Dorong Keberlanjutan Kelapa Sawit, Pemerintah Perkuat ISPO

Rabu, 31 Juli 2019 - 18:01 WIB
Dorong Keberlanjutan...
Dorong Keberlanjutan Kelapa Sawit, Pemerintah Perkuat ISPO
A A A
JAKARTA - Indonesia telah menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) sejak tahun 2011. ISPO dirancang untuk memastikan bahwa kelapa sawit Indonesia di kelola dengan Good Agricultural Practices/GAP sesuai dengan prinsip sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan proses penguatan ISPO dengan menyiapkan perpres baru. "Kami menyiapkan perpres baru karena yang lama kurang tegas untuk memberikan dukungan ke perkebunan kecil," ujarnya di Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Darmin melanjutkan, rancangan perpres penguatan ISPO tersebut saat ini sedang dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM untuk kemudian diusulkan pengesahannya ke Presiden. Dengan adanya aturan baru ini, perkebunan kecil bisa benar-benar memenuhi standar keberlanjutan.

Menurutnya, rancangan perpres penguatan ISPO bisa selesai di tahun ini. "Mestinya bisa sebelum akhir tahun," ungkapnya.

Pemerintah juga sedang memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit melalui Instruksi Presiden (Inpres) 8 Tahun 2018 terkait moratorium, evaluasi perizinan kebun sawit dan penundaan pemberian izin baru. "Kita bukan mau bikin susah tetapi mau mendata secara cermat mana perkebunan besar, mana perkebunan rakyat," kata Darmin.

Darmin menuturkan, untuk mendukung keberlanjutan kelapa sawit, pemerintah pun telah menggulirkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit khususnya bagi pekebun swadaya.

Menurut Darmin, satu hal yang menjadi perhatian adalah pemanfaatan limbah batang sawit hasil peremajaan. Ini bisa menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan produk kayu nasional dan internasional. Selain itu juga sebagai upaya strategis untuk mengurangi emisi dan meningkatkan serapan karbon.

"Sehingga jika disinggung mengenai isu lingkungan khususnya soal deforestasi, kita itu bukan menebang kayu untuk menanam sawit. Tapi yang benar adalah kita menanam sawit untuk menghidupkan kembali hutan gundul," jelasnya.

Di sisi lain, sinkronisasi data perkebunan sawit juga terus dilakukan. Akurasi data berguna untuk mengoptimalkan potensi sawit dan melawan seluruh upaya diskriminasi pihak luar.

Terkait tantangan larangan sawit di Eropa, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan tengah mematangkan strategi dan langkah diplomasi yang terintegrasi.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani mengatakan, dunia usaha bersama pemerintah telah berjuang secara konsisten melalui diplomasi sawit untuk mempromosikan sustainable development (pembangunan berkelanjutan).

"Pemerintah juga sudah menerapkan ISPO di mana itu memiliki standar tinggi, namun dalam penerapannya masih mempunyai kendala seperti pendanaan. Hanya 0,1% dari 40% pelaku usaha yang smallholders sudah mempunyai ISPO," tuturnya.

Rosan melanjutkan, pihaknya juga berharap agar Indonesia-EU Comprehensive Economic Agreement dapat segera terealisasi. Pasalnya, dalam persaingan pasar sawit dunia, Indonesia mulai tergeser oleh Malaysia yang memiliki Comprehensive Economic Cooperation Agreement India-EU.

"Tarif sawit India mendapatkan penurunan dari 54% menjadi 45%, sedang Indonesia tetap dikenakan tarif 54%, sehingga pasar sawit Indonesia direbut Malaysia," cetusnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8123 seconds (0.1#10.140)