Hadapi Kekeringan, Petani Dianjurkan Membuat Sodetan Sungai

Senin, 05 Agustus 2019 - 13:40 WIB
Hadapi Kekeringan, Petani...
Hadapi Kekeringan, Petani Dianjurkan Membuat Sodetan Sungai
A A A
JAKARTA - Petani yang lahan sawahnya dekat dengan sungai dianjurkan membuat saluran sodetan sungai untuk mengatasi kekeringan. Seperti yang dilakukan petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, menuturkan pemerintah telah mengupayakan berbagai upaya untuk mengatasi kekeringan tersebut, utamanya bagi daerah yang terkenal rawan kekeringan.

Mulai dari perbaikan saluran irigasi (jitut dan jides), mobilisasi pompa air untuk mengamankan standing corp terutama pada daerah yang masih memiliki sumber air (sumur pantek, sungai dan lain sebagainya).

Antisipasi kekeringan terus akan dilakukan. Utamanya agar dampak kekeringan tidak semakin meluas dan daerah yang mengalami kekeringan bisa terselamatkan produksinya," ujar Sarwo Edhy, Senin (5/8/2019).

Memang, banyak cara yang bisa dilakukan petani untuk mengatasi kekeringan. Petani di Desa Sindangkerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, misalnya.

"Mereka membuat sodetan sungai agar air bisa dialirkan ke sawah-sawah. Kelompok Tani (Poktan) Sri Lestari II di desa itu yang berinisiatif membuat sodetan tersebut,” kata Sarwo Edhy.

Kepala Seksi (Kasie) Mitigasi Iklim, Subdirektorat Iklim, Konservasi Air dan Lingkungan Hidup, Direktorat Irigasi Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP), Dyah Susilokarti, menambahkan, petani memanfaatkan air dari saluran pembuangan di Kali Pararel Kumpul Kuista.

Mereka membuat saluran sodetan sepanjang 36 meter dengan terpal dan air didistribusikan dengan saluran air sepanjang 750 meter ukuran lebar 120 cm dan kedalaman 50 cm. Ujung saluran pun berada pada posisi 750 meter dari ujung sodetan.

"Walaupun sumber air lebih rendah dari lahan, tetapi debit besar (6 liter per detik), sehingga mampu mencapai lokasi sejauh lebih kurang lebih 1 km," tegas Dyah.

Kreativitas dari poktan ini terpantau ketika kegiatan monitoring kekeringan yang dilakukan Tim Ditjen PSP melakukan monitoring kekeringan di wilayah Pantura.

Ketua Poktan Sri Lestari, Tasmad menyebutkan, saluran air tersebut dibuat dengan dana swadaya masyarakat sebesar Rp15 juta dan dalam waktu kurang dari 1 bulan sudah menampakkan hasil yang menggembirakan.

Mulai dari lahan seluas 200 hektar (ha) sudah dapat diairi dan melakukan tanam padi. Meskipun air yang dialirkan tidak dibuat maksimal.

"Karena debit yang besar dan jaringan irigasinya masih sederhana (belum di-lining) sehingga dapat menyebabkan lahan sawah yang dilalui kebanjiran," tutur Dyah.

Air sodetan diharapkan mampu mengairi 160 ha sawah di Desa Kapringan dan 100 ha di Desa Singakerta. Dengan demikian, total luasan yang dapat diairi 460 ha dengan adanya sodetan sungai.

Tak hanya itu, sewa lahan pertanian di Desa Sindangkerta menjadi meningkat karena lahan menjadi optimal untuk ditanami. "Sebelum saluran ini dibuat, sewa lahan hanya Rp300.000 per bahu, sekarang menjadi Rp7 juta per bahu. Tentunya ini menguntungkan petani," tuturnya.

Laporan petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) di lapangan menyebutkan, sedikitnya terdapat 5 kecamatan di Indramayu yang telah mengalami kekeringan dengan total luas terkena 634 ha dan terancam 6.430 ha.

Salah satu sumber masalah adalah terdapatnya tanggul yang mengalami kerusakan pada bangunan saluran sekunder Kandang Haur (B.Khr 4). Hal ini menyebabkan terhentinya pasokan air irigasi di 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Haurgeulis, Gabuswetan, Kandanghaur, Bongas dan Anjatan. Akibatnya, sekitar 3.000 ha lahan sawah terancam kekeringan dan sekitar 6.900 orang konsumen kekurangan air bersih.

Karena itu, Balai Besar Wilayah Sungai dan Perum Jasa Tirta (PJT) II bersama Kelompok Tani telah melakukan perbaikan 2 siphon agar segera mengalirkan air ke wilayah Kandanghaur. Pada masa penanganan, air dapat dioptimalkan pada wilayah lain dengan melakukan percepatan tanam agar tidak terdampak kekeringan.

Setelah air dapat dialirkan melalui 2 siphon, maka debit air akan dimaksimalkan untuk dialirkan ke wilayah Kandanghaur selama 3-5 hari. Sedangkan pada Daerah Irigasi (DI) Rentang, disiplin petani gilir giring air terus ditingkatkan. Karena selama ini kekeringan pada DI Rentang disebabkan karena tidak tertibnya petani dalam melaksanakan jadwal tanam dan jadwal gilir giring air.

Hal itu berdampak pada lahan sawah di daerah hilir yang tidak mendapat pasokan air sesuai dengan jadwalnya. Terdapat 4 kecamatan yang lahan sawahnya terancam kekeringan, yaitu Kecamatan Losarang, sebagian Kecamatan Kandang Haur, Kecamatan Lelea dan sebagian Kecamatan Terisi dengan total mencapai 3.500 ha.

Saat ini, Pemkab Indramayu telah mengeluarkan kebijakan '37' untuk gilir giring distribusi air baku di saluran induk Cipelang, terutama pada saluran induk barat untuk musim tanam gadu (MT II) 2019.

Kebijakan '37' itu berarti tiga hari untuk BBT 14 ke hulu yang merupakan wilayah PSDA Cikedung dan tujuh hari BBT 14 ke hilir yang merupakan wilayah PSDA Losarang.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0640 seconds (0.1#10.140)