat buruk."
Sementara Jeanny menambahkan bahwa sanksi reaktif yang diberikan oleh AFPI dan OJK selama ini tidak efektif. Menurutnya, aturan terkait fintech lending masih tidak jelas hingga saat ini, sehingga banyak pelanggaran yang tidak manusiawi yang kerap terjadi.
"Paling dibutuhkan masyarakat adalah pengaturan dan sistem yang regulasinya melindungi masyarakat, karena aduan yang kami terima juga berasal dari fintech terdaftar. Apa yang kami sarankan? Jangan pakai app pinjaman online, karena sampai saat ini, tidak ada kejelasan terkait aturannya," tutup Jeanny.
"Kami merasa bahwa mekanisme penyelesaian dari OJK tidaklah efektif. Kami telah melayangkan aduan sejak lama dan baru dibalas pada pertengahan Maret ini, dengan surat berisikan rujukan ke POJK 77 tahun 2016 untuk penyelesaian masalah pengaduan. Tapi kami rasa surat ini hanyalah formalitas, karena dalam POJK tersebut tidak disebutkan mekanisme penyelesaian untuk konsumen sama sekali," tegas Pengacara Publik Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Jeanny menyebutkan bahwa aduan untuk fintech ilegal/tak terdaftar ditolak oleh OJK, dan untuk kasus yang fintechnya terdaftar, penyelesaiannya sangatlah lama. Ia juga menegaskan bahwa meskipun Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) memberikan sanksi, asosiasi ini tidak memiliki keterikatan hukum yang bisa memberi efek jera bagi pelanggar.
"Regulatornya adalah negara, bagaimana bisa AFPI memberikan sanksi dimana sifatnya tidak bisa mengikat? Kami melihat di website OJK, tiap akhir bulan terdapat ratusan app yang ditutup, tapi apakah itu menyelesaikan masalah? Apakah sanksi dari AFPI menyelesaikan masalah juga?", tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menegaskan, "OJK dan AFPI turut mengatur serta memberikan sanksi terhadap anggota kami yang melanggar. Kami pun sudah memberikan edukasi terhadap pelaku usaha yang bernaung dibawah asosiasi kami. Yang jadi permasalahan adalah fintech ilegal, kami sarankan masyarakat untuk tidak menggunakan fintech ilegal dan perlu menjadi lebih aware karena konsekuensinya sangat buruk."
Sementara Jeanny menambahkan bahwa sanksi reaktif yang diberikan oleh AFPI dan OJK selama ini tidak efektif. Menurutnya, aturan terkait fintech lending masih tidak jelas hingga saat ini, sehingga banyak pelanggaran yang tidak manusiawi yang kerap terjadi.
"Paling dibutuhkan masyarakat adalah pengaturan dan sistem yang regulasinya melindungi masyarakat, karena aduan yang kami terima juga berasal dari fintech terdaftar. Apa yang kami sarankan? Jangan pakai app pinjaman online, karena sampai saat ini, tidak ada kejelasan terkait aturannya," tutup Jeanny.
(akr)